Friday, December 4, 2009

[ac-i] Surat sastra Internet ULTAH 71

 

Surat Sastra Internet:
 
 
                                                             ULTAH 71
 
 
Teman-teman sekalian yang budiman,
 
Sekali lagi saya ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sekalian atas ucapan selamat hari jadi saya yang  ke 71 pada hari ini. Bagi mereka yang telah mencapai usia 70, setiap menerima ucapan selamat ultah, sudah tidak lagi merasa biasa tapi sudah mempunyai arti istimewa meskipun usia 70 belum bisa dikatakan telah mencapai umur panjang. Dan hari ini saya merasa bahagia dan juga merasakan hari istimewa karena menerima begitu banyak ucapan selamat. Terlebih istimewa lagi, ucapan selamat itu sebagian besar berdatangan dari teman-teman yang belun pernah bertemu muka dengan saya dan hanya dari pertemuan di dunia maya atau Internet melalui berbagai macam tulisan. Bahkan juga terdapat dari teman-teman yang bersilang pendapat  dengan saya secara prinsipil maupun kurang prinsipil, mereka  juga mengirimkan ucapan selamat kepada saya.
Saya lalu teringat dengan seorang bintang film Belanda kenamaan asal Hongaria yang bernama Tatiana Simic yang cantik jelita, super sexy yang bermain dalam film seri "Flodder"dan juga yang...menulis buku!
Dan dalam bukunya Tatiana Simic a.l. menulis: "Tidak ada keharusan bagi orang lain agar menghormati, mengagumi, menyukai dan memberikan kepedulian kepada kita..."
Saya sungguh terkesan dengan kata-katanya itu. Saya membayangkan, bintang film cantik dan kenamaan  itu yang banyak berpose telanjang dalam film-filnya,  ke arah depan maupun dari belakang telah begitu banyak menikmati keterkenalannya, kemashurannya tapi juga mungkin...ketidak pedulian hingga celaan orang lain yang dia tetap hormati secara sportif tanpa tuntutan, tanpa merasa terhina atau tersinggung.
 
Ketika almarhum abang saya yang tinggal di Paris masih hidup, ketika saya bangun pagi, setiap tanggal 4 Desember dia selalu bilang melalui pembicaraan tilpon: "San, selamat ulang tahun, pesta makan apa di rumah". Sejak 4 Desember 2008 saya telah kehilangan dering tilpon darinya untuk selama-lamanya...dia telah menutup usianya pada umur 72 lebih beberpa bulan di   di bulan Februari 2007. Tidak ada lagi orang yang bertanya kepada saya, pesta makan apa di hari ulang tahun saya selanjutnya.
 
Tapi pada malam 3 Desember kemarin, saya dan istri saya kebetulan diundang untuk menghadiri pesta makan berkenaan dengan adik bekas direktur saya yang menjabat wakil direktur, sudah dipensiun beberpa hari yang lalu. Kami berdua dijemput datang ke pesta perpisahan itu di suatu restauran taman di kota Haarlem. Dan pestanya dilakukan secara "walking dinner"semacam pesta makan moderen yang para tamunya tidak terikat dengan kursi-kursi yang yang didudukinya  sambil menunggu hidangan makanan dan juga sambil ngobrol, tapi pada "walking dinner" ini para tamu bebas saja berdiri sambil ngobrol-ngobrol dengan siapa saja yang  disukainya. Sedangkan hidangan  makanan diladeni oleh para pelayan langsung ke setiap orang yang berdiri maupun yang sedang duduk. Hidangan kecil-kecil dalam piring berdatangan hamapir setiap seperempat jam sekali, begitu pula minuman yang terdiri dari anggur merah dan putih, bir, air jeruk, air meneral ,ataupun minuman lainnya yang dipesan langsung oleh para tamu. Di ahir pesta ditutup dengan berbagai macam es krim, irisan buah-buah-buahan dingin, dan berbagai macam kue-kue dingin yang sangat lezat rasanya. Dengan dipersenjati sebuah piring besar di tangan, para pelayan siap meletakkan benda-benda lezat itu ke piring-piring  tamunya. Pesta yang dimulai dari jam 18 berahir hingga jam 22 lalu diantar dengan secangkir kopi sebelum setiap tamu meninggalkan ruangan pesta.
Saya memilih semua minumsn dari mulai bermacam anggur merah maupun putih hingga air jeruk dan tentu saja champagne yang semua itu hanya saya minum pada kesempatan pesta saja dan tidak lagi di bar-bar atau  di rumah. Dan sungguh nikmat serta bahagia terasa menemui dan ngobrol dengan banyak sekali para kolega yang muda-muda, yang dari sebuah perusahaan di mana saya telah bekerja selama 15 tahun hingga usia pensiun saya di tahun 2003. Perusahaan itu punya tradisi selalu mengundang para pensiunan perusahaan yang pernah bekerja di perusahaannya dan setiap perusahaan itu mengadakan pesta atau piknik yang paling tidak tiga  kali dalam setahun. Begitulah, pada esok harinya di hari ultah saya, saya dan istri saya masih sangat kekenyangan dan bermaksud untuk puasa sepanjang hari, benar-benar kekenyangan. Kebetulan. Dapur tak perlu mengeluarkan asap, dompet tak perlu menganga dan juga brommer (montor mabur) saya tak perlu minum bensin belanja ke supermarket. Walhasil balik asal, seharian kami berdua berada di rumah karena kekenyangan seperti orang udik yang baru pertama kali diundang pesta makan besar.
 
Dalam kehidupan saya, masuk kamar mandi untuk sikat gigi dan membersihkan muka adalah upacara yang paling membosankan. Setiap pagi di manapun berada, upacara wajib ini harus selalu dilakukan meskipun tanpa paksaan tapi tetap saja  merasa terpaksa. Tapi pada pagi tadi( sebetulnya sudah agak siang) saya merasa bahagia melakukan upacara sikat gigi dan cuci muka itu karena saya masih bisa mengulanginya hingga usia saya yang sudah 71 sekarang ini dan sejak sekarang saya masih mau mengulanginya beribu kali lagi, puluhan tahun lagi karena itu adalah pertanda yang paling kongkrit, paling realis, bahwa saya masih hidup, masih bisa bergerak, dan masih bisa berdikari melakukan hal yang paling sehat itu di dalam kehidupan sehari-hari dan masih belum tersesat ke...kamar yang lain!
 
Kembali ketika saya baru dilahirkan. Saya lahir pada pagi hari di hari minggu pada 4 Desember 1938. Menurut cerita ayah saya yang ketika itu menunggu kelahiran saya di sebuah rumah sakit di Tanjung Pandan (Belitung), begitu lahir, saya menangis begitu keras dan juga sangat lama hingga ayah saya merasa kuatir apakah saya lahir normal atau terjadi apa-apa dan segra menanyakannya pada dokter (Belanda) yang menangani kelahiran saya. Sang dokter menjawab: "O, tidak apa-apa Tuan, dia sehat dan normal hanya saja mungkin dia protes keras karena sebelum lahir, Tuan tidak menanyai pendapatnya terlebih dahulu".
Dan entah bagaimana, sejak itu saya membawa sifat yang suka protes hingga saat ini. Hidup di negeri setengah feodal setengah jajahan, saya protes dan tidak puas. Hidup di negeri Demokrasi Rakyat, saya juga protes dan banyak keluhan. Hidup di negeri-negeri Sosialis, saya juga protes dan banyak kritik. Hidup di negeri kapitalis yang paling berkembangpun saya juga protes hingga saat ini. Tapi protes atau tidak, di sistim sosial manapun saya pernah hidup, saya juga bisa menikmati kehidupan yang bisa saya nikmati. Di manapun saya bisa menemukan kebahagiaan saya meskipun sambil mengeluh, sambil protes. Di dalam keluarga sendiripun saya selalau seorang desiden tapi juga saya cukup berbahagia hidup di tengah keluarga saya. Seorang teman pernah mengatakan kepada saya, ntah guyon ntah serius: "Asahan itu, dimasukkan ke surgapun dia tetap saja mengeluh dan protes". Mngkin saja berlebihan karena kalau saya dimasukkan ke surga ke tujuh, mungkin tidak keluar keluhan saya.
 
Teman-teman sekalian yang budiaman,
Sekali lagi terima kasih dan saya beserta istri saya mengharap agar semua teman-teman selalu dalam keadaan sehat, tetap produktif dalam menulis di dunia maya sambil juga tetap saling memaafkan bila terjadi kebablasan dalam bersilang pendapat, saling menghormati, saling menghargai karena persahabatan adalah yang utama sedangkan perbedaan dan perdebatan adalah yang biasa-biasa saja.
 
Salam sastra,
asahan.
Hoofddorp, 4 Desember 2009.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment