YM: radityo_dj
Twitter: @mediacare
----- Original Message -----From: Adib HidayatTo: lesehanmusik ; lesehan-musikSent: Thursday, May 27, 2010 12:35 AMSubject: [media-jakarta] CHARITY TRIBUTE TO ISMAIL MARZUKI // 30 MEI 2010 // HARD ROCK CAFE JAKARTA
CHARITY TRIBUTE TO ISMAIL MARZUKI
Beberapa waktu lalu tersebar berita melalui sms, messenger, e-mail maupun media jejaring sosial seperti facebook dan twitter mengenai nasib Ibu Rachmi Aziah putri dari pahlawan nasional kita Ismail Marzuki yang saat ini diusianya 60 tahun dalam keadaan kurang baik, terlilit hutang dan tidak mempunyai rumah tetap untuk tinggal.
Sangat disayangkan hal ini terjadi pada keturunan dari pahlawan bangsa kita yang telah banyak berjasa pada bangsa ini. Sekedar mengingatkan sosok sang komponis dan maestro musik legendaris Ismail Marzuki yang akrab disapa 'MAING' kelahiran Kwitang, Jakarta Pusat 11 Mei 1914 yang tutup usia pada 25 Mei 1958 ini telah menelurkan sekitar 250 lagu yang antara lain adalah Juwita Malam, Selendang Sutra, Sepasang Mata Bola, Gugur Bunga, Rayuan Pulau Kelapa, Sabda Alam, dan lain lain
Hal ini menggugah hati sekumpulan generasi muda yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Indonesia yang diprakarsai antara lain oleh Tongclay Siahaan, Yani Singgih, Paulus Panggabean, dan beberapa rekan lainnya, mereka sepakat untuk mengadakan malam penggalangan dana untuk Pahlawan Bangsa Ismail Marzuki, dengan tema:Tribute to Ismail MarzukiHard Rock Café Jakarta30 Mei 2010Pukul 20.00Di dukung oleh para musisi & seniman:Project popMike MohedeJimmuLatinkaReza 'The Groove'Lita ZenIsoEddyKrishnaRAmaJikunAndre HehanusaSaykojiRWST-FiveArlan Djoe
Persiapan tim Masyarakat Peduli Indonesia yang hanya 10 hari untuk mengadakan malam penggalangan dana ini antara lain dengan datangnya 2 orang perwakilan yaitu Tongclay dan Yani Singgih langsung ke kediaman Ibu Rachmi Ismail Marzuki di Sawangan-Depok, Jumat, 21 Mei 2010 lalu untuk bersilaturahmi dan melihat kondisi beliau.
Melalui obrolan santai dan ringan Ibu Rachmi sosok ibu yang tetap terlihat tegar ini bercerita dan memberikan banyak sekali informasi mengenai Ismail Marzuki sang komponis yang menguasai alat musik piano, biola, saxophone dan accordion.
Selain bermusik, Ismail Marzuki memberikan les bahasa Inggris, Belanda, Perancis dan Jerman untuk menafkahi keluarganya. Sang istri, Eulis Zuraida juga berjualan gado gado untuk membantu menambah penghasilan suaminya.
Selain menciptakan lagu lagu perjuangan, menurut Ibu Rachmi, hampir semua lagu yg diciptakan oleh Ismail Marzuki diciptakan untuk sang istri sebagai tanda cintanya yang besar kepada sang istri.
Sang maestro mempunyai kebiasaan menciptakan lagu didalam kamar dengan ditemani kopi dan makanan kecil buatan istrinya, mungkin ini bukan hal yang istimewa, namun sepertinya tidak banyak yang tahu bahwa sang istri adalah mantan seorang penyanyi sehingga pada saat Ismail Marzuki selesai menciptakan lagu, Ia akan memanggil sang istri untuk mendendangkan lagu lagu ciptaannya untuk kemudian disempurnakan menjadi sebuah karya yang akhirnya banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Diakhir pekan, Ismail Marzuki yang senang sekali mengenakan baju berwarna putih itu, sering mengajak anak semata wayangnya itu jalan jalan ke Pasar Ikan atau beliau hanya masak di rumah menghabiskan akhir pekannya. Masakan Ismail Marzuki yang terkenal sangat enak adalah Sayur Asem.
Beberapa lagu Ismail Marzuki di bawah ini mempunyai latar belakang dan cerita yang masih diingat oleh Ibu Rachmi, antara lain:
- Sampul Surat: terinspirasi dari datangnya surat dari mantan kekasih istri Ismail Marzuki yang tidak disetujui oleh orang tua sang istri. Sepuluh tahun setelah Ismail Marzuki dan Eulis Zuraida menikah datang sebuah surat tanpa isi ke rumah mereka di Kampung Bali, Jakarta Pusat. Maka lahirlah lagu dengan judul Sampul Surat karena surat tersebut tidak ada isinya, hanya kertas tanpa tulisan.
- Juwita Malam: lagu yang diciptakan sebagai puja puji untuk istri tercinta.
- Bunga Anggrek : diciptakan dua versi dalam bahasa Indonesia & Belanda
- Pasar Gambir: lagu ini tercipta dari kebiasaan Ismail Marzuki mengajak anaknya main sepeda ke Lapangan Ikada (sekarang Monas) setiap hari Minggu. Banyak ide yang timbul pada saat Ismail Marzuki sedang berjalanan jalan yang akhirnya menjadi sebuah lagu.
- Kasih Putus Di Tengah jalan: adalah lagu terakhir ciptaan Ismail Marzuki. Saat pertama kali mendengar lagu tersebut, sang istri berkata," Kok lagunya begini sih, nanti jij tinggalin ik lagi." Beberapa bulan setelah itu, Ismail Marzuki meninggal dunia.
Kata kata Ismail Marzuki yang paling berkesan untuk Ibu Rachmi anak semata wayangnya tersebut sebelum meninggal, "Jangan main jauh jauh, temenin Uu." (panggilan sayang untuk istrinya ibu Eulis Zuraida). Sedangkan Ibu Rachmi memanggil Ismail Marzuki dengan sebutan Aa. Sebelum meninggal, Ismail Marzuki juga berpesan kepada istrinya agar anaknya Rachmi tidak mengikuti jejaknya sebagai musisi.
Pada pemakaman Ismail Marzuki, Bing Slamet menyanyikan salah 1 lagu.
ciptaan Ismail Marzuki. Sayang Ibu Rachmi tidak ingat judul lagunya.
Setelah berpuluh puluh tahun Ismail Marzuki tiada, Taman Ismail marzuki yang kala itu diwakili oleh Bapak Suparmo pernah menjanjikan, jika Ibu Rachmi menyerahkan beberapa barang dan alat musik peninggalan Ismail Marzuki untuk diletakkan di salah 1 ruangan di TIM, maka Ibu Rachmi akan diberikan rumah sebagai tanda penghargaan kepada Ismail Marzuki, namun sampai saat ini hal tersebut belum terwujud.
Keturunan dari Ismail Marzuki adalah seorang putri, 4 orang cucu dan 8 orang cicit.
Semoga kegiatan positif yang diselenggarakan oleh Masyarakat Peduli Indonesia ini dapat menjadikan generasi muda untuk tetap mengingat dan menghargai jasa para pahlawan bangsa dan membuat generasi generasi selanjutnya tetap mengingat karya maupun jasa para pahlawan.
Masyarakat Peduli IndonesiaJL. Limo No. 2 Senopati. Jakarta 12110[021] 526. 5032
--
Sent from my iPhone
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
No comments:
Post a Comment