Friday, August 28, 2009

[ac-i] BANGKA pOS.com : Temu Sastrawan Indonesia II Kurang Sambutan

 

Berita

04 agustus 2009 09:00

Temu Sastrawan Indonesia II Kurang Sambutan

Temu Sastrawan Indonesia II Kurang Sambutan

Pangkalpinang, Babel - Pertanyaan tentang sejauh mana kontribusi perhelatan akbar Temu Sastrawan Indonesia (TSI) II 2009 untuk menggaungkan sastra lokal (Bangka Belitung) selaku tuan rumah akhirnya terjawab sudah. Sebanyak 16 orang narasumber yang terdiri dari sastrawan ternama, kritikus dan peneliti sastra Indonesia tersebut, hanya melemparkan wacana-wacana teoritis tanpa diperkuat dengan rekomendasi nyata tentang kebangunan sastra lokal di ranah nasional. "Kita akhirnya betul-betul menjadi penonton. Hanya nilai-nilai normatif (silaturrahmi) yang dapat kita petik. Sementara nilai intelektualitas tentang bagaimana membangun sastra lokal agar lebih gemilang di tingkat nasional, tidak terasa kita dapatkan," ungkap sesepuh adat sekaligus pegiat budaya dan sastra Bangka Belitung, Suhaimi Sulaiman, usai mengikuti Forum Dialog dan Apresiasi Sastra di Gedung Diklat Provinsi Babel, Sabtu (1/8).

Hampir semua narasumber, kata Suhaimi, hanya melemparkan wacana bersifat teori tanpa memberikan kontribusi atau jalan keluar yang nyata bagaimana membangun dunia sastra lokal agar lebih diperhitungkan di tataran nasional. "Kontribusi seperti ini yang sebenarnya kita harapkan muncul. Kalau hanya sekadar teori barangkali dapat kita pelajari dari buku-buku," tandas Suhaimi. Suhaimi mengakui, dari sisi serimonial, TSI II 2009 yang mengusungkan tema Sastra Indonesia Pascakolonial, sangat sukses dan meriah.

"Kawan-kawan yang terlibat di panitia, termasuk pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, saya pikir sudah memberikan kontribusi yang besar terhadap meriahnya kegiatan ini. Rasa dahaga untuk bertemu kawan-kawan sastrawan ternama dari pelosok tanah air terasa terlampiaskan," kata Suhaimi seraya menyarankan, agar TSI di masa yang akan datang selain menekankan pentingnya nilai silaturrahim, juga hendaknya memperhitungkan rekomendasi tentang sastra lokal agar lebih menggeliat lagi. "Khususnya bagi tuan rumah, setidaknya even TSI meninggalkan benih intelektualitas untuk disemai agar kelak berbuah lebat dan dapat dipetik oleh sastrawan lokal serta masyarakat sebagai modal memajukan sastra lokal kita," papar Suhaimi.

Perumusan Tema

Radhar Panca Dahana, salah seorang narasumber Dialog dan Apresiasi Sastra TSI II 2009 mengungkapkan, tidak terpenuhinya harapan kawan-kawan daerah mengenai kontribusi yang dilahirkan dari TSI II, pada dasarnya bukan terletak pada kesalahan materi yang disampaikan. Menurut Radhar, persoalannya terletak pada perumusan tema yang disuguhkan oleh pihak panitia penyelenggara. "Jauh-jauh hari kita sudah disodorkan untuk berbicara tentang Sastra Indonesia Pascakolonial sebagaimana tema TSI II. Ya, otomatis kita akan berbicara tentang tema, menterjemahkannya sesuai konteks yang disodorkan kepada kita," kata Radhar.

Kendati demikian, kata dia, dalam ruang tanya jawab, beberapa peserta ada yang mempertanyakan masalah sastra lokal dan kaitannya dengan persoalan sastra secara nasional saat ini. "Jawaban yang disampaikan oleh para narasumber, mungkin memang agar terbatas dan tidak terlalu dikupas tuntas, mengingat pertanyaan-pertanyaan tersebut lepas begitu saja dari paparan makalah," ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan Radhar, dalam konstalasi sastra nasional saat ini, peran sastra lokal sudah cukup baik dan bagus. "Jadi saya pikir, kreativitasnya saja yang lebih perlu ditingkatkan. Dari sisi kualitas sudah amat baik. Yang penting terus saja untuk berkarya, jangan pernah ada kata berhenti. Kemajuan atau upaya membangun lebih gemilang sastra lokal, tentunya tidak mutlak harus melalui kegiatan seperti TSI ini," jelas Radhar. Ditanya bagaimana sejauh ini kontribusi sastra lokal, khususnya Bangka Belitung dalam mewarnai sastra di tataran nasional, Radhar mengaku belum melihat sesuatu yang dapat diandalkan dari kronik sastra Babel untuk tanah air. "Saya belum melihat hal itu. Atau mungkin terlepas dari perhatian saya tentang hal tersebut," ujarnya.

Sementara pembicara dari Yayasan Lontar, Jhon McGlynn, menyatakan, tema yang diusung dalam TSI II 2009 terkesan terlalu luas. "Mestinya ada pengerucutan yang lebih kecil, misalnya diarahkan kepada konteks yang lebih lokal, sehingga akan mampu menjawab tantangantantangan apa dan jalan keluar yang bagaimana yang perlu dirumuskan untuk memberi jawaban sebagaimana harapan kawankawan daerah. Kendati tidak berupa jawaban, ya mungkin ada sejenis rekomendasi untuk dijadikan PR bersama," papar Jhon.

Menurut hemat Jhon, TSI II 2009 terkesan kurang mendapat perhatian masyarakat luas. "Masyarakat tampaknya kurang memanfaatkan momen ini. Para pelajar dan mahasiswa juga tidak terlihat antusiasnya. Saya tidak tahu persis apa persoalannya, apa memang tidak dilibatkan ataukah karena tempat penyelenggaraannya yang jauh dari pusat keramaian," tandas Jhon. Jhon mengakui, sejak berada di Bangka Belitung tiga hari lalu, ia menangkap suatu yang unik dan mestinya perlu diteliti lebih mendalam tentang keunikan itu. "Khususnya dari segi bahasa, memiliki karakter yang sangat unik dan tidak sama dengan masyarakat Melayu lainnya. Bangka Belitung sebagai ranah Melayu, dalam benak saya saat ini, memiliki suatu yang khas dan beda," terang Jhon.

Tidak hanya jika dibandingkan dengan wilayah luar, lanjut Jhon, antara Bangka dan Belitung saja memiliki perbedaan yang khas dan prinsifil. "Selama anakanak pemeran Laskar Pelangi berada di Jakarta, saya sering berkomunikasi dan memperhatikan masalah bahasa ini. Setelah beberapa hari di Bangka, saya mencoba memperhatikan dan mendengar bahasa yang digunakan oleh orangorang di sini (Bangka), dan ternyata sangat beda dengan bahasa yang sering saya dengar dari anak-anak Belitung pemeran Laskar Pelangi. Nah ini akan menjadi sesuatu yang unik untuk diteliti," paparnya.

Kurang Disambut

Terpisah, Ketua TSI II 2009, Sunlie Thomas Alexander, selaku panitia, mengungkapkan pihaknya jauhjauh hari telah memperkenalkan penyelenggaraan TSI ini kepada masyarakat luas, termasuk pelajar, mahasiswa bahkan guru dan dosen. "Tapi sayang mereka tidak memanfaatkan momen ini. Padahal masalah undangan khususnya kepada perguruan tinggi maupun pelajar, sudah kita sebarkan," terangnya.

Disinggung mengenai persoalan tema yang dinilai terlalu luas dan terkesan meninggalkan konteks lokal, Sunile menjelaskan, dengan tema itu sebenarnya akan didapat pengetahuan yang sangat luas tentang sastra Indonesia yang utuh sejak masa kolonial hingga saat ini. "Semuanya akan bisa terbaca, baik dari sisi lokalitas maupun lingkup nasional," tandasnya.(gia)

Sumber: http://beta.bangkapos.com
Kredit Foto: http://www.byui.edu



Berselancar lebih cepat.
Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk Yahoo! otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka browser.Dapatkan IE8 di sini! (Gratis)

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment