Radar Bojonegoro-Jawa Pos Grup Di Balik Keelokan Gua Akbar Tuban
[ Kamis, 26 Agustus 2010 ]
Dulu Angker, Sekarang Jadi Idola Wisatawan
Tuban memiliki banyak gua. Namun, sedikit yang seelok Gua Akbar. Gua yang dulu dijadikan tempat pembuangan sampah tersebut sekarang menjadi tempat wisata yang memikat.
DWI SETIYAWAN, Tuban
---
GUA Akbar terletak di tengah Kota Tuban, berjarak sekitar 600 meter (m) dari Terminal Wisata Kebonsari. Lokasi gua ini persis di bawah Pasar Baru Tuban. Sebelum dibangun Bupati Tuban H. Hindarto sekitar 13 tahun lalu, gua ini dulunya hanya sebuah lubang besar di perut bumi yang dijadikan tempat pembuangan sampah dan buang air besar.
Gua ini memiliki stalaktit dan stalakmit. Itu terlihat seluruh ujung bebatuan gua yang masih meneteskan angin. Keasrian lain dari gua ini munculnya sumber air di sejumlah lantai. Sumber air inilah membentuk telaga-telaga kecil yang dihuni ikan hias.
''Tapi waktu itu (sebelum dibersihkan dan dibangun seperti sekarang ini), keadaan gua masih terlihat angker dan menakutkan. Kendati demikian, tempatnya cukup bersih,'' ujar Mbah Rohman, 74, warga sekitar.
Sekarang, Gua Akbar dijadikan satu paket wisata dengan makam Sunan Bonang yang hanya berjarak sekitar 1,5 km dan Pemandian Bektiharjo sekitar 3,5 km. ''Setelah ziarah dari makam Sunan Bonang, kami menyempatkan melihat kebesaran Gua Akbar,'' tutur Nana Suharna, yang mengaku datang dari Cianjur, Jawa Barat.
Menurut Rohman, gua mulai rusak ketika Pasar Baru Tuban mulai dibangun dan daerah sekitar mulai ditempati pendatang liar. Sampah pun mulai menggunung dan banyak lalat berdatangan. ''Pedagang memanfaatkannya sebagai tempat pembuangan sampah, sementara warga menggunakannya sebagai tempat pembuangan hajat,'' tuturnya.
Untung, lanjut dia, saat itu pemkab setempat cepat merespons dengan menjadikan Gua Akbar menjadi tempat wisata seperti yang terlihat sekarang ini. Sebelum dijadikan salah satu obyek wisata, imbuh Rohman, mulut goa tertutup sampah, penuh semak belukar serta banyak ditumbuhi entong-entong (sejenis kaktus). ''Pokoknya saat itu terkenal angker,'' katanya seraya membayangkan kondisi saat itu.
Meski tidak ada referensi sejarah yang mengupas, Gua Akbar dikaitkan warga Tuban dengan kerajaan Mataram. Konon, ketika tentara kerajaan Mataram hendak menyerbu Mojopahit, gua ini dijadikan markas pasukan Mataram. ''Begitulah cerita tutur dari mbah-mbah saya dulu,'' kata Karjan, 75, warga Dusun Tegalombo, Desa Semanding, Kecamatan Semanding.
Salah satu bukti gua ini pernah dijadikan markas tentara kerajaan adalah ditemukannya tulang-tulang manusia dan piranti perang ketika gua tersebut digali. Pemanfaatan Gua Akbar berlanjut ketika agama Islam berkembang di pesisir utara Pulau Jawa. Seperti disebutkan Sutarno, salah seorang yang suka menelusuri tempat bersejarah di wilayah Tuban dan sekitarnya. Gua Akbar ketika itu, menurut dia, menjadi sarang Berandal Lokajoyo berikut pengikutnya. Berandal tersebut termasuk salah satu berandal yang paling ditakuti dan sudah punya nama di tanah Jawa ini. (*/yan)
DWI SETIYAWAN, Tuban
---
GUA Akbar terletak di tengah Kota Tuban, berjarak sekitar 600 meter (m) dari Terminal Wisata Kebonsari. Lokasi gua ini persis di bawah Pasar Baru Tuban. Sebelum dibangun Bupati Tuban H. Hindarto sekitar 13 tahun lalu, gua ini dulunya hanya sebuah lubang besar di perut bumi yang dijadikan tempat pembuangan sampah dan buang air besar.
Gua ini memiliki stalaktit dan stalakmit. Itu terlihat seluruh ujung bebatuan gua yang masih meneteskan angin. Keasrian lain dari gua ini munculnya sumber air di sejumlah lantai. Sumber air inilah membentuk telaga-telaga kecil yang dihuni ikan hias.
''Tapi waktu itu (sebelum dibersihkan dan dibangun seperti sekarang ini), keadaan gua masih terlihat angker dan menakutkan. Kendati demikian, tempatnya cukup bersih,'' ujar Mbah Rohman, 74, warga sekitar.
Sekarang, Gua Akbar dijadikan satu paket wisata dengan makam Sunan Bonang yang hanya berjarak sekitar 1,5 km dan Pemandian Bektiharjo sekitar 3,5 km. ''Setelah ziarah dari makam Sunan Bonang, kami menyempatkan melihat kebesaran Gua Akbar,'' tutur Nana Suharna, yang mengaku datang dari Cianjur, Jawa Barat.
Menurut Rohman, gua mulai rusak ketika Pasar Baru Tuban mulai dibangun dan daerah sekitar mulai ditempati pendatang liar. Sampah pun mulai menggunung dan banyak lalat berdatangan. ''Pedagang memanfaatkannya sebagai tempat pembuangan sampah, sementara warga menggunakannya sebagai tempat pembuangan hajat,'' tuturnya.
Untung, lanjut dia, saat itu pemkab setempat cepat merespons dengan menjadikan Gua Akbar menjadi tempat wisata seperti yang terlihat sekarang ini. Sebelum dijadikan salah satu obyek wisata, imbuh Rohman, mulut goa tertutup sampah, penuh semak belukar serta banyak ditumbuhi entong-entong (sejenis kaktus). ''Pokoknya saat itu terkenal angker,'' katanya seraya membayangkan kondisi saat itu.
Meski tidak ada referensi sejarah yang mengupas, Gua Akbar dikaitkan warga Tuban dengan kerajaan Mataram. Konon, ketika tentara kerajaan Mataram hendak menyerbu Mojopahit, gua ini dijadikan markas pasukan Mataram. ''Begitulah cerita tutur dari mbah-mbah saya dulu,'' kata Karjan, 75, warga Dusun Tegalombo, Desa Semanding, Kecamatan Semanding.
Salah satu bukti gua ini pernah dijadikan markas tentara kerajaan adalah ditemukannya tulang-tulang manusia dan piranti perang ketika gua tersebut digali. Pemanfaatan Gua Akbar berlanjut ketika agama Islam berkembang di pesisir utara Pulau Jawa. Seperti disebutkan Sutarno, salah seorang yang suka menelusuri tempat bersejarah di wilayah Tuban dan sekitarnya. Gua Akbar ketika itu, menurut dia, menjadi sarang Berandal Lokajoyo berikut pengikutnya. Berandal tersebut termasuk salah satu berandal yang paling ditakuti dan sudah punya nama di tanah Jawa ini. (*/yan)
HALAMAN KEMARIN
__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
MARKETPLACE
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment