Friday, December 4, 2009

[ac-i] Hayao Miyazaki, Budaya Gayo dan Filsafat Timur

 

Mulai hari ini sampai tanggal 6 nanti di Bentara Budaya Jakarta akan diputar film-film karya Sutradara Jepang favorit saya, Hayao Miyazaki. Di sana akan diputar film-film karya Miyazaki mulai dari karya awalnya yang dibuat pada tahun 1980 "The Castle of Cagliostro" hingga film terakhirnya yang dibuat tahun 2008, "Ponyo on The Cliff by The Sea".

"Spirited Away" atau "Sen To Chihiro No Kamikakushi", judul aslinya dalam bahasa Jepang adalah Film pertama dari tokoh yang disebut-sebut sebagai Walt Disney-nya Jepang tapi sangat membenci film-film Walt Disney ini yang saya tonton. Film ini semacam Alice in Wonderland dalam versi Jepang. Kisahnya diangkat dari cerita-cerita dan mitos yang tumbuh di Jepang. Film ini bercerita tentang sebuah tempat di dunia para arwah yang dikuasai oleh seorang penyihir bernama Yubaba yang menjalankan bisnis pemandian untuk para dewa.

Untuk menjalankan bisnisnya, Yubaba menawan siapapun orang yang masuk ke dunia itu tanpa izin lalu arwahnya dia jadikan pekerja di Pemandian miliknya.

Orang yang masuk ke tempat ini biasanya adalah oeang-orang tersesat dan kelaparan. Saat masuk ke tempat itu para pendatang tanpa izin itu akan melihat banyak warung makan tanpa penjaga. Beberapa dari mereka yang merasa sangat lapar akan tergoda untuk memakan makanan-makanan di warung-waraung tanpa penjaga itu tanpa izin dari pemiliknya. Banyak yang karena kelezatan makanan itu sampai lupa berhenti makan, melahap makanan-makanan itu dan tanpa sadar kemudian mereka pun berubah menjadi babi.

Yang tidak ikut memakan sajian di warung itu, tapi terlanjur masuk ke wilayah itu tidak akan berubah menjadi Babi. Tapi meskipun demikian dia tetap akan dijadikan tawanan oleh Yubaba. Orang ini kemudian akan dipekerjakan sebagai budak di tempat pemandian untuk para dewa yang dikelola oleh Yubaba.

Plot utama cerita "Spirited Away" alias "Sen To Chihiro No Kamikakushi" ini adalah persahabatan antara seorang anak perempuan bernama Chihiro dengan Naga jantan bernama Haku . Dalam film ini keduanya dikisahkan menjadi tawanan Yubaba akibat dari sebab yang berbeda.

Chihiro menjadi tawanan karena ikut orang tuanya ke tempat itu. Orang tuanya yang kelaparan yang tidak mendengarkan peringatan Chihiro, berubah menjadi babi. Sementara Haku menjadi tawanan Yubaba karena mendatangi Yubaba atas niat sendiri dengan maksud untuk mempelajari ilmu gaib.

Sebagai orang Gayo, bagi saya adegan yang paling menarik dalam film ini adalah ketika Chihiro akan dijadikan tawanan oleh Yubaba. Saat itu Yubaba mengambil nama asli Chihiro. Kemudian Yubaba memberinya nama baru sehingga Chihiro tidak ingat lagi nama aslinya. Itu pula yang terjadi pada Haku, sama seperti Chihiro yang sekarang bernama Sen, Haku pun tidak ingat lagi nama aslinya. Dalam film ini dikisahkan hanya Yubaba sendirilah yang tahu nama asli mereka. Dengan demikian baik Sen maupun Haku akan menjadi tahanan Yubaba selamanya.

Bagian ini sangat menarik bagi saya, karena Mitos di Jepang tentang kemampuan menguasai orang lain dengan mengetahui dan menguasai nama asli ini juga hidup di Gayo, tempat asal saya.

Di Gayo, tempat asal saya, banyak mantra-mantra kuno dan ilmu-ilmu gaib yang juga mengandalkan pada kemampuan menguasai nama asli sebagaimana dikisahkan dalam film karya Miyazaki ini. Sebagai contoh misalnya mantra untuk mendapatkan kekebalan, yang di Gayo kami sebut 'Doa Kebel'.

Bagi perapal ilmu ini, kunci keberhasilan dari mantra yang membuat tubuh menjadi kebal terhadap besi ini adalah dengan cara mengetahui nama asli besi. Sehingga dengan begitu besi bisa dikuasai oleh orang yang mempelajari (orang yang 'mununtut doa' dalam bahasa Gayo) itu dan diapun akan menjadi kebal.

Dengan berkembangnya Islam di Gayo, mantra-mantra kuno ini kemudian disesuaikan dengan tradisi dan bacaan-bacaan yang berkaitan dengan cerita-cerita dalam kebudayaan Islam (Arab). Tapi meskipun telah memasukkan unsur kebudayaan Islam, mantra ilmu gaib yang menggunakan metode penguasaan nama asli dari objek yang akan dikuasai yang merupakan warisan tradisi pra Islam ini tetap berkembang dalam budaya Gayo. Tapi karena pengaruh Islam, nama-nama yang sebelumnya adalah nama-nama Pra Islam itupun disesuaikan dengan tradisi Islam yang berbau ke arab-araban.

Contoh 'Mantra Kebal' atau di Gayo kami sebut 'Doa Kebel' yang mengandalkan pada penguasaan nama asli ini misalnya dapat kita perhatikan seperti di bawah ini.

He besi........................... Hai Besi
Ya buduhu ya Rasuluhu............. Ya buduhu ya Rasuluhu
Sawa tubuhku dengan besi.......... Bersatu tubuhku dengan besi
Kun kata Allah.................... Kun kata Allah
Payakun kata Muhammad............. Payakun kata Muhammad
Hukumtumhu sujud ko ku Tuhen...... HukumNya kepadamu sujud kamu kepada Tuhan

He ta Asan...he ta Usen........... Hai kamu Hasan...Hai kamu Husin
Zat Laksin namamu Besi............ Laksin adalah saripati nama aslimu.
Hip nama Ibumu.................... Hip nama Ibumu
Kun Kata Allah.................... Kun Kata Allah
Payakun kata Muhammad............. Payakun kata Muhammad
Hukumtumhu........................ HukumNya kepadamu

Setelah pembacaan ini orang yang mununtut "Doa Kebel" ala Gayo ini akan melakukan beberapa ritual lain seperti puasa mutih (tidak makan nasi) dan diakhiri dengan melakukan 'Kalut' yaitu mandi di persimpangan air sungai, membersihkan semua lubang ditubuhnya dengan air. Dalam masa ber'kalut' itulah orang menuntut 'doa kebel' itu akan merapalkan lagi tentang asal usul dan nama asli besi.

Di bawah ini bacaan saat 'Kalut' yang langsung saya terjemahkan ke dalam bahasa Melayu.

Aku mandi di muara sungai berhud.
Zuru namamu besi.
Ketika kamu menjadi besi Abillah namamu, ketika pada awal kamu diciptakan.
Haram bagimu mencelakakanku besi.
Kalau kamu mencelakakanku, Allah taala akan merasa malu melihatmu.

*****

Alasan lain yang membuat saya langsung jatuh cinta pada film-film karya pendiri Studio Ghibli ini adalah; karena dalam setiap kisah filmnya, Miyazaki selalu memasukkan nilai-nilai filosofis dan cara pandang timur yang berbanding terbalik dengan filosofi/cara pikir barat (termasuk timur tengah) yang merupakan filosofi/cara pikir dunia modern yang kita jalani saat ini.

Dalam filosofi/pola pikir barat ini kebenaran selalu bersfat mutlak. Yang baik selalu mengalahkan yang jahat, sesuatu yang tidak baik selalu dipandang tidak baik secara utuh tanpa menyisakan sedikitpun kebaikan di dalamnya. Karena inilah filosofi/cara pikir barat selalu bersifat konfrontatif dan tertutup.

filosofi/cara pikir barat (termasuk timur tengah) inilah yang tercermin dalam setiap sikap dan perilaku kita hari ini.

Filosofi/cara pikir barat (termasuk timur tengah) ini mencengkeram kesadaran kita demikian kuatnya. Contoh dari kuatnya cengkraman filosofi/cara pikir barat (termasuk timur tengah) ini bisa kita lihat dari contoh yang saya gambarkan di bawah ini yang terjadi beberapa hari yang lalu.

Waktu itu, di facebook saya membaca status seorang teman facebooker yang sepertinya sangat tergila-gila pada hukum yang berbasis syar'iat. Dia menulis di statusnya "Menyetujui Syariat Islam tapi menolak formalitas Syariat Islam? kenapa tidak secara tegas saja mengatakan bahwa diri berpaham Sekular?"

Dalam tulisan singkatnya di status ini, terbaca jelas kalau si pemilik status sama sekali tidak bisa lagi melihat sekularisme secara jernih. sekularisme itu Vis a Vis dengan Islam. Melalui tulisan dalam status teman ini, tampak kesan yang kuat kalau dia memandang sekularisme itu demikian buruknya, seolah-olah isme ini sama sekali tidak pernah menyumbangkan apapun bagi perdaban manusia.

Kemudian hari ini, pola pikir dan cara pandang khas barat ini tercermin jelas dalam note yang dipost-kan oleh seorang teman yang juga orang Gayo yang sekarang sedang menuntut ilmu di Australia. Perempuan berjilbab yang juga seorang Islam yang taat ini tampaknya sangat tidak setuju dengan Wahabisme, sebuah aliran Islam yang sangat keras menentang Bid'ah dan tidak kenal kompromi. Kisah yang diposting teman saya ini di note-nya dia kutip dari sebuah buku yang bercerita tentang seorang pendaki gunung asal amerika yang bernama Greg Mortenson yang membuka sekolah untuk perempuan di Pakistan. Dalam buku ini penulisnya menggambarkan betapa intolerannya aliran Wahabi dan betapa kejamnya Taliban.

Untuk menggambarkan kejamnya Taliban, penulis buku yang dikutip dalam note teman saya ini menulis; "prajurit Taliban menembaki mereka untuk sekedar hiburan, meluncurkan granat yang dipicu roket hingga akhirnya meledak diantara pengungsi yan ketakutan setengah mati"

Aliran Wahabi oleh penulis ini digambarkan sebagai "Wahabi diambil dari kata Al_Wahab, bahasa Arab yang berarti maha Pemberi, satu dari sembilan puluh sembilan nama Allah. Dan pemberian yang murah hati inilah –dana tunai yang tampaknya tak terbatas yang diselundupkan pada kaki-tangan wahabi ke Pakistan".

Sepertinya akibat dari ketidak sukaannya terhadap Wahabi, orang-orang yang membaca note teman saya ini menelan mentah-mentah semua informasi yang dipaparkan oleh penulis buku itu sebagaimana yang dikutip teman saya ini tanpa mengkritisinya sama sekali.

Jika pola pikir/filosofi barat (termasuk timur tengah) memperlakukan "kebenaran" atau "kebaikan" itu layaknya benda sebagaimana tergambar dalam contoh yang saya paparkan di atas. Tidak demikian halnya dengan pola pikir/filosofi timur. Dalam filosofi timur "kebenaran" atau "kebaikan" itu selalu bersifat referensial alias selalu merujuk kepada sesuatu alasan. Tidak pernah main mutlak-mutlakan. Dalam filsafat timur, baik dan buruk, benar dan salah selalu tergantung pada sudut pandang dan referensi yang dipakai.

Ada banyak nama untuk konsep pemikiran filsafat timur ini. Dalam tradisi Buddha konsep ini disebut 'Maya', dalam tradisi Cina konsep ini dikenal sebagai "Tao' (yang kelahirannya tidak ada hubungan sama sekali ada hubungannya dengan Buddha) dan di Jepang sendiri disebut "Zen" atau "Nen" dalam dalam dialek Jepangnya.

Semua konsep filsafat timur ini dikenal tidak pernah merisaukan dan tidak pernah menyibukkan diri dengan masalah kebenaran, tapi lebih menitik-beratkan orientasinya secara paradoksal ke dua hal (satu) fakta atau kenyataan, dan sekaligus (dua) ke-sementara-an fakta tersebut.

Jika pada status teman saya yang pertama kita memandang melalui sudut pandang filsafat timur ini kita akan melihat bahwa Islam dan sekular itu hanyalah dua konsep yang benar salahnya sangat referensial dan tergantung tempat dimana kedua konsep itu dinilai. Wajah FAHAM SEKULAR tampak sangat buruk ketika digambarkan di negeri-negeri berpaham ISLAM sebaliknya di negeri-negeri ber FAHAM SEKULAR wajah ISLAM yang digambarkan sedemikian buruknya. Melalui pola pikir/filosofi timur, kita dengan jelas melihat kalau kenyataan sebenarnya ya tidak seperti itu, baik faham ISLAM maupun SEKULAR, keduanya memiliki sisi baik dan sisi buruk.

Sementara untuk note teman kedua, jika yang menilainya adalah orang yang memahami nilai filosofis timur akan dengan mudah melihat bahwa kisah yang digambarkan di atas sangat tendensius, bias dan subjektif.

Kesan tendensius ini terbaca misalnya pada bagian ini

Kemudian pengertian soal Wahabi yang diceritakan dalam buku ini juga Rancu, "Wahabi" diambil dari kata Al_Wahab, bahasa Arab yang berarti maha Pemberi, satu dari sembilan puluh sembilan nama Allah. Dan pemberian yang murah hati inilah –dana tunai yang tampaknya tak terbatas yang diselundupkan pada kaki-tangan wahabi ke Pakistan" ini terdengar sangat mengada-ada, tendensius khas propaganda Amerika dan Hollywood.

Soal aliran Wahabi sendiri juga demikian. Informasi tentang Wahabi yang dipaparkan oleh penulis buku ini sebenarnya sangat rancu karena Wahabi sebenarnya adalah sebuah aliran dari Islam Sunni yang mengacu pada ajaran "Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab" yang tidak lain adalah salah seorang mujaddi (pembaharu) di abad dua belas Hijriyah atau abad ke delapan belas masehi. Aliran ini adalah aliran Islam yang dikenal sangat keras menentang perilaku Bid'ah.

Cara pandang dan sikap seperti yang ditunjukkan oleh orang-orang yang membaca note teman saya ini juga banyak saya temukan di kalangan sarjana dan para ahli di negeri ini. Mereka seringkali punya pendidikan formal sampai ke tingkat yang paling tinggi yang menguasai begitu banyak hukum dan teori tapi dalam memandang dunia dan lingkungan sekitar tetap terjebak dan tidak bisa keluar dari filosofi/pola pikir ala barat (termasuk timur tengah) yang bersifat konfrontatif ini.

Nah kembali ke film-film karya Miyazaki, cerita yang dilatari oleh cara pikir filsafat timur inilah yang saya lihat tergambar jelas dalam semua kisah film karya lulusan Ilmu Politik dan Ekonomi dari Universitas Gakushin ini.

Penokohan dalam film-film Hayao Miyazaki ini sangat berbeda dengan penokohan dalam film-film yang kental dipengaruhi nilai filosofis dan pola pikir Barat yang selalu membuat batasan yang tegas antara hitam dan putih, baik dan buruk. Dalam film semacam itu tokoh baik selalu digambarkan sedemikian baik dan sempurna dan tokoh jahat selalu digambarkan begitu jahatnya. Pola penokohan seperti ini bisa kita lihat dalam mayoritas film produksi Hollywood. Atau dalam bentuk yang lebih vulgar, sinetron-sinetron Indonesia.

Dalam penokohan karakter dalam filmnya, Miyazaki selalu membuat tokoh yang bermoral ambigu, khususnya pada tokoh-tokoh antagonis. Tokoh penyihir Yubaba di "Spirited Away" misalnya, meskipun dengan kejam menawan Chihiro dan Haku, tapi dia begitu penuh kasih sayang terhadap bayinya dan begitu mengkhawatirkan keselamatannya. Di film "Kiki's Delivery Service" yang diproduksi tahun 1989, jauh sebelum Harry Potter dibuat, Miyazaki menggambarkan tokoh penyihir muda yang sangat manusiawi. Padahal di barat, penyihir selalu dipandang sebagai sosok jahat. Di awal era modern, di eropa, ribuan perempuan yang biasanya berasal dari latar belakang sosial lapisan terbawah, seringkali pengemis. Diburu dan dibakar hidup-hidup karena dituduh penyihir, sebagai contoh di Inggris saja dalam periode 1542-1736 antara 300-1000 orang dibunuh dengan cara digantung atau dibakar hidup-hidup karena dituduh sebagai penyihir. Di abad ke 18, di Amerika tepatnya di Salem, Massachusetts pernah masyhur dengan sejarah pembantaian penyihir (Boyer and Nissenbaum 1974, 1-21).

Konsep yang dilatari filsafat timur seperti yang saya sebutkan di ataslah yang membuat saya menganggap film-film karya Hayao Miyazaki seperti sebuah oase yang menyejukkan di tengah hiruk pikuk dunia yang dikuasai sepenuhnya oleh filosofi/cara pikir barat (termasuk timur tengah).

Jadi bagi anda yang juga pecinta film berkualitas dan ingin melihat sesuatu yang berbeda dari kisah-kisah mainstream. Mulai hari ini sampai tanggal 6 nanti, saya sarankan datanglah ke Bentara Budaya Jakarta untuk menyaksikan film-film karya HAYAO MIYAZAKI, sutradara film animasi terpopuler di Jepang dan mungkin yang terhebat di dunia.

Wassalam

Win Wan Nur
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment