Saya pikir, Muhammad Arief sebagai seniman asal Banyuwangi; yaitu sang pencipta lagu Genjer-genjer tidak mengkhususkan lagu tersebut untuk PKI, tapi menceritakan keprihatinan pada saat itu mengenai kehidupan masyarakat. Lagu tersebut menceritakan pohon genjer yang ada diselokan kemudian diambil oleh ibu-ibu terus dijejer-jejer dipasar dan dibeli, lalu kemudian diolah dirumah menjadi makanan, begitulah inti dari syair dari lagu Genjer-genjer ciptaan M. Arief tersebut. Hanya kemudian berjalannya roda politk negeri ini, M. Arief masuk pada Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), hingga saat itu lagu ini menjadi identik dengan lembaga politik yang dilarang tersebut. Hingga identiklah lagu tersebut dengan PKI. Tapi itulah negeri ini, bergulir bagaikan dalam mimpi. Pada era sebelum pergolakan politik memanas, lagu ini menjadi lagu yang sangat populer dan banyak digemari; Bing Selamet dan Lilis Suryani menyanyikannya, kemudian beralih jadi konotasi miring. Kenapa demikian? Ini karena lagu Genjer-genjer diplesetkan oleh Hasan Singodimayan (seniman HSBI), kata Genjer-genjer dalam lagu itu diganti jadi Jenderal-jenderal. Ya, begitulah nasib lagu genjer-genjer karena perjalanan politik negeri ini. Semoga masyarakat kita makin dewasa dan arif dalam memahami sejarah negeri dan budaya bangsa ini. Salam, Agus Safari --- On Mon, 9/14/09, BISAI <a.alham@kpnplanet.
|
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
No comments:
Post a Comment