----- Original Message -----
From: ASAHAN
To: AKSARA SASTRA
Sent: Tuesday, September 28, 2010 2:02 PM
Subject: PASAR MALAM DI TENGAH KOTA PARIS
ASAHAN:
"PASAR MALAM" DI TENGAH KOTA PARIS
Menjelang PASAR MALAM ( PM )
Saya tiba di lapangan terbang Internasional Charles de Gaulle pada jam 10 pagi yang seharusnnya pada jam 9 karena pesawat berangkat terlambat. Alasannya ada pemogokan besar-besaran di Paris pada tanggal keberangkatan saya itu (23 September). Di terminal tidak tampak Iba yang seharusnya menjemput dan saya sempat panik tapi sebelumnya saya sudah bilang sama Iba: Ib, kalau kamu tidak datang menjemput, saya akan langsung pulang ke Belanda pada hari yang sama". Dan sekarang Iba belum juga tampak. Saya coba menghubunginya dengan tilpon genggam tapi tidak berhasil dan rasa panik semakin meningkat. Untunglah setengah jam kemudian Iba tampak dan kamipun meninggalkan Bandara raksasa yang bisa membikin orang bingung karna hanya diperlengkapi dengan alat-alat elektronik moderen dan tak seorangpun yang bisa menjawab pertanyaan yang kita perlukan.
Di sini berlaku pepatah: "Bertanya kepada orang akan sesat di jalan, bertanyalah pada alat-alat elektronik". Semua manusia telah menjadi robot dan tehnik telah menggantikan fungsi manusia. Jadi hanya untuk manusia cerdas tangkas dan tidak lagi sesuai dengan manusia setengah linglung seperti saya meskipun baru berusia 72 tahun.
Di sini berlaku pepatah: "Bertanya kepada orang akan sesat di jalan, bertanyalah pada alat-alat elektronik". Semua manusia telah menjadi robot dan tehnik telah menggantikan fungsi manusia. Jadi hanya untuk manusia cerdas tangkas dan tidak lagi sesuai dengan manusia setengah linglung seperti saya meskipun baru berusia 72 tahun.
Kebetulan hotel di mana saya diinapkan, terletak di sebuah jalan strategis, panjang dan lebar terbentang di tengah-tengah kota Paris. Sehabis makan siang di Restoran Indonesia di jalan Vaugirard yang dijamu oleh ketua Pasar Malan Johanna Lederer, saya duduk-duduk di bangku di pinggir jalan di dekat hotel menyaksikan demonstrasi besar rakyat Paris menentang kibijakan Pemerintah Perancis yang akan menaikkan usia pensiun dari 62 ke 65 (di Belanda, dari 65 ke 67). Dua jam saya duduk di bangku dan haripun semakin petang, namun barisan demonstrasi tak juga habis-habisnya dan lautan manusia di tengah jalan kota Paris berbaris ria sambil kadang-kadang meneriakkan slogan-slogan dan macam-macam aksi-aksi demonstrasi lainnya. Saya pulang ke hotel dan masih beberapa jam kemudian saya masih mendengar suara riuh para demonstran. Saya duga, paling tidak, tentu ada ratusa ribu peserta aktif demonstrasi. Kesan singkat saya, semangat revolusioner kaum buruh dan rakyat Perancis masih tetap menyala dan memberikan inspirasi.
PASAR MALAM 24 september 2010.
Dari bisik-bisik di luar (dalam gedung) ada yang mengatakan bahwa PM ini arogan karena menyewa lokasi yang dianggap mewah ( Maison de l'Asie, 22 Avenu du President Wilson- Paris). Sedangkan harga karcis masuk adalah:
Untuk anggota PM: 17 euro
Bukan anggota: 22 euro
Mahasiswa / peneliti: 15 euro
Tapi pada PASAR MALAM yang diadakan pada tahun 2006 yang juga saya hadiri (sebagai undangan) , lokasinya di Gedung Senat Perancis yang jauh lebih mewah. Tapi ketika itu saya hanya sebagai undangan penonton yang tidak turut membacakan makalah. Tahun ini saya dan juga Chalik Hamid diundang PM untuk membacakan makalah yang semuanya ditanggung PM dari mulai penginapan di hotel hingga makan minum serta antar jemput dengan kendaraan. Sayangnya bung Chalik Hamid, menjelang keberangkatan ke Paris secara mendadak mendapat kecerlakaan lalu lintas di Amsterdam hingga dia tidak bisa berangkat ke Paris karena kakinya cedra dan yang dari Amsterdam hanya saya yang berangkat.
Yang saya rasakan istimewa pada acara PM sekali ini, adalah bahwa yang diundang sebagai pembaca makalah adalah orang-orang dari berbagai kalangan yang langsung dari anggota(bekas) Lekra seperti Putu Oko Sukanta, Chalik Hamid dan yang bukan anggota Lekra seperti : Rhoma Dwi Aria Yuliantri, May Swan dan saya sendiri. Sedangkan Ibaruri Putri Alam, meskipun juga salah seorang pembaca makalah tapi dia orang dalam PM dan juga bukan anggota Lekra.
YANG HADIR
Menurut tafsiran berdasarkan penglihatan mata saya sendiri, yang hadir dalam ruangan tidak kurang dari 100 orang. Terdiri dari berbagai tingkat usia dari yang tua-tua, setengah baya, dan kaum muda dari berbagai etnis: Perancis (totok?), peranakan Indonesia asing dan yang lain-lainnya lagi. Yang paling menonjol dari semua yang hadir sebagai penonton maupun undangan adalah perhatian atau minat mereka yang begitu besar, begitu terkonsentrasi sejak awal hingga ahir acara, tertib tapi juga antusias mendengarkan semua pembacaan makalah, banyak bertanya dan hampir-hampir semuanya mengikuti acara hingga selesai dan bahkan masih banyak yang tampak ngobrol-ngobrol meskipun acara sudah selesai. Acara makan minum didatangkan dan disuplai dari "Restoran Indonesia"Paris dengan cita rasa yang sungguh nikmat dan beragam. Kesan saya, barangkali inilah sebuah sukses Pasar Malam kali ini: antusiasme dan minat yang besar dari pihak yang hadir, kelancaran acara, dan juga acara kesenian seperti tarian (Ken Dedes), pembacaan sajak-sajak dll semuanya berlangsung sukses. Juga penjualan buku-buku mendapat banyak perhatian dari yang hadir serta cukup banyak buku-buku yang terjual, terutama buku-buku karya Putu Oka Sukanta. Buku-buku saya sendiri tidak laku, namun saya tetap gembira dan antusias turut merasakan sukses teman-teman lain.
KESAN-KESAN PRIBADI SAYA.
Perhatian PASAR MALAM (PERANCIS) terhadap sastra Indonesia yang bukan sastra Pemerintah atau sastra KIRI, mulai besar dan cukup menggembirakan dan juga tanggapan dari publik Perancis cukup menggembirakan. Dalam pembicaraan bersahabat antara saya dengan Ketua Pasar Malam Johanna Lederer(orangnya ramah dan sangat intelektuil), saya mendapat kesan bahwa Ketua Pasar Malam dengan rasa tulus dan antusiasme memberikan perhatian pada perkembangan Kesusasteraan Indonesia KIRI khususnya dan Kebudayaan Indonesia pada umumnya. Kebetulan Johanna Lederer masih menguasi bahasa Belanda dan kami memilih bahasa Belanda untuk berkomunikasi karena saya lemah dalam bahasa Inggris dan Perancis dan kebetulan sangat nyambung.
Saya meninggalkan Paris kembali ke Belanda pada 26 september dengan rasa puas yang saya tempuh dengan pesawat terbang selama 50 menit. Rasa lelah baru terasa ketika sudah tiba di rumah. Saya kembali kedunia saya: setiap hari ke pasar untuk belanja dapur. Tiba di rumah masak, bersih-bersih dan melanjutkan hidup: sederhana dan apa adanya sambil menulis apa yang masih bisa dituliskan.
ASAHAN.
__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment