Saturday, April 3, 2010

[ac-i] SASTRAWAN DAN PENYAIR JUGA HARUS PANDAI BERPERANG

 

ASAHAN:
 
 
                 "NHA VAN, NHA THO CUNG PHAI BIET XUONG PHONG"
             (Sastrawan dan penyair juga harus pandai menyerang=berperang)
 
Semboyan ini saya ambil dari periode perang Vietnam melawaan agresi militer Amerika Serikat pada tahun-tahun enampuluhan hingga tujuh puluhan. Selama periode perang perlawanan ini, seni suara dan seni sastra  terutamanya berkembang sangat cepat dan gegap gempita. Saat itu ada sebuah semboyan yang lain lagi yang sangat populer di waktu itu: "Suara nyanyian mengalahkan suara bom". Dan itu bukan sekedar semboyan tapi  memang suara nyanyian atau seni suara bisa dinikmati setiap saat di seling seling suara ledakan bom sehari-hari. Berlahiran lagu revolusioner romantik yang turut pula menyemangati rakyat yang berjuang di medan perang maupun di bidang produksi, ekonomi dan kebudayaan pada umumnya. Banyak nama-nama para komponis terkenal seperti Hoang Van dll, yang menciptakan lagu-lagu populer revolusioner yang sangat indah dan sangat populer di kalangan rakyat, dinyanyikan oleh rakyat dan dihafal luar kepala, di mana saja, di pertemuan-pertemua gembira, di kesatuan-kesatuan gerilya bersenjata  , penyambutan tamu asing dll.
 
Di bidang sastra, salah satu yang paling menonjol, umpamanya seorang penyair nasional Vietnam To Huu yang juga adalah anggota CC Partai Buruh Vietnam(Partai yang berkuasa saat itu). Di bidang Prosa umpamanya muncul sebuah buku yang menceritakan pengalaman perang melawan Perancis yang ditulis oleh seorang kader dengan bukunya yang berjudul "BAT KHUAT" (Pantang Menyerah) oleh Nguyen duc Thuan dan masih banyak para sastrawan, seniman dan penyair lainnya yang bermunculan seperti jamur di musim hunjan. Semua mereka mengabdi usaha perang melawan agresi agresi militer Amerika Serikat dengan kemampuan dan bakat mereka masing-masing yang juga merupakan peluru-peluru dan bom semangat revolusioner yang dirasakan dan dinikmati seluruh rakyat Vietnam ketika itu.
 
Akan tetapi para sastrawan dan seniman Vietnam tidak hanya semata mengarang dan mencipta di ruang kamarnya masing-masing. Mereka juga punya kewajiban yang sama dengan setiap warga Vietnam lainnya di hadapan perang perlawanan menghancurkan dan mengalahkan agresi militer Amerika Serikat. Setiap seniman dan sastrwana yang punya kesehatan relatif baik dan usia yang belum tua, mereka pun dikirm ke medan perang untuk sambil mencipta dan juga berperang melawan musuh seperti tiap prajurit tentara Pembebasan maupun tentara reguler Pemerintah Vietnm Utara. Semuanya mendapat giliran dan mendapat latihan perang betapapun misalnya seorang sastrawan atau komponis itu terkenalnya. Nama besar di bidang apapun tidak dikecualikan dari kewajiban membela negara dan rakyat, semuanya harus pandai berperang, mendapat latihan perang dan terjun ke medan perang memenuhi tugas mulia Partai dan bangsa bagi membela dan menyelamatkan tanah air dan sama sekali bukan untuk dijadikan umpan peluru musuh karena di hadapan musuh, dari seorang Presiden negeri hingga rakyat kecil adalah sasaran peluru dan bom musuh, tanpa kecuali, di manapun dan kapanpun, mempunyai kemungkinan yang sama sebagai korban ataupun selamat. Tidak ada sejengkal tanahpun yang aman dari intaian dan sasaran peluru musuh.
 
Tapi sudah tentu ada kejadian di mana seorang seniman atau sastrawan yang menolak untuk dikirm ke medan  perang di Vietnam Selatan. Sangat tidak banyak dan sangat jarang, tapi juga tetap ada. Tidak ada paksaan  bagi yang menolak dan tidak ada sangsi hukuman . Tapi umpamanya, pernah terjadi dengan seorang komponis yang sangat terkenal di seluruh Vietnam dan banyak menciptakan lagu-lagu revolusioner romantik yang mendapat kepopuleran yang luar biasa di kalangan rakyat. Komponis yang menolak itu tidak mendapat tindakan disiplin apapun dan tetap melakukan pekerjaannya sebagi komponis. Tapi cerita-cerita tentang penolakannya sebagai wajib militer ke medan perang, menyebar dari mulut ke mulut  hingga ahirnya ke seluruh negeri. Dan itulah hukuman yang mungkin paling berat yang diterimanya sebagai penolak wajib militer tanpa hukuman. Komponis itu ahirnya sudah tidak mungkin lagi menciptakan lagu-lagu baru karena perjuangan moral revolusioner di dalam dirinya dan ahirnya dia dengan sukarela memenuhi panggilan ke medan perang. Tentu Partai mengatur dan memberlakukan kebijaksanaan luwes bagi seorang komponis yang begitu terkenal dalam menugaskannya ke front perang yang tidak begitu gawat dan berbahaya. Dan komponis itu berhasil melakukan masa tugasnya di medan perang tanpa segores lukapun dan ketika kembali ke garis belakang, ke ibu kota Hanoi sebagai tempat kediamannya, ia lebih banyak mencipta dan melahirkan ciptaan barunya yang lebih indah dan lebih disenangi rakyat seluruh negeri.
 
Semboyan di kala perang "Sastrawan dan penyair, juga harus pandai menyerang"(berperang) sudah menjadi praktek sehari-hari di kalangan seniman dan sastrawan Vietnam dalam periode  perang Vietnam di masa lalu. Dan  memang tidak ada golongan istimewa dalam situasi perang membela dan mempertahankan kemerdekaan. Pihak Barat menuduh dan memfitnah negeri-negeri yang memberlakukan Kediktaturan Demokrasi Rakyat maupun Kediktaturan Proletariat sebagai negeri diktator seperti Stalin dan Hitler. Tuduhan klassiek itu masih diberlakukan oleh mereka hingga sekarang yang diikuti kaum reaksioner dalam negeri masing-masing dan juga penganut ideologi Sosial Demokrat yang telah begitu berat dan parah kecanduan demokrasi Barat yang mereka cicipi setetes demi setetes. Mereka menggambarkan Diktatur Proletar sebagai monster, kejam tiada taranya yang dalam praktek sama sekali berlainan dengan kenyataan dan para pendengarnya yang latah tidak punya pengetahuan tentang Diktatur Proletariat lalu membikin teori-teori absurd, kekanak-kanakan, super naif dan terkadang tidak menyadari bahwa dirinya telah hanyut ke arus kontrarevolusioner melawan ideologi revolusioner rakyat yang akan maupun yang sedang bangkit. Mereka tidak mengerti Sosialisme karena mereka tidak pernah tinggal dan hidup di negeri-negeri Sosialis. Atau mereka pernah tinggal dan hidup di negeri-negeri Sosialis, tapi setelah keruntuhan Tembok Berlin, maka ideologi mereka juga turut runtuh dan merosot secara dramatis dan dengan serta merta  mencela, mengkritik serta mengharamkan Sosialisme, sinis terhadap Sosialisme dan revolusi dan lalu mempropagandakan kehidupan gaya Eropah Barat yang mereka anggap rakyatnya telah hidup di sorga dan itulah yang harus ditiru dan diikuti sambil menghancurkan iedeologi revolusi dan mempropagandakan secara besar-besaran "perjuangan Parlementer"yang paling digandrungi Partai Sosial Demokrat dan akan membiarkan rakyat hidup merana dalam kemiskinan, ketidak bebasan dan penindasan borjuasi dan kapitalis untuk selama-lamarnya sambil setiap saat manakut-nakuti rakyat akan bahaya dan kejamnya revolusi dan turut-turut menyingkirkan Marxisme-Leninisme seperti yang dilakukan oleh musuh rakyat. Semua mereka adalah kaum kontrarevolusioner yang berjubah Sosdem dan menggunakan kata dan pena untuk berbohong, menipu dan menghancurkan semangat rakyat agar tidak berjuang melawan musuh dan hanya menjadi budak belian kaum penguasa reaksioner penerus Orba sambil memaksa rakyat sibuk bikin korsi-kosri Parlemen untuk kejayaan dan kekayaan mereka untuk selama-lamanya.
 
 Semboyan: "Sastrawan dan penyair, juga harus pandai berperang" perlu dihidupkan sebagai: "Sastrawan dan penyair, juga harus merevolusikan dirinya dan melawan kaum kontra revolusioner". Di sekitar dirinya maupun   yang jauh di sana. Dan ideologi Sosdem harus dilawan dan dipatahkan sejak saat ini juga. Perangi jalan Parlemen secara tegas tanpa kompromi dan kembali ke jalan revolusi kekerasan bersenjata untuk merebut kekuasaan ke tangan rakyat dan menuju Sosialisme. Jalan lain adalah jalan kontrarevolusioner, jalan melawan dan membunuh rakyat.
ASAHAN.

__._,_.___
Recent Activity:
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment