ASAHAN:
Komentar Sastra(singkat)
Kumpulan Puisi Sutikno WS :"NYANYIAN DALAM KELAM"
Penerbit: ULTIMUS Bandung; Januari 2010
Ketika bung Bilven meminta saya memberikan komentar untuk cover belakang buku ini, saya langsung membaca beberapa sajak dalam att.ment secara sepintas lalu namun perlahan-lahan perhatian saya jadi terpusat dan terus membacanya satu persatu hingga habis. Pengalaman demikian belum pernah saya alami dalam membaca buku puisi kecuali novel-novel dari para pengarang dunia yang sangat terkenal yang biasa saya lalap terus menerus selama beberapa hari hingga tamat, bila buku itu memang menarik dan enak dibaca.
Tapi buku-buku puisi sangat jarang saya baca hingga tamat kecuali jika saya dimintai untuk memberikan kata pengantar atau komentar. Meskipun saya juga penulis puisi tapi sekaligus saya juga pembenci puisi karena suka bikin teka-teki sedangkan saya paling benci teka-teki dalam puisi meskipun juga puisi yang terang benderang tapi tanpa estetika, juga tidak saya sukai.
Namun ketika membaca kumpulan Puisi Sutikno WS, kesan dan selera puisi saya menjadi berubah seketika. Dengan spontan otak saya mengatakan: Ini barulah keindahan sebuah puisi. Terkadang saya membacanya dengan dada terasa sesak, kadang saya tidak bisa menahan keluarnya air mata kekaguman. Mengapa puisi bisa memukau perasaan manusia begitu hebatnya, begitu menggetarkannya. Saya tidak sanggup menjawab pertanyaan saya sendiri, mungkin orang lain yang akan menjawabnya bila juga sempat membaca sajak-sajak Sutikno ini.
Sebagaiman kebiasaan saya, saya kurang suka memberikan contoh-contoh atau petikan panjang dari prosa ataupuh puisi yang saya bicarakan. Saya bukan seorang penulis resensi, bukan seorang essayist tapi mungkin sekedar seorang pengagum dan pencela. Dari bangku sekolah saya mendapat sebutan sebagai kritikus sastra atau filolog, tapi saya belum pernah menulis sebuah kritik sastra yang memadai atau sebuah resensi yang bernilai dan saya tidak merasa rerganggu dan menyibukkan diri untuk mendapat pengakuan demikan dari siapapun dan saya tetap suka mengomentari karya-karya sastra yang saya rasa patut dan menimbulkan hasrat untuk dikomentari karenanya saya mengabaikan semua sistim penulisan dengan menggunakan metode analisa yang berbelit-belit, memamerkan teori-teori sastra yang bertebaran di berbagai buku dan majalah, mengulangkaji criteria sastra klassik maupun moderen, kebiasaan demikian tidak akan saya lakukan. Saya lebih suka mengajak banyak orang yang awam maupun yang ahli untuk memberikan komentar sastra tanpa dibebani oleh otoriter intelektuil atau terhalang karena bukan pakar professional. Sastra itu sederhana: indah, kurang indah, atau jelek atau sangat jelek. Sudah tentu sastra juga bisa didalami, diselami dan diteliti dan itu kewajiban para pakar sastra yang orang awam sebaiknya tidak terlalu banyak campur tangan agar tidak tergelincir ke dalam awamisme dalam sastra. Jadi di seginya yang lain, sastra itu memang ada ilmunya, yaitu ilmu sastra yang bisa dipelajari di Universitas maupun di luar Universitas.
Kembali ke kumpulan puisi Sutikna WS. Membaca kumpulan puisi Sutikno, serasa menikmati sebuah symphoni puisi: kaya irama, melodius tapi juga membawa arus tragis, getir dalam aliran keindahan puisi dan ungkapan atau kalimat-kalimat puitis yang menggetarkan, memabukkan dan sekaligus membikin waras kembali. Saya menjumpai banyak sekali pelukisan alam beserta isinya seperti bunga-bunga beraneka warna, di mana terdapat juga warna "ungu" yang begitu sedap terletak pada tempatnya yang menambah selera puitis secara amat berkesan. Sutikno menurut saya adalah juga seorang pelukis yang menggunakan kata dan terciptalah sebuah lukisan alam dan hati manusia yang berirama yang terkadang gemuruh, terkadang sayu, terkadang merayu, terkadang mengiris nurani yang menimbulkan derita nikmat pada pembacanya. Sitikno tidak menawarkan sedu sedan pada pembacanya meskipun nasib manusia yang terampas kebebasannya dan tidak berdaya hampir beserakan di seluruh sajak-sajaknya. Tidak ada dendam yang ber-api-api tapi juga tidak ada maksud untuk mengubur dendam yang tak terbalas itu bagi membebaskan diri dari ketidak berdayaan. Tapi toh, kalau dendam yang ber-api-api itu tidak ingin diluapkan, namun sesungguhnya ia terbungkus baik, terbungkus rapi dan begitu etisnya cuma dalam beberpa kata: SETIA PADA CITA-CITA dan tanpa penyesalan. Dan itulah sesungguhnya benang merah besar pesan Sutikno dalam puisi-puisinya. Tanpa sebuah makian terhadap musuh tapi juga tanpa secuil penyesalan terhadap penderitaan dan siksaan dalam penjara. Puisi-puisi Sutikno tidak pernah menghapus hari depan yang pernah dicita-citakan semula olehnya dan rakyatnya tanpa terdapat satu kata yang banal atau teriakan histeris dan memang di sini juga terletak kekuatan puisi-puisi Sutikno dan dia secara alamiah atau begitu saja membedakan dirinya dari puisi-puisi sebagian dari penyair Lekra sebelumnya (jaman sebelum dibabat). Saya ambil satu contoh sajak yang tidak saya kutip di sini tapi hanya memberikan judulnya saja: KUBURAN DI ATAS BUKUT. Dalam sajak ini antara alam, warna, drama dan kepiluan menjadi satu dan berpadu begitu indahnya, begitu mempesona yang mungkin diciptakan seorang penyair genial seperti Sutikno. Saya teringat akan sajak-sajak Lermontov yang sangat saya sukai.
Membicarkan atau mengomentari puisi-puisi Sutiknao bagi saya tidak akan habis-habisnya. Tapi saya tidak akan lebih berpanjang-panjang dan mengahiri komentar ini dengan kata penutup: Kumpulan pusi Sutikno WS "NYANIAN DALAM KELAM" adalah sebuah kumpulan puisi yang sukses dan nikmat untuk dibaca, patut dimiliki setiap orang terutama penggemar sastra teristimewanya puisi, tidak pandang ideologi apa yang dimiliki seseorang, anti Lekra maupun penggemar Lekra. Dan siapapun Sutikno, dia telah mempersembahkan hati dan kata dalam bentuk puisi kepada setiap orang. Dan itu untuk saya, luar biasa indahnya.
Hoofddorp, 16 Desember 2009
asahan.
Penggemar sastra.
__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
MARKETPLACE
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment