Wednesday, October 20, 2010

[ac-i] orientasi teoritik teori turunan hudanian

 

Orientasi Teoritik Teori Turunan Hudanian – Ilmu

Kokohkah klaim ilmu yang membatasi ruang geraknya ke objek nyata yang bisa diamati manusia? Bahwa masalah yang dihadapi ilmu adalah "masalah yang bersifat konkret yang terdapat dalam dunia fisik yang nyata", seperti yang dikatakan Jujun S Suriasumanteri dalam bukunya Filsafat Ilmu, atau yang diyakini oleh komunitas kaum ilmuwan. Karena ilmu bergerak di objek konkret, di dunia fisik yang nyata, maka "ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia. Jadi ilmu tidak mempermasalahkan tentang hari kemudian atau surga dan neraka yang jelas berada di luar pengalaman manusia."

Kita boleh mengambil titik persamaan untuk kelengkapan pandangan, dari pernyataan doktor lulusan Harvard University ini. Bahwa surga dan neraka yang dikatakan jujun memang bukanlah kawasan pengalaman kita secara langsung. Tapi dengan pengertian ini kita lalu dihadapkan dengan definisi pengalaman empirik yang nyata, yang kita sebut sebagai fakta itu. Apakah yang nyata, yang empirik, apakah fakta, semata harus dapat dilihat secara langung oleh pandangan? Sebagai dunia kenyataan yang bisa dilihat dari dunia indra semisal mata, telinga atau kulit sang pembungkus tulang kita itu.

Adalah kenyataan bahwa surga dan neraka menjadi pengalaman batin kita, menjadi keyakinan yang terpendam diam-diam, karena wacana surga dan neraka yang dipompakan kepada kita sejak kanak. Bahwa sebagian besar orang mempercayainya sebagai benar dan pasti, sedang bagian terkecil mungkin tak percaya, atau bahkan tidak berpikir, atau memikirkannya sama sekali, tapi sebagai struktur pengalaman, surga dan neraka terstruktur sebagai dunia pengalaman di dalam pikiran kita. Dengan begini, dan kalau begitu, maka pengalaman langsung itu lalu mengambil bentuk sebagai pengalaman langsung "di luar" dan pengalaman langsung "di dalam".

Di luar adalah mata kita yang memandang batu sebagai fakta empirik yang bisa kita pandang. Di dalam saat batu itu pindah ke dalam dunia pikiran sebagai batu yang bisa kita pikirkan atau rasakan. Atau dalam wacana agama tadi: di luar surga dan neraka adalah pengetahuan dan objek yang ada tapi kita tidak tahu di mana letaknya, di dalam ia menjadi "batu-surga" atau "batu-neraka" dalam pikiran.

Dengan pengertian pemikiran empirik sebagai yang nyata seperti ini, kita juga bisa terus menariknya ke dalam polemis, bahwa pikiran dan perasaan manusia itu, nampaknya bukanlah objek nyata seperti batu di luar yang nyata itu. Tidak nyata karena adanya ada yang terbenam dalam kesadaran yang tak bisa dipandang secara langung. Pikiran atau kesadaran ini, kalau wacana surga dan neraka yang tak nyata dan di luar kawasan pengalaman manusia, menurut dunia ilmu, kita tarik ke puncaknya yakni Tuhan, maka pikiran begitu dekat kepada ciri dan sifat-sifat tuhan. Yakni sifat dengan ciri ruh, sadar, tapi tak nyata dalam pandangan dunia indera. Dengan demikian terjadilah paradoks yang bercorak ironik: kenyataan sebagai fakta, sebagai empirik, dirumuskan oleh kenyataan sebagai tak fakta dan tak empirik – yakni pikiran kita itu. Fakta di luar benar yakni batu. Fakta di luar seolah salah tapi benar yakni batu dalam pikiran.

Basis ilmu yakni pikiran adalah fakultas mewah yang melekat di kita selaku mahluk dengan status manusia, manusia yang pandai berpikir. Tapi animal rasional aristoteles ini, lihatlah kini menyandera dirinya sendiri dengan membuat sekat atas kemewahan yang diberikan padanya. Pikiran menjadi mewah dan berharga saat ia berhasil, dengan bangunan logika logisnya, menguakkan misteri "benda-benda". Tapi saat ia hendak menembus misteri darimana benda, ke mana hendak pergi serta status benda dalam totalitas hidup, mendadak satu aspirasi bernama "ilmiah" membatasi sang burung yang hendak menembus ini. Akibatnya ia tak mampu menikmati kelezatan dari kemewahan pengetahuan yang di luar yang bisa ia pandang. Yakni pengetahuan "awal" dan pengetahuan "akhir". Awal batu sebagai awal titik big bang, akhir batu sebagai akhir titik big bang setelah "terompet" raksasa itu kelak ditiup.

Dengan begitu masih mungkinkah ucapan Cassirer terhadap prestasi dan kenyataan dunia ilmu, bahwa ilmu "merupakan langkah terakhir dalam perkembangan mental manusia dan boleh dianggap sebagai pencapaian tertinggi dan paling karakteristik dalam kebudayaan manusia."

Dengan cara apa ilmu menjadi langkah terakhir perkembangan mental manusia, atau pencapaian tertinggi dalam kebudayaan, yang kita ubah tampilannya dari budaya, kebudayaan, menjadi "hidup ini, atau kehidupan ini"? Tidakkah ilmu telah membatasi objek studinya sendiri? Dan tidakkah hidup sebagai suatu objek ilmu adalah sebuah dunia yang lengkap, yang selalu ditabulasikan dalam dan saat sang ilmu bekerja merinci kebutuhan manusia, sebagai kebutuhan yang bersifat fisik dan kebutuhan yang bersifat non fisik. Fisik dan non fisik, adalah satu pengakuan implisit bahwa di luar realitas yang bersifat material, oleh ilmu, ada juga realitas yang bersifat immaterial, yang juga dinyatakan oleh ilmu.

Tentu saja kita harus keluar dari dilema definisi ilmu seperti itu. Yakni ilmu yang membatasi sekat eksistensinya sendiri. walau kehendak ini melawan dominasi pandangan, tak mengapa juga demi dan untuk, klaim dari ilmu itu sendiri, yakni daya pikiran manusia yang hendak mengolah alamnya. Dan ilmu memang bisa keluar dari dilema ilmu dengan cara memandang fakta sebagai fakta yang terlihat mata dan fakta yang tak terlihat mata, seperti yang dikatakan oleh buku besar itu: percaya kepada yang nyata dan yang tak nyata saat kamu melihatnya.

Maka aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan apa yang kamu tiada lihat.

Lihatlah buku besar ini sedang mengatakan ada dan tiada dari cara definisi kata-kata yang diayunkannya.

Hudan hidayat





__._,_.___
Recent Activity:
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment