Nglangesi Cèrèt Pertunjukan Teater Produksi Ke-7 Seni Teku Setelah produksi Kintir (Anak-anak Mengalir di Sungai) pada Agustus 2009, yang meraih Penghargaan Umar Kayam pada Festival Teater Jogja 2009, Seni Teku kembali memproduksi pertunjukan teater kontemporer berjudul Nglangesi Cèrèt, di Pendopo Blumbang Garing (Rumah Panggung Ong Hari Wahyu), Nitiprayan, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, 15 Desember 2009, pukul 20.00 WIB. Judul pertunjukan ini merupakan bahasa Jawa yang artinya "menjelagai cerek", berasal dari kata langes yang artinya jelaga atau kotoran hitam pada alat dapur yang timbul karena dibakar, dan cèrèt yaitu cerek atau tempat menjerang air. Nglangesi Cèrèt dirancang dengan konsep interaktif dengan penonton, mengambil seting di angkringan milik Pak Wongso di depan Pendopo Blumbang Garing. Pertunjukan ini dijalin dari montase-montase peristiwa realis yang kerap terjadi di sekitar angkringan, peristiwa-peristiwa di luar angkringan yang bisa masuk ke angkringan melalui berbagai media, serta peristiwa-peristiwa teaterikal non-realis yang merupakan sisi impresif dan simbolik dari kedalaman peristiwa-peristiwa realis. Penonton diharapkan menyediakan payung atau jas hujan. Biaya tiket dengan sistem saweran (sukarela). Contact person: Yayan (085 6291 7362), Dina (081 8262 570). Sutradara: Ibed Surgana Yuga, Ide Teks: Ibed Surgana Yuga & Andika Ananda, Pelaku: Joe DN, Marya Yulita Sari, Andika Ananda, Mochalmad Jibna, Febrian Eko Mulyono, Dina Triastuti, Agus Salim Bureg, Riski Pamulanita, Ibed Surgana Yuga, Pak Wongso, dan lain-lain, Penata Panggung: Miftakul Efendi, Agus Salim Bureg, Penata Bunyi: Lintang Radittya, Manajer Latihan & Panggung: Riski Pamulanita, Dokumentasi: Iskandar Balgo, Produksi: Febrian Eko Mulyono, Dina Triastuti. |
Attachment(s) from ibed surgana yuga
1 of 1 Photo(s)
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
No comments:
Post a Comment