darimana pun saya mulai, karena sejak awal niatnya membentuk segi tiga, maka yang tercipta adalah segi tiga. saya coba tarik titik yang lebar di sisi segi tiga, tetap saja segi tiga yang terbentuk di depan mata saya. lalu niat saya ubah dan kini membentuk segi empat, maka titik yang saya letakkan tak juga menjadi segi tiga, tapi segi empat. begitulah bahasa denotatif matematika: tak bisa menjadi konotatif dari garis atau titik yang saya letakkan. pasti, tak ada tafsir. memang saya belum mengerahkan segala daya untuk menarik titik atau meletakkan titik tempat saya menarik garis, tapi rasa rasanya dalam pikiran dan dalam perasaan, kepastiannya tidak akan berubah lagi. maka saya terbebas dari kemungkinan adanya peluang segi tiga bisa menjadi segi empat. tentu saja bisa: tapi untuk itu kita harus meletakkan satu titik lagi. meletakkan satu titik lagi sama dengan mengubah niat semula: bukan segi tiga yang hendak kita bentuk tapi segi empat.
aku lalu berpikir untuk apa segi tiga dan untuk apa pula segi empat itu? segi segi itu bukanlah benda yang kita ciptakan, tapi telah terberi oleh alam. mata dan pikiran kita memandang, dan lalu tangan menarik garis dari titik yang telah diletakkan. lalu untuk apa alam membuatkan segi tiga atau segi empat pada dirinya? apakah alam mengajarkan manusia melalui tubuhnya yang ditarik menjadi garis dari titik yang semula diletakkan?
kalau demikian ada pelajaran yang disembunyikan alam melalui tubuhnya dengan titik titik dan garis yang bisa ditarik menjadi segi atau banyak segi itu. kita bisa membuat segi delapan atau segi, bahkan seratus atau seribu. bahkan hidup kita habis hanya meletakkan titik titik dan menarik garis dari titik titik yang kita letakkan. akan tercipta segi segi tak terhingga dari titik titik yang kita letakkan. tapi dunia adalah terbatas walau nampak luas tak terbatas. lalu mana batas titik titik itu? adalah usia kita sendiri: kita toh tak bisa hidup abadi hanya semata untuk menarik garis dari titik titik yang kita letakkan. itulah keterhinggaan titik titik tempat kita menarik garis.
kembali: untuk apa segi segi itu? adakah ia kabar bahwa beginilah hidup: banyak segi dan banyak titik dan banyak garis yang bisa ditarik. alias tak tunggal, tapi plural dengan hitungan yang tak bisa didesimalkan.
ada pelajaran lain? mungkin. sementara cukup sampai di sini dulu, bahwa banyak yang bisa kita jadikan kreatif kalau pikiran benar benar hendak keluar dari seolah bangsa ini berpikir: tapi yang sebenarnya hanya bicara tanpa kerangka, tanpa pola. tapi pun dengan kerangka dan dengan pola, jangan pula kita mendabik dada bisa membawa bahagia pada manusia. sebab sesungguhnya, beginilah pula nasib manusia: titik dari banyak titik dengan jumlah tak terhingga. aku sudah meredeng redeng, terhuyung huyung dengan bahasa, dan kini tahu bahwa hidup ini memang benar benar absurd. seolah ada jawaban, tapi kita tak tahu untuk siapa jawaban itu. seolah ada bahagia, tapi di sana ada wajah yang mengintipkan pada manusia akan derita di dalam jiwanya.
tuhan memang absurd. tapi kita bahagia menjalaninya. adapun yang menderita, itulah memang wajah satunya dari hidup tuhan yang tak pernah tunggal nada ini.
aduh asik sekali.
bikin suami/istri jadi asyik
hehehe
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
No comments:
Post a Comment