Indeks yang Ngaco
---Anwar Holid
Sudah lama aku mengidam-idamkan buku Sembilan Elemen Jurnalisme karya Bill Kovach & Tom Rosenstiel (Pantau, 2006, 297 hal.) Selama ini aku hanya suka menyempatkan buka-buka buku itu kalau sedang berkunjung ke toko buku Ultimus. Aku tertarik buku itu setelah Farid Gaban meresensinya di milis jurnalisme@yahoogro
Sembilan Elemen Jurnalisme adalah buku bagus. Sejumlah resensi acak terhadap buku itu di Internet membuktikannya. Di Indonesia tampaknya buku itu diperkenalkan secara konsisten oleh Andreas Harsono. Andreas meresensi edisi Inggris buku itu secara komprehensif di blognya. Kita akan membicarakan edisi Indonesia buku tersebut, persisnya bagian indeks. Jadi bahasan ini berusaha mengesampingkan penilaian terhadap kualitas penyuntingan isi buku tersebut---meskipun tetap saja ada salah eja, cara penulisan dan tanda baca, atau diksi yang agak aneh. Salah eja mencolok misal terjadi pada nama Kuce, Henry (hal. 289) yang mestinya ditulis Luce, Henry---pendiri majalah Time. Lebih fatal lagi mengingat "Kuce, Henry" masuk entri huruf L! Juga Lech Walessa (hal. 9), padahal di halaman 11 dan indeks dieja sebagai Lech Walesa; sebuah kota dieja sebagai Gdanks, padahal mestinya Gdansk.
Karena ingin tahu detail buku itu, aku segera memperhatikan sepuluh halaman indeksnya (hal. 283-293). Entah kenapa ingatanku mengarah ke "The New Yorker"; ternyata kata kunci tersebut muncul, disebut ada di halaman 71. Aku langsung menuju ke halaman itu, mencari-cari.
"Wah, gimana indeks buku ini?" batinku kalut, langsung merasa ada yang salah dengan indeksnya.
Jadi aku putuskan menelisiknya lebih teliti.
Indeks pertama buku ini ialah ABC News, 30-31, 32, 102, 170, 171. Aku cek, ternyata di halaman 30 ABC News tidak ada. Baru ada di halaman 31. Namun di halaman 32 kembali tidak ada, begitu juga di halaman 102 dan 170. Baru ada lagi di halaman 172. ABC News sebenarnya juga muncul di sepanjang halaman 194-197, tapi justru tidak dicantumkan di indeks. "Ini kebetulan atau sengaja?"
Indeks buku ini ngaco. Halaman yang ditunjuknya hampir semua salah. Ia secara acak meleset lebih dari sepuluh halaman. Misal Henry Luce, yang ada di halaman 72, ditulis 61. Michael Mann di halaman 87 ditulis 72. The New Yorker, yang disebut ada di halaman 71 dan 119, setelah dicari-cari baru ada di halaman 86 dan 96.
Bagaimana penerbit dan penyunting buku ini menyusun halaman indeks sampai sepuluh halaman itu praktis sia-sia karena malah bikin frustrasi? Di penerbitan, indeks biasanya dikerjakan oleh asisten editor atau juru indeks atas perintah editor, yang sekalian menentukan subjek dan jangkauan indeksnya. Halaman indeks relatif, disesuaikan kebutuhan buku. Tugas juru indeks sebenarnya sederhana, yaitu memilih kata kunci yang dinilai penting dan relevan dengan isi buku dan mencantumkan di halaman berapa kata itu muncul. Hukumnya: kata dan halaman itu harus akurat. Dalam Sembilan Elemen Jurnalisme, kata kuncinya relataif memadai, cuma halamannya kacau. Padahal syarat indeks itu harus bisa menunjukkan kata kunci dengan cepat dan tepat. Kamus Encarta mendefinisikan indeks sebagai "daftar rujukan alfabetik di buku: suatu daftar alfabetik, biasanya ada di akhir buku, berisi nama orang, tempat, atau topik beserta nomor halaman tempat hal tersebut tertera di sana."
Secara harfiah (dari index, b. Latin) kata itu berarti jari telunjuk.
Sungguh merepotkan kalau indeks yang ada ternyata salah.
Aku langsung tanya ke Acia, kawam mantan layouter yang kini jadi programer: "Apa yang membuat halaman di indeks salah (inakurat)? Aku menemukan ada buku halaman indeksnya hampir semua salah."
Jawabnya kena: "Setelah dilayout ulang sesudah proof reading, indeksnya enggak diperiksa lagi (di-update).
Jelas sudah. Penyunting dan penerbit buku ini tak memeriksa ulang penyusunan indeksnya. Mereka mengira semua baik-baik saja setelah penyuntingan beres, padahal mestinya mengawal pracetak hingga isi buku benar-benar tanpa kesalahan. Kesalahan serius halaman indeks pada Sembilan Elemen Jurnalisme membuat anggapan baikku pada buku ini langsung runtuh. Kasus pada buku ini menunjukkan betapa kesalahan penerbitan bisa terjadi pada siapa saja, dan begitu terjadi, ternyata mudah menemukannya. Sedihnya, ini terjadi pada buku tentang penulisan, yang salah satunya mengajarkan disiplin verifikasi.[
Anwar Holid bekerja sebagai editor, penulis, dan publisis. Blogger @ http://halamanganji
KONTAK: wartax@yahoo.
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
No comments:
Post a Comment