ASAHAN:
Tatiana Lukman: PANTA RHEI
Penerbit : Bertolt Brecht
224 halaman; 2008; 13x19 cm.
Sebuah buku berukuran pocket book a la Pinguin dengan cover depan yang memasang potret keluarga pejuang dengan sub judul: "Tidak Ada Pengorbanan yang Sia-sia Air Sungai Digul Mengalir Terus".
Saya punya kesan buku ini adalah juga buku semi otobiografi penulisnya yang menceritakan tentang keluarga pejuang mulai dari angkatan Boven Digul hingga peristiwa rebut kuasa suharto 1965. Tapi jauh tidak semata demikian, Tatiana lebih meluaskan sasaran tulisannya dan banyak menyinggung peristiwa penting sejarah politik bangsanya, pandangan politiknya, sikapmya terhadap Partai di mana bapanya pernah seorang Wakil Ketua Umum PKI, hinga sikapnya terhadap bapanya sendiri yang dia tulis sbb:
"Oh, bapak,bapakku yang tercinta, betapa ingin aku bersujud di pusaramu, membisikkan rasa bangga menjadi anakmu dan janji untuk tidak mengecewakanmu! (halaman 183)".
Saya turut bangga dan terharu membaca kecintaan dan kesetiaan seorang anak kader tinggi bernama Tatiana Lukman ini. Saya sudah bosan mendengar keluhan dan penolakan beberapa keluarga kader PKI yang kemudian menolak, hingga membenci orang tua mereka dan bahkan hingga tidak lagi mengakui rang tua mereka yang mereka anggap telah menyebabkan kesengsaraan dan penderitaan mereka yang sesungguhnya kesengsaraan dan pendertiaan itu seluruhnya disebabkan oleh kekejaman suharto dan rezim Orba nya.
Namun Tatiana bersikaap lain, dia bersikap positip terhadap seluruh kerluarga pejuang di mana dia termasuk di dalammya yang semuanya mengalami penderitaan besar termasuk Tatiana sendiri, penderitaan berkepanjangan dan tidak ada taranya sebagai korban kaum Kolonialisme lama hingga selanjutnya diteruskan oleh kaum Kolonialisme Baru yang wakil besarnya di Indonesia adalah suharto dan Rezim Orde Barunya. Menghadapi dan merasakan semua pengorbanan itu, Tatiana tidak sedikitpun punya rasa penyesalan, bahkan bangga dan berjanji untuk meneruskan cita-cita perjuangan revolusioner keluarganya demi kemenaNgan rakyatnya yang masih tertindas dan terhisap hingga saat ini. Inilah semua benang merah seluruh isi buku Tatiana yang sekarang ini.
Tapi sekali lagi, tidak semata demikian dan cuma sedemikian. Tatiana ternyata seorang penulis brilliant. Saya tidak tahu apakah bukunya yang sekarang ini adalah debutnya yang baru muncul. Dan bila ya, sungguh ini sebuah sukses besar. Tatiana menulis dengan gaya seorang penulis novel, matang, menarik dan memperlihatkan mutu bakatnya yang tinggi dalam menulis. Saya tidak akan memberi contoh-contoh bagian-bagian yang menarik dari bukunya ini, bacalah sendiri, nilailah sendiri karena saya tidak bermaksud untuk memberikan panduan kepada pembaca lain. Tapi sebuah kesan enak dan puas tidak mungkin saya simpan sendiri begitu saja sesudah membaca buku Tatiana ini. Umpamanya pengalamannya dengan Pak Sumarsono yang rumahnya dia tumpangi untuk beberapa malam selama berkunjung ke Australia. Diskusi politik antara kader tua dengan segudang pengalaman revolusioner angkatan dua dengan dua macam pembuangan Digul dan Pulau Buru berlangsung selama beberapa malam dengan Pak Sumarsono dan pada malam berikutnya...Tatiana terpaksa meningalkan ruman Pak Sumarsono secara dramatis karena perbedaan pendapat dalam pandangan politik masing-masing. Bacalah sendiri, saya tidak mau mempengaruhi orang lain tapi juga saya punya kesan yang dalam hingga terkejut, bahkan sempat terjadi trauma singkat di otak saya: betapa, betapa, dan sekali lagi betapa kejadian demikian mungkin terjadi meskipun saya sendiri bukan tidak pernah mengalaminya dalam kehidupan politik saya sendiri.Tapi dalam buku ini terjadi pada Tatiana: terusir sebagai perempuan bertubuh kecil, kurus , sendiri, terlempar di benua Australia yang agung itu dari seorang yang juga kaum revolusioner tua dan terkenal secara nasional dan bahkan Internasional. Tapi beruntung, karena Tatiana seorang perempuan cerdas, dinamis, berdiri sendiri dan tegar dalam pendirian. Dia dibantu oleh teman-teman Internasionalnya yang dia temukan di Australia dan atas bantuan mereka berhasil menemukan kuburan neneknya yang memang itulah tujuan utamanya ke Australia yang besar tapi di ujung dunia itu. Membaca buku Tatiana ini asosiasi saya otomatis ke buku "80 Hari Mengelilingi Dunia" yang saya baca di usia sekolaah dasar yang paling mengesankan untuk saya hingga sekarang ini. Saya kagum akan cara dan gaya penulisan Tatiana dan juga menikmati isi yang dia tulis. Mengenal orang dari buku yang dia tulis, sama sekali lain dengan mengenal orang dari cerita-cerita orang lain, apalagi cuma dengar tentang kisah negatifnya. Dan saya kira Tatiana telah mengenalkan dirinya siapa dia dan apa yang dia bisa. Selebihnya terserah pada setiap pembaca. Mengenai saya sendiri saya cuma bisa mengatakan sekali lagi: BRILLIANT!
Satu-satunya cacad dalam buku Tatiana ini (maaf, Tatiana, bukan salahmu) adalah karena dimuatnya sajak Kusni Sulang yang saya anggap bukan perhiasan yang pantas untuk sebuah buku yang begini bagus.
asahan,
penggemar buku-buku.
__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
MARKETPLACE
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment