Dipa Nusantara Aidit at 11:39am June 16
"Kalau kutang itu agama.. lalu celana dalam apa? Ini benar-benar puisi yang liar dan terlalu imajinatif. Seseorang harus melakukan sesuatu! Ini harus disensor.. saya akan menghubungi Departemen Penerangan. Biar Bung Hudan dan Gadis.. mendapat hidayah.. dan Gadis menjadi Wanita!
"Terangi mereka.. jangan Perangi!"
Hudan Hidayat at 11:44am June 16
bagaimana itu bung dipa - sesama penulis lalu menghubungi departemen penerangan segala hihi. tapi pastilah anda sedang melakukan humor kan?
hidayah dalam puisi itu hehe imajinasi. nah terangi saya dengan imajinasi. dan gadis sudah dari dulu menjadi seorang perempuan yang baik. perempuan pejuang lagi, bung. seperti di puisinya yang sebetulnya belum selesai saya bahas.
Kris Budiman at 11:49am June 16
@ dipa: celana dalam itu rumah bagi "sangkan-paraning dumadi"
Hudan Hidayat at 11:57am June 16
tepat sekali kris. gadis di kata pengantar yang ditulisnya sendiri dalam bukunya mengutip hym inanna. yang berkata:
vaginaku, tempat menyatu,
perahu dari surga,
penuh semangat seperti bulan muda.
lahanku terpupuk belum tertanam.
... siapakah yang akan menanam vaginaku?
siapakah yang akan menanam ladangku?
siapakah yang akan menanam tanahku yang basah?
dan itu semua mengacu kepada ketuhanan - sangkan paraning dumadi, yang kamu bilang itu.
Edy A Effendi at 12:26pm June 16
kenapa hud takut dengan ancaman dipa. apa kamu anak kemarin sore? beneran pun gakapapa kok. laporan aja ke komnas ham dan polsek setempat.
Hudan Hidayat at 12:28pm June 16
kamu hendak mengatakan dipa itu yang takut, kan, eae? hehe
Weni Suryandari at 12:34pm June 16
hehehe,,,membaca komen2 seru. nggak mungkin dipa begitu, dia hanya bercanda saja menyindir situasi yang konon "dikit-dikit lapor". gitu kali,,,hehehe
tapi Bang, tadinya aku mo ganti dg "celana dalam" hahaha
bisa juga kan? melindungi tempat tersuci..
Yang aku tahu gadis Arivia ini feminis sejati! mantabs
------------
gadis arivia - yang sakral dan yang sekular, mengingatkan buku puisi rendra - potret pembangunan dalam puisi
Share
Today at 5:48am | Edit Note | Delete
Kutangku Kutanggalkan - bom bahasa gadis arivia
Kalau boleh ku berkata agama adalah kutangku
bagaimana tidak, ia telah melindungi bagian yang teramat suci
jasanya pada payudaraku teramat besar
kedua anakku hidup dan berkembang karena keamanan kutangku.
Selama ini hidup kulewati ditemani kutangku
saat pertama menginjak dunia tak tahu mana benar mana salah
kutangku terus menjaga memberi petunjuk
tanpa arahannya tak mungkin aku tumbuh menjadi bijak.
Banyak cobaan kuatasi karena jasanya
pernah ada yang jahil mencoba melepasnya
tapi dihadang kaitan kawat yang menguat
tak diizinkannya jari jari itu meremasnya.
Pernah juga ada yang berusaha mengintip
mangkoknya merapat membaluti belahanku
tak hanya uang aman dari pencopet
jiwaku pun tentram dibuatnya.
Kutangku adalah segalanya bagiku
karena itu ku ikuti semua ritual sukarela
membasuhnya lima kali sehari berpuasa untuk kerahmatannya
hari demi hari ku percayakan semua keyakinanku padanya.
Hingga suatu hari kutangku bersabda
sesuatu yang membuat jantungku berdegup
hatiku memberontak tak kuasa menahan nurani bicara
fatwanya menggelegar mengharuskan percaya kitab kutang 34 A.
Front Pembela Kutang dikerahkannya
mengawasi semua kegiatan dan gerakan payudara
bahkan terbit Surat Kutang Bersama
melarang keras segala kepercayaan kitab kutang 36 B
Suatu hari ku mengerti
payudara telah memberi nafas, telah memberi hidup
tak bisa atas nama apapun dibatasi,
akhirnya, kutanggalkan kutangku.
------------
tak setiap orang suka ilmiah atau setiap orang yang suka ilmiah ada juga keinginan mengekspresikan dalam bentuk lain - bentuk fiksi. setahu saya mochtar pabottingi, todung mulya lubis, adalah mereka yang bergerak di ranah ilmiah yang menceburkan diri juga ke dalam dunia fiksi. seperti fadjroel rachman yang punya tradisi keilmuan. dan kini gadis arivia - pendiri yayasan jurnal perempuan, yang kini sedang melakukan aktivitas keilmuan di negeri paman sam.
penyair memang kerap hadir diam diam. seolah perahu berlabuh lambat di malam sepi dari suatu siang yang hiruk. mendarat ke sebuah pelabuhan sunyi seorang diri, seolah sebuah prosa kafka yang saya lupa judulnya. begitulah penyair itu: menambatkan dirinya ke dalam keyakinannya di mana dia bergulat dengan hidup.
belum lama kita mengalami peristiwa mengharu biru banyak orang, orang terbelah dan membelah diri ke dalam sikap pro dan kontra akan suatu produk regulasi yang ditancapkan ke ulu hati - ulu hati dari sebuah jantung kreatfitas dari tafsir tiap pencipta, ulu hati dari tombak tajam dari mereka yang bergulat di dunia kesetaraan hak perempuan dan lelaki. itulah uu pornografi. dan itu pulalah sebuah pelarangan atas kehendak orang untuk memeluk kebebasan keyakinannya dalam beragama - kasus ahmadiyah itu, lia eden dan banyak lainnya itu.
seoran penulis adalah perekam denyut masyarakatnya. tapi seorang penulis juga bisa menjadi aktivis sebagaimana gadis arivia yang aktivis. seorang penulis bisa menjadi pembawa obor bagi kaumnya. manakah yang akan kita sematkan dari seorang ibu yang cantik, pintar, berani dan amat gigih ini? bisa semuanya. kartini toh tak hanya tenggelam dalam kebesaran masa lalu. sejarah selalu mengayun dirinya ke dalam peristiwa ke depan, membawa serta juga watak tokoh tokohnya sampai ke sini juga.
masih terdengar dukamu abadi, kata larik sapardi, penyair kita yang cemerlang itu. tapi dukaMu abadi yang mewujud dari tiap takdir kata orang, tiap nasib dari masyarakat yang bertradisi phallus, hendak ditawar dan bahkan hendak ditantang oleh kaum feminis. gadis arivia berada di garda terdepan dari perlawanan semacam itu, bersama kawan kawannya: mariana amiruddin dan lain lain.
penyuka sajak dewi maharani ini (saya suka sajak yang kamu sharing, hudan, katanya, saat saya memposting ke milis milik jurnal perempuan, sajak sang pemetik harpa dari penyair dewi maharani jebolan facebook ini), sehari harinya mengajar di universitas indonesia. dan gigih betul dia di milis forum pembaca kompas saya lihat bahu membahu dengan manneke budiman, dosen ui juga dan kini sedang mengambil doktornya di kanada, menghadang apa yang disebut dengan uu pornografi itu, sebuah uu yang menurut hemat saya, telah justru membelakangi kitab suci yang menjadi sandaran moralnya. dengan mengenakan pasal pasal yang justru membuat orang tak kreatif karena merasa dirantai.
tentu saja orang tak mau dirantai. bahkan dalam perjalanan ruu itu menjadi uu pun orang sudah tak mau dirantai. orang melawan. dan perlawanan itulah yang direkam dengan amat indahnya bukan ke dalam dunia ekspresi keilmuan, tapi ke dalam dunia fiksi bernama buku puisi.
yang sakral dan yang sekular - terbitan yayasan jurnal perempuan.
Pemberontak Horisontal
saya bisa menduga reaksi kritkus sastra indonesia atau kaum sastrawan indonesia, berhadapan dengan buku puisi gadis arivia ini. yakni adalah pengucapan puisi yang begitu sederhana dari suatu angan angan sang penyair, atau mereka yang terobsesi menjadi penyair. seolah baju puisi di sana, pengikat dunia peristiwa dan gejala benda benda itu, dan permainan bahasa intrinsik sebagai sebuah bidang puisi, seolah tak liat benar.
ucapan yang keluar adalah semacam: masih bisa dipermak baju bahasanya. dikecilkan atau dibesarkan. begitulah dugaan saya, walau belum pernah membaca suatu tulisan atas buku puisi ini. tapi bagi saya tidak. atau saya ingin melingkar mencari sudut pandang lain. suatu sudut yang saya letakkan di perspektif pengucapan sejarah puisi.
bahwa sejarah puisi kita (dan mungkin sejarah kepemikiran kita), adalah sejarah yang diteriakkan oleh kaum lelaki secara, atau dengan gema, yang begitu dominan. begitulah kita bisa melacak sejarah sastra kita di angkatan 45 itu. yaitu tampilnya seorang pemberontak anarkis ke dalam sosok seorang charil anwar, dengan pengucapannya yang tipikal itu:
aku ini binatang jalang dari kumpulannya yang terbuang/biar peluru menembus tubuhku, aku akan tetap meradang menerjang.
inilah sebuah pemberontakan yang terasa eksistensial, walau seorang hb jassin berusaha juga mengacukannya kepada semangat dari dunia politik yang hendak atau sedang bergolak melawan imperialisme waktu itu. tapi sekujur teks itu tak ada petunjuk itu adalah sebuah gelombang perlawanan yang dipindah ke dalam dunia puisi. bahwa chairil ikut meminyaki dalam dunia puisi, dengan meletakkan vis a vis belanda melawan indonesia, ke dalam suatu pencirian akan identitas mana kita dan mana sana. bukan seperti itu. puisi aku itu adalah sebuah puisi yang seolah manusia terjun bebas di tengah masyrakat yang tidur pastoral.
guyub dngan tradisi ninik mamak. adat. agama. adat. kebiasaan. chairil hadir sebagai bom bahasa dalam pengucapan puisi:
aku ingin hidup seribu tahun lagi.
ada memang pemberontakannya dalam wilayah ketuhanan, yang meragukan tuhan kaum nu dan kaum muhamadiyah itu. tapi kita lihat kesudahan chairil:
tuhanku
dalam termangu
aku masih menyebut
namamu
di pintumu aku mengetuk, katanya, aku tak bisa berpaling, katanya.
dan apa kata seorang gadis arivia?
tak ada lagi tokoh pemberontak setelah chairil, rendra pun tidak. mungkin sutardji calzoum bachri. mungkin. tapi kedua orang ini tak kita lihat memberontaki semisal tubuh individual dan tubuh sosial dalam puisi aku chairil anwar itu. juga khotbah bukanlah sebuah pemberontakan yang diacukan kepada wajah tuhan langsung: itu pemberontakan terhadap suatu tata dari wajah agama yang berputar di dalam gereja. amuk pun walau telah mengusung kata "kontol" dalam selariknya, bukanlah pemberontakan menolak tuhan. tapi pemberontakan untuk meledakkan pencarian tuhan itu sendiri.
bahkan atheis pun bukanlah pemberontak dalam artias semacam ide albert camus dalam sampar itu - yang menolak tuhan yang membunuhi manusia. ide yang memantul kembali dengan sama indahnya pada novel bulan jingga fadjroel rachman, di mana tokoh perempuan yang muncul mendadak di sana dengan gagahnya berkata:
saya menolak tuhan yang membunuhi manusia.
sejarah sastra kita pun mengucur ke dalam dunia cerpen navis dalam robohnya surau kami. robohnya surau kami bolehlah kita sebut sebagai pemberontakan yang meneruskan langit makin mendung, yang menghebohkan itu. sebuah taktik tekstual untuk menggoyang tuhan tapi dalam watak penafsiran. bahwa tak seperti yang diidealkan banyak orang tentang tuhan itu.
singkat kata, tak ada sejarah sastra kita yang menolak tuhan itu dengan penolakan dan pemberontakan habis habisan. menolak negara? mungkin buku puisi rendra: potret pembangunan dalam puisi, sebuah kemarahan sepenuh buku akan laku laku yang telah dijalani dari bangsa yang sedang melakukan tumbuh untuk dirinya.
tak ada pemberontak setelah charil. apalagi pemberontak dari dari kaum perempuan. bahkan surat surat kartini kalau kita baca, hanya setengah pemberontakan saja.
gadis arivia datang melampaui tahun tahun panjang itu, dengan melakukan pemberontakan total dalam suatu ide horisontal dan vertikal yang dibahasan ke dalam dunia puisi...(bersambung
hudan hidayat
redaktur budaya jurnal perempuan
------------
Written 8 hours ago · Comment · LikeUnlike
You, Weni Suryandari, Nur Jehan, Eimond Esya and 14 others like this.
Weni Suryandari, Nur Jehan, Eimond Esya and 14 others like this.
Hudan HidayatHudan
Weni SuryandariWeni
Nur JehanNur
Eimond EsyaEimond
Dhya BellaDhya
Samsudin AdlawiSamsudin
Pelangi SunyiPelangi
Nani MarianiNani
Rini Garini DarsodoRini
Ernita Dietjeria KokoleokoErnita
Endang TirtawatiEndang
See all...
Ai Ali at 5:57am June 16
kemuliaan dijaga
untuk menjulang kemuliaan yang murni
dan sejati
kemuliaan itu jangan dibuka-buka
Kener Creeks at 5:59am June 16
bila kutanggalkan ku akan ditanggalkan, bila kulekatkan ku akan dilekatkan..
Selamat Pagi...
Early Rahmawati at 6:06am June 16
wow wow....
Priatna Ahmad Budiman at 6:32am June 16
Bener bener gadis arivia yang kita kenal..he he he
Sayuri Yosiana at 6:54am June 16
saya tahu ttg gadis arivia sbg aktivs perempuan. jujur, blum pernah baca puisinya., secara sypun baru melek di dunia perpuisian. seni sastra memang indah, maka apapun profesinya, manusia pasti suka dgn seni sastra ngerti ato msh belajar utk mengerti. keindahan seni sastra bisa dinikmati siapa aja sadar atau tak sadar hehe..
Ahmad Khamal Abdullah at 7:01am June 16
ah seluruh wanita itu rahasia..
Camelia Camel Dananjaya at 7:13am June 16
makasih dah share puisi indah ini ke aku, bang...puisi yang keren!
Hudan Hidayat at 7:21am June 16
senang aku kalau kalian merapat ke jurnal perempuan secara aku yang redaktur budaya di jurnal perempuan ehm amat keren itu hehe
Hudan Hidayat at 7:22am June 16
lo kok aku bisa komen ini ajaib hahahaha
Camelia Camel Dananjaya at 7:23am June 16
whoaaaaaa...
Hudan Hidayat at 7:25am June 16
tapi enakan pakai jempol aja ah lebih ringan kerja paling juga sebentar lagi gak bisa lagi
halo fajdroel kerinduan hati hihi kami rebutan terpukau sama ras karena beliau itu lumpuh di kursi roda tapi dasar orang panggung iya dengan semangat membara selalu hadir di tiap acara dan tampil bernyanyi. indah sekali suaranya. aku dan fadjroel berkejap kejap menyaksikan keindahan suara turun ke bumi.
Dewi Maharani at 7:39am June 16
selamat pagi semuanya , bang Hudan ... terimakasih sekali sudah memasukkan puisi ku ke jurnal perempuan , dan Gadis Arivia .. aduh tersanjung aku penyair hebat itu menyukainya pula ... terimakasih sekali ... aku akan berkenalan dgn nya itu pasti , siapa tau ada yg bs aku pelajari dr puisi2nya .. yg dia atas itu keren banget .. aku suka ... @ bang Hud ... selagi bs nulis komen ya jgn jempol aja yaaa ... krn kami juga inginkan ulasanmu yg keren itu .. hiks ... ikut gembira bisa lihat bang Hudan nulis komen ... heheee
Hudan Hidayat at 7:40am June 16
comen ke camelia ah. dia kan pembawa nada baru dalam seni puisi prosa di indonesia - nada muram yang riang. sst... hehe
Ernita Dietjeria Kokoleoko at 7:50am June 16
sering dengar nama gadis arivia meski baru kali ini mbaca puisinya: tak biasa, terasa denyut pemberontakannya. yeah, lepaskan kutang, lepaskan belenggu, let's rock n roll!
Nani Mariani at 9:05am June 16
Maksih bang Hud.., wow!m seorang gadis arivia bicara ttg kutang.., manis...s.., yeah!, suksess buat para perempuan.
Bagas Dwi Bawono at 9:15am June 16
thanx mas Hudan, pagi-pagi dapet ilmu baru....
Kris Budiman at 9:45am June 16
gadis
gadis
gadis
do you hear me?
Samsudin Adlawi at 10:45am June 16
selalu mendapat ilmu baru dari esai mas hudan. kali ini ilmu tentang kewanitaan, tepatnya kependekaran wanita. hahaha...
Kris Budiman at 11:01am June 16
ibu kartini kaleee?
Hudan Hidayat at 11:03am June 16
bukan kris sup kakiku yang ah kau tega amat ama aku menghirup kakiku jangan gitu hung hehe
Dhya Bella at 11:07am June 16
puisi keren dan ulasan apik! baru kali ini saya membaca puisi "Kutangku Kutanggalkan" dengan utuh, sebelumnya hanya membaca kutipannya dari sebuah ulasan, dan ternyata keren sangat puisinya!.. alurnya asik dan kuat menyiratkan keprihatinan dan protes seorang `gadis arivia' yang sungguh menggugah.. nikmat membacanya! Terimakasih P'Hudan!
Eimond Esya at 11:12am June 16
hehe, ini ada di buku Ziarah Kata kan Um?..aku dah baca berkali2 nih
Kris Budiman at 11:18am June 16
hung aku dulu pernah komen di multiply kan ttg puisi gadis ini?
Hudan Hidayat at 11:20am June 16
iya dan langsung kukirimkan ke milis jp rame komen di sana tapi entah sukar kalau aku mencarinya. kalau tahu tehniknya kan tinggal sret nah kena dapat dia.
gadis gadis...
Dipa Nusantara Aidit at 11:39am June 16
"Kalau kutang itu agama.. lalu celana dalam apa? Ini benar-benar puisi yang liar dan terlalu imajinatif. Seseorang harus melakukan sesuatu! Ini harus disensor.. saya akan menghubungi Departemen Penerangan. Biar Bung Hudan dan Gadis.. mendapat hidayah.. dan Gadis menjadi Wanita!
"Terangi mereka.. jangan Perangi!"
Hudan Hidayat at 11:44am June 16
bagaimana itu bung dipa - sesama penulis lalu menghubungi departemen penerangan segala. tapi pastilah anda sedang melakukan humor kan?
hidayah dalam puisi itu hehe imajinasi. nah terangi saya dengan imajinasi. dan gadis sudah dari dulu menjadi seorang perempuan yang baik. perempuan pejuang lagi, bung. seperti di puisinya yang sebetulnya belum selesai saya bahas.
Kris Budiman at 11:49am June 16
@ dipa: celana dalam itu rumah bagi "sangkan-paraning dumadi"
Hudan Hidayat at 11:57am June 16
tepat sekali kris. gadis di kata pengantar yang ditulisnya sendiri dalam bukunya mengutip hym inanna. yang berkata:
vaginaku, tempat menyatu,
perahu dari surga,
penuh semangat seperti bulan muda.
lahanku terpupuk belum tertanam.
... siapakah yang akan menanam vaginaku?
siapakah yang akan menanam ladangku?
siapakah yang akan menanam tanahku yang basah?
dan itu semua mengacu kepada ketuhanan - sangkan paraning dumadi, yang kamu bilang itu.
Edy A Effendi at 12:26pm June 16
kenapa hud takut dengan ancaman dipa. apa kamu anak kemarin sore? beneran pun gakapapa kok. laporan aja ke komnas ham dan polsek setempat.
Hudan Hidayat at 12:28pm June 16
kamu hendak mengatakan dipa itu yang takut, kan, eae? hehe
Weni Suryandari at 12:34pm June 16
hehehe,,,membaca komen2 seru. nggak mungkin dipa begitu, dia hanya bercanda saja menyindir situasi yang konon "dikit-dikit lapor". gitu kali,,,hehehe
tapi Bang, tadinya aku mo ganti dg "celana dalam" hahaha
bisa juga kan? melindungi tempat tersuci..
Yang aku tahu gadis Arivia ini feminis sejati! mantabs
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
No comments:
Post a Comment