Buku yang Membuat Saya Malas Membacanya
---Anwar Holid
Haji Backpacker, Memoar Mahasiswa Kere Naik Haji
Penulis: Aguk Irawan
Penerbit: Edelweiss
Tebal: 200 halaman
ISBN: 978-602-8672-
Haji Backpacker karya Aguk Irawan (Edelweiss, 200 hal.) merupakan contoh buku yang membuat saya malas membacanya. Tentu bukan karena isinya, melainkan karena editing dan penulisannya yang buruk. Isi sebuah buku sangat relatif dan subjeknya bisa tentang apa pun, karena ada banyak faktor yang bisa membuatnya menarik buat dibaca. Sementara editing dan persoalan penulisan itu jelas, karena ada standar dan aturan tertentu. Salah satunya kita ingin membaca tulisan yang efektif, enak dibaca, menggunakan EYD dengan baik. Tidak usah sangat ketat dan kaku, cukup masuk akal saja, biar membuat pembacaan jadi lebih mudah dan nyaman. Apalah artinya EYD selain sekadar kesepakatan berbahasa untuk memudahkan kita berkomunikasi?
Mari kita perhatikan kalimat pertama buku ini: "Kenapa kamu membawa, gula batu?" Tanya seseorang yang duduk bersebelahan di sebuah perjalanan kereta.
Seorang yang terlatih membaca tulisan bahasa Indonesia bisa langsung menunjuk kenapa tulisan itu buruk. Salah menggunakan dan menempatkan koma, teledor menggunakan huruf kapital. Sangat elementer. Saya kembali gagal menahan diri untuk membiarkan betapa kesalahan semacam ini terjadi lagi dalam buku-buku terbitan kita. Kenapa penerbit tergesa-gesa menawarkan produk semacam ini tanpa pengawasan memadai? Bagaimana mungkin penulis yang biodatanya ditulis sepanjang empat halaman di buku itu bisa menulis seperti itu? Bagaimana mungkin penyunting membiarkan hal seperti itu lolos dari pengawasannya? Itu baru di kalimat pembuka!
Bila kesalahan di kalimat pertama sudah begitu mencolok, bisa kita bayangkan ke dalam-dalamnya. Maka saya memutuskan untuk bolak-balik saja membacanya, sekadar ingin tahu buku ini berisi tentang apa. Saya lebih ingin menyoroti keanehan penulisan dan buruknya penyuntingan buku ini, biar jadi pelajaran buat kita semua---pembaca yang ingin mendapatkan buku bermutu yang disiapkan dengan sungguh-sungguh.
Kejanggalan penggunaan huruf kapital maupun tanda baca bertebaran di buku ini, ditambah lagi salah ejaan, inkonsistensi format italic, dan cara penulisan. Contoh, di baris ke lima di bawah kalimat pertama tertulis "negeri piramida", sementara di halaman 7 tertulis "Negeri Piramida"; mau menggunakan "jemaah" atau "jamaah"; "hotel Hilton" atau "Hotel Hilton" dan sejenisnya, aku atau saya, atau lebih teledor lagi: menulis "Allah Saw." (hal. 53).
Keteledoran dan penyuntingan berlepotan seperti itu sulit ditoleransi. Cukup sekian saya mengkritik, biar saya tak semakin tampak nyinyir dan bawel, seakan-akan jadi polisi EYD dan paling tahu soal penyuntingan. Seperti saya akui sejak jauh hari, saya juga bukan editor teladan yang bebas dari kesalahan seperti itu---tapi boleh taruhan, kesalahan saya tak sebanyak itu dalam sebuah buku. Buat saya, penyuntingan dalam buku ini mengerikan. Kalau kita pikirkan lebih lanjut bahwa buku ini diterbitkan penerbit yang berafiliasi dengan Islam, makin malulah kita membayangkannya. Subjek buku ini tentang rukun Islam, tapi kualitas kontrolnya hancur-hancuran. Dalam hati saya berdoa untuk diri sendiri, semoga kinerja saya sebagai editor tambah bagus dan awas. Rasanya saya punya iktikad untuk membuat buku jadi lebih baik.
Sisanya, saya hanya berani menduga-duga. Kenapa penerbit tetap melempar buku ini ke pasar meski penyuntingannya buruk? Kenapa tampak tergesa-gesa, seakan-akan mengabaikan keinginan pembaca atas produk berkualitas? Apa penerbitan buku ini begitu terdesak oleh kekuatan luar biasa sampai mustahil ditunda demi perbaikan pracetaknya?
Beberapa bulan lalu saya mengkritik kejanggalan editing buku lain sampai sang editor menganggap saya berniat mendiskreditkan kinerja dan namanya, bahkan menuduh saya jahat terhadapnya, kini saya dikirimi buku dengan kasus yang tampaknya lebih parah. Tapi kalau dibiarkan rasanya saya membohongi diri sendiri, bahwa kita ingin menerbitkan buku yang baik, memiliki keterbacaan tinggi, luwes menggunakan norma bahasa---bukan asal-asalan.
Semoga kita belajar dari kasus penerbitan buku ini. Jangan lagi kita menyia-nyiakan kertas, tinta, biaya produksi untuk buku dengan kualitas editing rendahan. Nanti malas kita membacanya.[
Anwar Holid, editor, penulis, dan publisis. Blogger @ http://halamanganji
KONTAK: wartax@yahoo.
Link terkait:
http://www.ptiman.
http://www.ptiman.
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
No comments:
Post a Comment