Monday, January 4, 2010

[ac-i] Re: Mensos Proses Gelar Pahlawan - Sejarawan: Jangan Buru-buru dan Emosional Angkat Pahlawan Nasional

 

Pendapat Dr.Asvi Warman Adam sangat patut diperhatikan: keterburuan dan
emosional tidak boleh dijadikan patokan untuk menobatkan seorang tokoh
sebagai pahlawan. Keterburuan dan emosional bisa disalah digunakan oleh
elemen-elememn politik tertentu untuk menunggangi kesempatan yang tidak
matang bagi menggolkan tujuan-tujuan gelap mereka yang terselubung seperti
umpamanya akan juga menobatkan suharto sebagai pahlawan dengan alasan yang
super simpel: "kalau Gus Dur diangkat Pemerintah jadi pahlawaan mengapa
suharto tidak? .Dan bila terjadi demikian maka opini masyarakat yang
emosional dan spontan akan terkecoh yang ahirnya akan merugikan nama Gus Dur
sendiri di kemudian hari sebagai pahlawan yang kurang memenuhi criteria
atau syarat seperti antara lain: "mempunyai jasa yang luar biasa terhadap
negara" yang itu tidak pernah dilakukan oleh Gus Dur. Cacat criteria ini
akan sulit diperbaiki dan hanya akan merugikan nama Gus Dur sendiri dan
menguntungkan nama suharto yang bisa jadi pahlawa nasional yang cacad
criterianya dihilangkan secara otomatis oleh cacad criteria-nya Gus Dur yang
semua itu ciptaan Orba dan penerusnya. dan ini juga akan dijadikan tabungan
bagi Presiden yang sekarang, bila pada suatu saat dia juga berpulang, maka
titel pahlawan Nasional sudah dalam kantongnya meskipun penuh dengan cacad
politik. Ini sunguh permainan politik yang tidak bersih yang dilakukan
terhadap mayat-mayat yang bersih maupun yang tidak bersih.
asahan.

----- Original Message -----
From: "GELORA45" <SADAR@netvigator.com>
To: "GELORA" <GELORA45@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, January 05, 2010 2:58 AM
Subject: #sastra-pembebasan# Mensos Proses Gelar Pahlawan - Sejarawan:
Jangan Buru-buru dan Emosional Angkat Pahlawan Nasional

Mensos Proses Gelar Pahlawan
Selasa, 5 Januari 2010 | 06:00 WIB

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
KH Abdurrahman Wahid
TERKAIT:
a.. Keluarga Gus Dur Tak Pernah Minta Gelar
b.. Mahfud MD Yakin Gus Dur Pasti Pahlawan Nasional
c.. Pemulihan Nama Gus Dur Mesti Dilakukan
d.. Jika Usulan Diterima, maka Gelar Pahlawan Diumumkan 10 November
Sumber : Kompas Cetak

JAKARTA, KOMPAS.com - Meski Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
pernah membubarkan Departemen Sosial, Departemen Sosial tidak akan
menjadikan hal itu sebagai pengganjal proses Gus Dur menjadi pahlawan.
Departemen Sosial berjanji secepatnya memproses hal tersebut.

Menteri Sosial Salim Segaf Al'Jufrie mengemukakan hal itu kepada wartawan,
Senin (4/1) di Jakarta.

Salim Segaf Al'Jufrie membacakan prosedur pengusulan gelar pahlawan
nasional. Ia menjelaskan, pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan
Pemerintah Indonesia kepada warga negara Indonesia yang semasa hidupnya
melakukan tindak kepahlawanan dan berjasa sangat luar biasa bagi kepentingan
bangsa dan negara.

Kriteria untuk gelar pahlawan nasional, antara lain, pengabdian dan
perjuangan yang dilakukannya berlangsung hampir sepanjang hidupnya (tidak
sesaat) dan melebihi tugas yang diembannya.

"Perjuangan yang dilakukannya mempunyai jangkauan luas dan berdampak
nasional, memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan/nasionalisme
yang tinggi, memiliki akhlak dan moral yang tinggi," ungkap Salim.

Ia menjelaskan, setelah ada usulan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
DPR, akan menyusul dari fraksi lainnya, berikutnya Departemen Sosial akan
memproses berkas usulan yang diajukan untuk bisa dilengkapi sebelum diajukan
kepada Presiden guna ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Syarat-syarat
menjadi pahlawan nasional mengacu pada UU Nomor 33 Prps Tahun 1964 tentang
Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan.

Kalau sudah lengkap, lanjut Salim, tidak akan lama penetapannya. Biasanya
diumumkan pada peringatan Hari Pahlawan, bulan November.

Melihat besarnya desakan dan harapan masyarakat pada penganugerahan gelar
pahlawan kepada Gus Dur, Gubernur Jawa Timur Soekarwo langsung memerintahkan
Kepala Dinas Sosial Jatim Fahrur Rozi Syata terjun ke kediaman Gus Dur di
Jombang, Senin sekitar pukul 10.00. Dalam kesempatan itu, Fahrur bertemu
dengan Gus Irfan, wakil keluarga almarhum Gus Dur, untuk menyampaikan
beberapa persyaratan pengajuan gelar pahlawan kepada Gus Dur.

Namun, KH Abdul Hakam Kholiq Hasyim atau Gus Hakam, salah seorang sepupu Gus
Dur, mengingatkan, rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur
sebelumnya diharapkan didahului dengan upaya pemulihan nama baik Gus Dur.

Menurut Gus Hakam, pemulihan nama baik Gus Dur terkait dengan citra di
sebagian masyarakat saat ini bahwa Gus Dur masih terkait dengan skandal
Buloggate dan Bruneigate.

"Padahal, sampai sekarang tidak ada bukti keterkaitan Gus Dur dalam
Bruneigate dan Buloggate," katanya.

Peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam,
meminta semua pihak, termasuk pemerintah, tidak terburu-buru dan sekadar
bersikap emosional dalam menetapkan seseorang untuk dianugerahi gelar
pahlawan.

Asvi mengingatkan, kepastian seberapa banyak dan untuk apa gelar pahlawan
diberikan harus diperjelas terlebih dahulu. Jika tidak, hal itu
dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan dan berdampak penetapan anugerah
seperti itu tidak lagi bermakna. (abk/las/ink/dwa/nal)

Sejarawan: Jangan Buru-buru dan Emosional Angkat Pahlawan Nasional
Laporan wartawan KOMPAS Wisnu Dewabrata
Senin, 4 Januari 2010 | 20:38 WIB

Kompas/Lucky Pransiska
Asvi Warman Adam
TERKAIT:
a.. Pemulihan Nama Gus Dur Mesti Dilakukan
b.. Jika Usulan Diterima, maka Gelar Pahlawan Diumumkan 10 November
c.. Gubernur Jatim Upayakan Gelar Pahlawan untuk Gus Dur
d.. PDI-P Hanya Calonkan Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional
e.. Demokrat: Selain Gus Dur, Pak Harto Juga Layak Pahlawan Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) sekaligus sejarawan Asvi Warman Adam, Senin (4/1/2010), meminta semua
pihak termasuk pemerintah tidak terburu-buru dan sekadar bersikap emosional
dalam menetapkan seseorang untuk dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Hal itu lantaran sampai sekarang, tambah Asvi, pemerintah tidak kunjung
jelas menetapkan apa dasar dan esensi tujuan menetapkan seseorang untuk
menerima gelar kehormatan tersebut. Padahal, seharusnya penetapan seperti
itu bertujuan memberi keteladanan.

Menurut Asvi, dalam 50 tahun belakangan ini, sejak pertama kali gelar
Pahlawan Nasional diberikan oleh pemerintah pada tahun 1959, sudah ada 147
orang yang dianugerahi gelar tersebut. Dia meyakini, banyak nama masih belum
dikenal secara luas di masyarakat.

"Sekarang coba dicari tahu, misalnya, berapa banyak masyarakat kita paham
nama seorang Pahlawan Nasional Pong Tiku asal Toraja, yang telah berjas a
melawan penjajah kolonial Belanda? Banyak mungkin yang belum tahu. Padahal,
Pahlawan Nasional itu kan seharusnya menjadi sebuah album daftar tokoh, yang
bisa menjadi inspirasi dan teladan," ujar Asvi.

Hal itu disampaikan Asvi menanggapi pengajuan sejumlah kalangan, termasuk
dari partai politik (parpol), agar pemerintah memberi gelar Pahlawan
Nasional bagi mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid yang wafat pekan lalu
untuk menghormati dan menghargai perjuangannya semasa hidup.

Asvi mengingatkan, kepastian tentang seberapa banyak dan untuk apa gelar
Pahlawan Nasional, yang diberikan dan dibutuhkan, harus diperjelas terlebih
dahulu. Jika tidak, hal itu dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan dan
berdampak, penetapan anugerah seperti itu tidak lagi bermakna.

Lebih lanjut, Asvi mencontohkan, pada tahun 1964 di masa ketika pemerintah
menganut paham nasionalisme, agama, dan komunisme (Nasakom), gelar Pahlawan
Nasional yang diberikan saat itu bahkan disesuaikan dengan paham tersebut.
Malahan, masa pemerintahan mantan Presiden Sukarno itu menjadi masa di mana
anugerah Pahlawan Nasional paling banyak diberikan.

"Saat itu kakek dan bapak KH Abdurrahman Wahid, KH Hasyim Asy'ari dan KH
Wahid Hasyim, dianugerahi gelar Pahlawan Nasional yang mewakili kalangan
agama. Selain dari NU dua orang, juga dari Muhammadiyah dua orang. Sementara
dari kalangan komunis ada Alimin, dari kalangan militer itu Oerip
Sumohardjo, dan dari kalangan perempuan itu Kartini, Cut Nyak Dien, dan Cut
Meutiah," ujar Asvi.

Lebih lanjut, Asvi juga mewanti-wanti jangan sampai usulan pengajuan nama KH
Abdurrahman Wahid sebagai Pahlawan Nasional hanya dilatari motivasi pribadi
atau kepentingan politik kelompok tertentu. Jika berhasil, tambah Asvi,
bukan tidak mungkin orang atau kelompok itu nanti akan mengklaim diri telah
berjasa memperjuangkan Abdurrahman menjadi Pahlawan Nasional.

"Dalam konteks seperti itulah strategi pemerintah dalam menetapkan Pahlawan
Nasional menjadi sangat dibutuhkan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009
tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan masih belum jelas benar
walau memang sudah ada perbaikan. Tentukan dahulu apa nilai-nilai yang mau
dijadikan teladan sebelum memberikan gelar seperti itu," tambah Asvi.

[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

_________________________
SASTRA-PEMBEBASAN, wacana sukasamasuka sastrakitakitaYahoo! Groups Links

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment