Salam Budaya! Berpijak dari perkembangan dan kendala kesusastraan di Surabaya dan sekitarnya, Komite Sastra Dewan Kesenian Surabaya menggagas acara pembacaan puisi dan diskusi sastra bulanan bertajuk 'Halte Sastra Dewan Kesenian Surabaya'. Acara ini dijadwalkan digelar setiap Sabtu malam, minggu kedua, yang akan diawali besok, Sabtu (11/7), mulai pukul 19.00 – 22.00, di Galeri Surabaya, Kompleks Balia Pemuda, Jl. Gubernur Suryo 15 Surabaya. Akan tampil di acara perdana ini dua penyair muda, yaitu Umar Fauzi (asal Kota Sampang, Madura) dan Arif Djunianto (Surabaya). Adapun Halte Sastra Dewan Kesenian Surabaya sebenarnya terinspirasi dari kegiatan serupa yang pernah digelar di tahun 1990-an. Pada masa itu kesustraan di Surabaya dan sekitarnya mengalami kemajuan pesat. Banyak muncul sastrawan bertalenta tinggi dengan beragam eksplorasi karya. Tercatat di era itu lahir Saiful Hadjar, Arif Bagus Prasetyo, Mardi Luhung, S. Jai, Leres Budi Santoso, W. Haryanto, Sony Karsono, Riadi Ngasiran, Tjahjono Widarmanto, Tjahjono Widijanto, Rusdi Zaki, Zainuri, Budi Palopo, Tengsoe Tjahyono, R Giryadi, Bonari Nabonenar, Ratna Indraswari Ibrahim, Sirikit Syah, Shoim Anwar, Djoko Prakosa, Widodo Basuki, S. Yoga, dan sebagainya. Seiring berkembangnya waktu, menyusul generasi baru sastrawan di Surabaya mulai bermunculan. Tercatat nama-nama seperti Indra Tjahyadi, Mashuri, F. Aziz Manna, Muhammad Aris, Imam Muhtarom, Deni Try Aryanti, Sinta Yudisia dan Lan Fang. Mereka eksis karena tak lain ditunjang oleh dukungan berbagai lembaga kesenian. Misalnya Dewan Kesenian Surabaya, Kelompok Seni Rupa Bermain, Bengkel Muda Surabaya, dan berbagai komunitas kesenian di kampus. Keberadaan media massa juga turut memberi andil bagi proses kreatif sastrawan. Tercatat ada beberapa media di Surabaya yang menyediakan ruang sastra bagi sastrawan lokal di masa itu. Misalnya Surabaya Post, Karya Darma, Jawa Pos, Mimbar Pembangunan Agama, "Kayu Roya" Memorandum, Majalah Kidung, Bende, Buletin DKS. Tak mau kalah dari generasi sebelumnya, di era sekarang, yang sampai saat ini masih berproses, muncul pula sastrawan-sastrawan yang lebih muda. Ada nama-nama seperti A. Muttaqien, Ahmad Faisal, Dheny Jatmiko, Didik Wahyudi, Alex Subairi, Kukuh Yudha Karnanta, Arif Djunianto, Dodi Kristanto, Umar Fauzi, Winarti, Nisa Ayu Amelia, Siti Fatimah, Aziz, Timur Budi Raja, M Fauzi, Benazir Nafilah, Andreas Wicaksono, Paul Javed Syatha, Dadang Ari, Fahrudin Nasrullah, Nurel, dan masih banyak lagi. Bedanya, keberadaan kolom esai sastra di media massa kini tidak berperan maksimal seperti dulu lagi khususnya dalam hal membangun kritik atau apresiasi sastra secara sehat. Juga tak ada lagi ruang publik yang menggelar diskusi sastra secara ajeg. Padahal ruang diskusilah yang kerap menelorkan kritik dan apresiasi karya sastra. Karena itu, boleh dikata, para sastrawan muda di masa sekarang ini akhirnya berkembang tanpa kritik sastra. Halte Sastra Dewan Kesenian Surabaya diharapkan bisa memediasi kebutuhan itu.
Hanif Nashrullah |
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
No comments:
Post a Comment