Momen-Momen ( Peng)-ingat-(an)
Gagasan tentang museum memang hampir selalu berkaitan dengan tindak mengingat. Lebih jauh lagi, pada cara pandang yang lebih sederhana, museum sering dikaitkan dengan masa lalu, meskipun apa yang disebut sebagai masa lalu ini selalu menjadi fondasi bagi masa kini, bahkan acap menjadi refleksi masa depan. Iswanto Hartono tertarik pada upaya untuk menghadirkan semacam museum kecil di tengah hiruk pikuk pasar seni belakangan ini.
"Museum of Innocence" merupakan presentasi dari kerja kreatif dan penelitian Iswanto hampir setahun ini, berkaitan dengan tema yang sudah sekian lama 'mengganggunya', yakni tentang isu (pasca)kolonialisme. Semenjak beberapa tahun keterlibatannya di dunia penciptaan seni, ia senang mengulik tema-tema yang, secara sederhana dikategorikan sebagai 'sejarah'. Cakupan sejarah dalam karya-karya Iswanto ini sendiri tentu saja menjadi sangat luas, terutama karena subjek yang ia amati, yakni narasi besar tentang modernitas.
Untuk pameran tunggal ini, Iswanto menjelajahi tema relasi-relasi antara "Barat" dan kita, antara sang liyan dan diri kita. Untuk memulai projeknya, Iswanto mengumpulkan kurang lebih dua puluh tokoh Eropa yang memberikan pengaruh besar dalam pembangunan peradaban modern di Indonesia. Tokoh-tokoh Eropa ini datang dari berbagai latar belakang, meskipun dapat digarisbawahi bahwa sebagian besar dari mereka adalah kelompok intelektual, sementara sebagian yang lain lebih datang dari kalangan militer dan birokrat (politikus). Sebagai kelompok intelektual, mereka datang untuk memperkenalkan apa yang disebut sebagai sistem pengetahuan modern, memberi nama-nama baru pada apa yang dulunya disebut dengan cara-cara lokal.
Dengan melihat 'mereka', kita bercermin dan menemui diri kita sendiri. Iswanto menyajikan pengalaman dan fakta-fakta yang selama ini cenderung ditempatkan sebagai sesuatu yang terberi, dan menunjukkan strategi visual yang mengarahkan kita pada langkah yang lebih kritis dan reflektif terhadap segala jenis pengetahuan yang kita miliki.
Iswanto Hartono merupakan seniman Indonesia yang telah memiliki pengalaman internasional yang cukup panjang. Ia telah menggelar pameran-pameran tunggal di beberapa galeri terkemuka seperti Red Mill Galery di Vermont, USA, Museum Maruki di Saitama, Jepang, serta beberapa galeri di Eropa. Ia juga secara aktif terlibat dalam program-program residensi internasional, yang saya kira memberikan banyak pengaruh pada sensibilitas visualnya, yang saya kira menunjukkan selera-selera yang paling kini dan mutakhir.
Alia Swastika
Kurator
--
AGSI (Asosiasi Galeri Seni Rupa Indonesia) Secretariat.
(Art Galleries Association- AGA) Indonesia
GRAND INDONESIA SHOPPING TOWN, East Mal, LG, JAKARTA ART DISTRICT AREA
Jakarta 10310
Ph: +62 21 2358 1035
www.agsindonesia.com
Attachment(s) from Asosiasi Galeri Senirupa Indonesia
5 of 5 Photo(s)
1 of 1 File(s)
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
No comments:
Post a Comment