Asahan:
Buku SYARKAWI MANAP "KISAH PERJALANAN"
Ultimus Bandung; 2009; 303 halaman; 14,5x21cm; 336 gram.
Penulis Syarkawi Manap atau izinkanlah saya menyebutnya sebagai bung Manap saja, adalah seorang penulis yang barangkali lebih kurang terkenal dibandingkan dengan umpamanya Putu Oka Sukanta, Martin Aleida bahkan hingga Sobron Aidit para pengarang dedengkot Lekra masa lalu.Tapi setelah saya membaca buku yang sekarang akan dibicarakan, yang ditulis oleh Syarkawi Manap, menurut saya inilah master yang sesungguhnya. Saya membacanya dengan rasa puas, mendapatkan kenikmatan bahkan saya harus memilih dalam menilai buku ini: atau karya sastra yang bernilai sejarah, atau buku sejarah yang bernilai sastra. Cukup lama saya berpikir-pikir lalu saya pilih keduanya. Untuk itu saya punya cukup alasan karena bung Manap telah memenuhi harapan pembacanya dengan apa yang dia tulis, dia ceritakan, dengan pemikirannya, imajinasinya yang dia ungkapkan secara amat menarik bahkan terkadang sangat mengasikkan tapi juga sering terkesan apa adanya, benar adanya dan pembaca sangat senang mengetahuinya. Saya pernah mengatakan, bung Manap punya gaya tersendiri dalam menulis yang antara lain kelancarannya dalam bercerita, pandai menahan diri, sering-sering juga "nuchter", dan pandai membuat ketegangan yang kecil-kecil yang membuat pembaca tidak mau meletakkan bukuya dari genggaman dan ingin terus duduk membacanya. Karena itu saya katakan bung Manap seorang master dalam menuliskan cerita-ceritanya, mempunyai bakat alam dalam memberikan bumbu-bumbu sastra dalam kata-kata maupun kalimat-kalimatnya. Dalam kumpulan cerpennya DI PENGASINGAN , salah satu cerpennya yang di muat pada halaman-halaman pertama yang berjudul KACUNG TENTARA yang hanya sepanjang empat halaman atau dua lembar dengan tema yang sangat sederhana tapi dalam sekejap saya teringat akan gaya Anton Pavlovich Chekhov seorang master dunia dalam bidang cerpen dan novel serta drama. Dalam cerpen ini saya melihat bakat bercerita Syarkawi Manap yang berbinar-binar, saya sangat terpesona.
Karenanya saya tidak banyak ambil pusing buku bung Manap ini akan dikategorikan sebagai novel atau catatan perjalananm atau semi otobiogarafi atau essay atau mungkin cerpen bersambung dsb, dsb, semua itu tidak penting bagi saya karena sebuah tulisaan atau buku yang berhasil tidak terikat dengan nama apa yang diberikan padanya.
Dulu (apakah sekarang masih?) , di kalangan kaum "dilarang pulang"(istilah saya sendiri karena saya tidak suka menggunakan istilahnya Gus Dur yang menyebut "Kaum kelayaban"atau sering-sering juga disebut "kaum terhalang pulang") yang saya anggap semua penamaan itu tidak sesuai dengan kenyataan dan juga mengandung penghinaan terselubung, setiap mempublikasi tulisan yang dianggap "membuka rahasia Partai"kegiataan kaum dilarang pulang, adalah tindakan melanggar disiplin Partai (PKI). Tapi Sudisman sebagai peminpin tinggi PKI di dalam Mahmilub keraajaan Suharto telah mengarang "rahasia PKI" yang katanya para pemimpin tingginya terlibat dan bertanggung jawab atas peristiwa 30S65 yang asli bikinan suharto. Bung Manap telah bercerita bermacam kegiatan yang dilakukannya atas tugas yang diberikan oleh apa yang dinamakan "Delegasi Partai Luar Negeri PKI".Bung Manap telah menceritakan bagaiman dia telah melakukan tugas-tugasnya bersama kawan-kawannya yang lain dengan benar, apa adanya dan jujur. Dan hal inilah yang saya maksudkan juga sebagai buku sejarah tapi bernilai sastra. Untunglah bung Manap juga telah menuliskannya dengan apa adanya, memang demikianlah keadaannya, dan kalau semua kegiatan itu disembunyikan sebagai barang gelap yang tidak akan diketahui generasi selanjutnya dan turut menjadi SEJARAH YANG DIGELAPKAN, sunguh sebuah kerugian besar bahkan sebuah korupsi politik, korupsi sejarah, korupsi ideologi yang tidak kurang jahatnya dengan korupsi dalam bank Century saat ini, yang itu semua, bila dilakukan hanyalah mengabdi demi menyimpan rahasia yang paling buruk dari para "Pimpinan Delegasi PKI di Luar Negeri" masa lalu yang telah melakukan politik avonturisme tidak bertanggung jawab terhadap semua anggota PKI dibawah kekuasaan dan tiraninya. Bung Manap adalah salah satu korban selamat dari ratusan dan mungkin juga ribuan korban lainnya yang tidak selamat maupun setengah selamat: gila, kecelakaan, cacad, bunuh diri dan penyakit dll. Dan bung Manap menuliskannya dengan sangat bagus, menarik dan enak serta mudah dibaca. Karena alasan ini juga saya menilanya sebagai karya sastra yang bernilai sejarah. Apakah saya subyektif dan berlebihan? Saya tidak pernah mengenal bung Manap, tidak pernah ketemu orangnya dan hanya mengenal tulisan-tulisannya yang saya ikuti sejak dua tahun lalu di Internet. Tanpa kesombongan sedikitpun saya tetap mengatakan , saya tidak subyektif, tidak berlebihan tapi mengatakan berdasarkan apa yang saya baca dari tulisan bung Manap sendiri dan saya juga tidak pernah membaca komentar orang orang lain yang agak panjang tentang tulisan-tulisan bung Manap.
Saya tidak tahu apakah di Indonesia sudah ada tokoh penulis kiri yang telah mengomentari buku bung Manap ini. Bila sudah ada saya sungguh gembira apalagi bila memberikan komentar positif. Tapi bila belum ada saya juga kecewa dan bahkan lebih dari itu. Timbul dalam pikiran ini: apakah kalian, wahai para penulis kiri, cuma asik mencumbui para pengarang muda dan sexy saja dengan jalan bikin kumpulan bersama yang juga ternyata tidak laku. Sedangkan karya teman sendiri(kalau masih ada perasaan sekawan tentunya) dianggap tulisan sampah. Sampai di sini saya masih ingat ketika Sobron (almarhum) dalam acara bedah bukunya di Jakarta yang juga dikerumuni oleh teman-teman pengarang seangkatannya dan Sobron cuma mendapatkan resensi oral(lisan) sbb: "Pertemuan kangen-kangenan". Tidak lebih dari itu. Betapa pilunya hati Sobron yang juga sudah mengeluarkan semua duitnya untuk pertemuan itu. Karyanya tidak dihargai sepeserpun bahkan oleh teman-teman pengarang seangkatannya sendiri. Tapi baiklah, saya tetap berpendirian seperti bintang film Belanda super sexy Tatiana Simic yang mengatakan:
"Tidak ada kewajiban bagi orang lain untuk harus menghargai, mengagumi, menghormati dan memberikan kepedulian kepada kita...". Kalau kata-kata Tatiana ini sudah saya temukan sebelum Sobron meninggal tentu dia tidak akan membawa kepiluannya hingga ke lubang kubur (meskipun dia dikremasi),
Singkat kata, izinkanlah saya menganjurkan pada semua teman-teman: bacalah buku KISAH PERJALANAN karya Syarkawi Manap ini. Semua orang boleh memaki saya bila tidak merasa puas, tapi saya sangat yakin perasaan saya juga sama dengan perasaan teman-teman bila membaca buku bung Manap ini. Dan khususunya bagi teman-teman yang termasuk kaum dilarang pulang, inilah sejarah kita semua korban langsung politik avonturis kaum Oporkaki (Oportunis kanan-kiri PKI) yang pernah menamakan dirinya sebagai "Pimpinan Delegasi PKI di luar Negeri" yang berkedudukan di Peking yang sejak tahun 1985 telah membubarkan diri untuk melepaskan semua tanggung jawabnya yang tidak bertanggung jawab itu tapi mereka semua telah dicatat sejarah dan akan masih dibongkar terus semua politik avonturis mereka untuk diabadikan dan dijadikan pelajaran generasi selanjutnya. Saya dengan bagga hati mengharapkan master-master berikutnya yang menyusul bung Manap dalam menulis apa saja. Bakat besar itu tidak jarang baru ditemukan ketika seseorang sudah berusia lanjut.
Asahan.
filolog.
No comments:
Post a Comment