----- Original Message -----
Sent: Saturday, October 02, 2010 6:53 PM
Subject: Fw: #sastra-pembebasan# GERAKAN MELAWAN LUPA
Menganjurkan dan juga meninggalkan pesan agar generasi muda Indonesia selalu belajar dan banyak membaca adalah anjuran dan pesan yang baik. Lenin-pun pernah meninggalkan pesan dan anjurannya yang sangat terkenal: Belajar, belajar, sekali lagi belajar!. Tapi ketika itu rakyat Rusia tidak semata masih dianjurkan belajar tapi juga masih sedang berbuat sesuatu yang lain dan besar yaitu ,membela negara sosialisme mereka yang masih muda dari kepungan dan sabotase serta terror kaum borjuis kapitalis yang masih tersisia di dalam negeri maupun yang dari luar negeri, membela dan mempertahankan kediktaturan Proletariat yang selalu menjadi sasaran musuh, celaan musuh, fitnahan musuh serta sasaran gempuran musuh.
Di Belanda ada seorang kader tua bekas calon intelektuil "revolusioner" yang punya hobby istimewa: mengumpulkan orang-orang muda dan mahasiswa di rumahnya untuk bikin "ceramah-ceramah" sambil makan-makan enak dan semua yang diceramahkan dan didiskusikan tidak ada hubungannya dengan usaha pembebasan atau membangkitkan semangat revolusioner diri sendiri dan rakyat Indonesia. Para pemuda dan mahasiswa cuma dininabobokkan dengan ceramah-ceramah atau diskusi intelektuil dan bukannya dianjurkan dan diarahkan menjadi pemuda generasi muda intelektuil yang mengabdi usaha pembebasan rakyat, usaha revolusi dan cita-cita sosialisme. Para pemuda dan mahasiswa bahkan cuma diarahkan supaya berlomba-lomba belajar untuk jadi pegawai tinggi, anggota Parleman atau semua jabatan tinggi dan enak untuk kebahagiaan diri sendiri tapi merasa sebagai pemuda dan generasi muda "revolusioner"yang sesungguhnya cumalah cengeng dan menggantungkan diri pada generasi tua ompong "oude bekende" yang selalu minta dikasih contoh yang baik-baik dan tidak bisa berjalan sendiri tanpa contoh dari yang tua-tua. Kalau suharto adalah juga spesialis besar dalam menciptakan "kemakmuran" semu, maka para "kaum revolusioner" oude bekende di luat negeri, juga berusaha keras menciptakan dan mengasuh segelintir generasi muda di sekitarnya untuk menjadi "intelektuil revolusioner" semu. Berbicara yang agak berbau revolusi tapi yang diimpikan adalah hidup enak, menjadi pembesar atau pegawai tinggi di masa depan atau menjadi kader-kader Partai sosdem supaya bisa jadi anggota DPR.
Mengingat sejarah, mengingat masa lalu sebagai sejarah bangsa adalah baik agar tidak menjadi bangsa pelupa. Tapi itu sama sekali belum cukup.Untuk merubah nasib bangsa dan rakyat yang masih tertindas dan terhisap, yang diperlukan bukan cuma sekedar mengingat dan belajar tapi juga berbuat dan bertindak melaksanakan tujuan-tujuan mulia dalam membebaskan rakyat dan menunjukkan jalannya secara jelas dan bukan samar-samar atau semu yaitu jalan revolusi kekerasan bersenjata yang harus disiapkan dari sekarang, harus disiapkan dengan baik dan penuh ketekunan. Sukarnoisme bukanlah jalan revolusi pembebasan rakyat karena sudah terbukti tidak mungkin dilaksanakan bahkan oleh Sukarno sendiri ketika beliau masih hidup. Sukarnoisme adalah revolusi istana, revolusi gedung Parlemen, revolusi jalan damai yang menghindari setiap tetes darah yang tumpah yang itu adalah ilusi dan sama sekali bukan revolusi. Tentu saja revolusi itu bukan haus darah tapi sebuah revolusi berdarah adalah sebuah risiko riiel dan sangat mungkin tak bisa dihindari. Sukarno telah dengan tegas menghindari risiko revolusi berdarah itu dan dia telah gagal dan kalah totaal sedangkan darah mengalir jauh lebih banyak daripada yang ingin dihindarinya. Karenanya revolusi era Sukarno sudah lampau, tidak mungkin diulangi dan bahkan pasti akan gagal bila diulangi dan akan menimbulkan kerugian nyawa yang lebih besar lagi serta kegagalan yang lebih dramatis lagi.
Kaum revolusioner generasi tua maupun para tokoh "oude bekende" yang masih hidup di luar maupun di dalam negeri, terutama yang pernah mengalami kehidupan penjara dan buangan, pengucilan, penyiksaan dan penghinaan musuh yang tiada taranya seharusnya meninggalkan pesan-pesan dinamis revolusioner, jelas dan bukannya yang umum-umum yang menimbulkan kesan semu atau pikir sajalah sendiri apa maksudnya. Revolusi bukan main tebak-tebakan, tapi selalu sebuah pernyataan dan tindakan yang akan dijalankan untuk menggulingkan musuh. Kalau generasi tua oude bekende yang penuh pengalaman tapi yang cuma akan menyebarkan pasifisme, rasa takut, rasa kapok, menjaga rasa ketentraman diri sendiri, sebaiknya tidak lagi mendekati dan mempengaruhi generasi muda dengan pikiran-pikiran konservativ yang bahkan sudah menjadi ideologi reaksioner yang bisa meracuni sifat dinamis generasi muda yang seharusnya tampil ke depan membela rakyatnya, membela bangsanya dan membela generasinya sendiri dari pemerasan dan penghisapan kaum borjuis kapitalis raksioner monopoli.
ASAHAN.
----- Original Message -----
Sent: Saturday, October 02, 2010 4:04 PM
Subject: #sastra-pembebasan# GERAKAN MELAWAN LUPA
Beberapa hari sebelum tanggal 30 September 2010 saya dapat kiriman sms dari
seorang bernama Suroso yang berniat pinjam beberapa artefak (peninggalan) dari
Buru.
Kepada Suroso inilah saya pinjamakan bebe rapa lembar kartupos dan foto dan
benda-ben
da tsb fipamerkan di Univ.Katholik Atmajaya,Univ.Indonesia Depok,Komnas HAM dan
rencananya terakhir di Pusat Perfilman
Usmar Ismail jl.Rasuna Said Kuningan tanggal 04 Oktober depan.
Saya menyempatkan diri melyaksikan pameran
di Komnas HAM Kamis 30 September 2010.
Beberapa kartupos yang saya terima selama di
Buru dan dikirim oleh keluarga di Malang di
pamerkan dalam bentuk foto copy diperbesar
agar jelas. Juga foto-foto diperbesar.
Dan pada saat saya hadir ke Komnas HAM tema
peringatan Tragedi 30 September yang dipi lih Gerakan Melawan Lupa adalah :
Generasi Muda membahas masa lalu.
Hadir beberapa mantan tapol yang umumnya su
dah sepuh,termasuk ibu-ibu.
Dalam pertemuan dengan generasi muda yang terdiri dari anak-anak sekolah SMA
kelas 2 dan 3,jelas sekali terasa bahwa mereka tidak tahu apa itu peristiwa
G-30-S dan ma
sih ada siswa yang bertanya : benar tidak pak kalau dulu Gerwani menyiksa
jendral?
Saya hanya bisa bilang : jendral yang ditembak dirumah,kalau dibawa ke Lubang
Buaya berarti sudah meninggal (memang tidak
semua ditembak di rumah).
Masuk akal tidak : Gerwani menyiksa jena zah? Kalau jendral masih hidup disiksa
je las logis,tetapi jenazah?
Semua itu bohong besar,dusta besar yang sengaja disebarluaskan agar rakyat marah
Karena itu pembunuhan besar-besaran di Jawa Tengah,Jawa Timur dan Bali didasar
balas dendam : satu jendral harus ditebus sekian ribu anggota PKI atau orang
komunis.
Generasi muda harus melek,harus tahu bahwa
mereka dibohongi selama 32 tahun.
Mereka menanyakan apa kerja kami di Buru?
Apakah disediakan rumah oleh pemerintah? Setelah bebas dari Buru apakah ada
tekanan dari pemerintah (mereka melihat KTP yang diberi tanda ET- ex tapol).
Gerakan melawan
lupa memang hanya bisa menjangkau sasaran terbatas,tetapi paling tidak
mengingatkan
masyarakat bahwa bangsa Indonesia dibodohi
pemerintahnya sendiri selama 32 tahun.
Anak-anak muda SMA mengajukan banyak sekali
pertanyaan dan karena saya tidak bisa menja
wab pada haritu karena ditunggu pekerjaan di kantor,saya tinggalkan alamat email
atau mereka boleh bertanya lewat facebook
Pesan saya pada mereka : belajar,belajar dan belajar. Baca,baca dan baca!
Jadilah
warga Indonesia generasi baru yang tahu
sejarah bangsanya dengan benar karena ada
kurun waktu yang gelap,hitam
[Non-text portions of this message have been removed]
No comments:
Post a Comment