Tuesday, August 10, 2010

[ac-i] Kenangan Khmer Merah Komunis

 

Khmer Merah
"Penjagal" Itu Berkisah
KOMPAS.COM Rabu, 11 Agustus 2010 | 09:12 WIB
AP PHOTO/ELIZABETH BECKER
Bocah-bocah Kamboja berjalan beriringan di dekat pertanian kolektif pada masa pemerintahan Khmer Merah, Desember 1978. Anak-anak dipisahkan dari orangtua dan sanak keluarga oleh rezim Khmer Merah yang melarang adanya hubungan kekeluargaan.
TERKAIT:

KOMPAS.com — Selama lebih dari tiga dekade, desa-desa di Kamboja menjadi tempat tinggal para pembunuh diam: para mantan komandan Khmer Merah yang membunuh ratusan, bahkan ribuan korban, lalu membuang jenazah-jenazah ke kuburan dangkal.

Thet Sambath, pembuat film, melewatkan 10 tahun menyisir pedesaan mencoba untuk menemukan pembantai. Bersama pemimpin ideologi rezim itu, Nuon Chea, mereka mengungkapkan kebenaran mengenai salah satu dari babak tergelap abad ke-20.

Kisah-kisah mereka diceritakan dalam film dokumenter Musuh Rakyat, yang masih diputar terbatas di AS. Namun, akan makin banyak bioskop yang menayangkannya.

Setidaknya 1,7 juta orang atau seperempat dari jumlah penduduk tewas karena dieksekusi, penyakit, kelaparan, dan kerja paksa ketika Khmer Merah yang ultrakomunis mencoba mengubah negara itu menjadi sebuah firdaus pertanian yang luas tahun 1975-1979.

Dalam film itu, Soun, seorang mantan komandan milisi, duduk di bawah sebatang pohon dan memandang lahan yang kini jadi hamparan sawah hijau. "Saya kembali ke sini, tempat saya pernah membunuh," katanya. Dia menunjuk beberapa tempat lokasi mayat-mayat menggembung bertumpukan. "Saya merasakan sesuatu yang sangat buruk.... Jiwa dan tubuh saya berputar. Semua yang telah saya lakukan melintas cepat dan seolah nyata di pikiran."

Dia ingat bau darah di tangannya saat dia makan nasi suatu malam. Sebelumnya, dia memandang ke mata seorang penjahit cantik sembari memegang erat lutut, memohon untuk diselamatkan.

Soun tergoda, lalu bertanya apakah penjahit cantik itu mau hidup dengannya selamanya. Perempuan itu cepat-cepat berjanji, tetapi ketika Soun mendengar atasannya berteriak, "Apa yang kau tunggu? Cepat!" Dia pun langsung menikam tubuh perempuan itu dan....

Tak ada jalur perintah

Soun membawa Thet yang berusia 42 tahun itu untuk menemui para pembunuh lain, yang harus diyakinkan perlahan agar mengaku. Mereka juga menemui pihak yang memerintahkan pembunuhan etnis minoritas dan orang-orang yang dicurigai menjadi pengkhianat atau mata-mata Vietnam.

Saat mereka menelusuri hierarki komando, menjadi jelas bahwa kemungkinan tidak pernah ada sebuah "perintah asli" dari lingkaran Khmer Merah untuk pembantaian di pedesaan. Yang terjadi adalah para pemimpin daerah dan pejabat-pejabat atasan mereka langsung menginterpretasikan apa yang mereka dengar pada tingkat politik abstrak.

Khmer Merah menghadapi pertikaian di dalam sejak awal. Dua pemimpin utama, Pol Pot yang meninggal tahun 1998 dan Nuon Chea yang menanti sidang di mahkamah pengadilan perang, mendukung China. Namun, banyak pihak lain yang memilih berteman dengan Vietnam.

Nuon Chea mengakui untuk pertama kali bahwa dia dan Pol Pot sama-sama memutuskan untuk membunuh semua anggota partai yang dianggap musuh-musuh rakyat. "Mereka harus dihancurkan," katanya untuk menyelamatkan partai. Namun, dia mengatakan tidak menyadari atau terlalu sibuk untuk peduli soal apa yang terjadi di desa-desa.

Perjalanan itu merupakan perjalanan pribadi bagi Thet, seorang reporter senior dari surat kabar Phnom Penh Post.

Ketika dia kanak-kanak, ayahnya ditikam sampai tewas setelah sebuah rapat yang diadakan kader Khmer Merah. Saat itu dia keberatan atas rencana penyitaan ternak, emas, dan properti pribadi demi partai. Ibunya dipaksa menikahi seorang anggota milisi Khmer Merah dan tak lama setelah itu hamil dan meninggal saat melahirkan. Adiknya juga tewas.

Thet berpikir bahwa menemukan orang-orang yang ambil bagian dalam sebagian pembantaian itu akan membantunya untuk mengerti dan menjadi sembuh. Mereka yang membuka diri padanya sepertinya juga mendapat manfaat. "Saya ingin mengungkapkan semua pembunuh yang saya kenal," kata Soun. "Ketika kita menemukan mereka dan mengakui semuanya, saya merasa lebih tenang."

Perlu bertahun-tahun bagi Thet mendapatkan kepercayaan Nuon. Mereka berdua membentuk sebuah ikatan kuat. (AP/DI)

Editor: aegi   |   Sumber : Kompas Cetak Dibaca : 2806
Sent from Indosat BlackBerry powered by

__._,_.___
Recent Activity:
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment