Wednesday, August 12, 2009

[ac-i] penyair ping homeric - segelas air mata

 

penyair ping homeric - segelas air mata

Share
Today at 9:51am | Edit Note | Delete
Segelas air mata penyair ping homeric

apa yang khas pada puisi sebagai "cabang" dari bahasa, bukan hanya cara puisi itu dihadirkan (tipografi), tapi juga adalah cara penyair mengolah hidup ke dalam puisi. kekhasan inilah yang membuat penyair membutuhkan bentuk yang bukan prosa tapi puisi.

Menghadirkan bentuk puisi bagi penyair, adalah tindak memparafrasakan kehidupan dalam bentuk puisi. Suatu tindak di mana hidup, tepatnya: kehidupan, diceritakan kembali oleh sang penyair (parafrasa itu).

Tapi parafrasa itu, atau penceritaan yang dikerjakan oleh penyair ke suatu puisi, bukanlah semata hanya "menguraikan kembali", tapi telah diberinya tafsir atas tiap fenomena hidup. Penyair tak lagi memindahkan sebuah bahan mentah kehidupan, seperti yang pertama kali dilihatnya itu, tapi telah sekaligus merenungkannnya, masuk pada kedalamanannya, pada misterinya, dan akhirnya keluar dengan cita rasanya atas kehidupan. Penyair, sampai di sini, telah memparapuisikan hidup itu sendiri.

Prosa memang bergerak tak secepat puisi. Walau suatu ketika kelak, dalam prosa pun ada sifat atau fenomena puisi. Seorang cerpenis atau seorang novelis, tak harus mengambil sepenuhnya ancang ancang bahasa di dalam kalimat pertamanya.

Terbaca pada "Bagian ke 5 ; Sosok Mpok Konde yang mulai kukenal", sebuah cerita dari ponco lou, cerita yang bisa menjadi besar kalau sang pengarang disiplin dengan detil, dengan psikologi cerita yang datang dari "orang kecil", kalimat kalimat seperti ini:

"Mpok Konde dikenal tetangganya pribadi yang ramah, rendah hati serta berjiwa sosial yang tinggi. Bagiku, pribadi seperti ini sangatlah pantas untuk dikenal lebih dekat. Dalam hal ini tentunya kita tidak perlu mengkotak-kotakan status sosial dalam masyarakat."

Dan itulah kalimat kalimat prosa – suatu gerak bahasa di mana sang cerpenis tak terburu-buru, tak gugup oleh degup dan denyut hidup yang harus ditangkap dengan bahasa, sebagaimana sang penyair. Tapi luang dan lapang. Bahasa bisa dimainkan dengan lebar.

atau esai kecil dari yeni ratna ini, dalam suatu komentar tentang esai nyanyian kata kata. yeni yang bergerak menguraikan pikirannya secara prosa, dengan suatu kehadiran isi bergaya kalimat serius dan main main:

"Catatan Mas Hahihu (he..he..) membuat saya berhenti sejenak. Tersindir oleh sebuah sentilan untuk rendah hati dan mencium aroma setiap kata yg diucapkan. Dalam bahasa puisi lah sesungguhnya setiap kata mendapatkan tempatnya yg terhormat, dimana setiap kata lahir dari sebuah kesadaran utk berkata. Setiap kata lahir dari kerendahan hati untuk mensunyikan diri utk memberi ruang bagi panca indera melihat, mendengar, mencium, merasakan suara alam, suara hati manusia. Sayangnya, aku tak pandai berpuisi…hiks..Makasih mas Hahihu (he..he..) atas catatannya yg inspiratif. Keren coyyy he.he.."

yang dalam komentar frans nadeak akan esai yang sama sepenuhnya serius, tanpa ada unsur permainan dalam bahasa prosa yeni ratna, seperti bisa kita baca di bawah ini:

"Saya tertahan membaca ini:

tujuan seni kata kata: mengebor kedalaman jiwa kita sendiri - dan jiwa orang lain. mengebor kedalaman raga kita sendiri - dan raga orang lain. menjejerkannya dan lalu membentukkannya dalam bentuk cerita - prosa. atau dalam bentuk puisi."

Kita familir dengan bahasa itu. Bahasa yang kita kenal dari suatu pelajaran resmi dalam bahasa. Tapi simaklah bahasa puisi, di mana sang penyair, seperti sang cerpenis, sama sama merepresentasikan kehidupan ke dalam dunia tanda tanda – aksara itu. Dalam puisi berjudul "lukisan mendung", bahasa resmi dalam suatu struktur bahasa itu telah digoyang oleh sang penyair. Gelas, dalam puisi itu, telah berubah fungsinya. Juga air mata telah berubah fungsinya. Fungsi yang disugesti oleh penyair ke dalam fungsi dari laku manusia – terduduk, katanya, tentang gelas itu.

Dan gelas itu bukan berisi air untuk diminum, tapi air mata. Bangunan bahasa yang kita kenal pun telah bergoyang di tangan sang penyair: bukan: ada gelas berisi air, tapi: segelas berisi. Sama sama bahasa keterangan: ada gelas berisi air, dengan "segelas berisi", itu. Tapi bahasa keterangan yang telah menjelma jadi puisi: segelas berisi, dan makin lengkaplap puisi mana kala sang penyair dengan taste tinggi akan bahasa mengubahnya, atau menambahkan, gelas berisi itu, dengan: air mata.

"Segelas berisi
Airmata"

Dengan memakaikan kata "se", segelas, maka kita tak memperhatikan suatu fenomena gelas-nya lagi. Tapi isi dari gelas, segelas. Yang ternyata adalah air mata. Air mata yang, astaga, ternyata "terduduk" seolah manusia. Jadi kesedihan itu, atau kekalahan itu, telah digandakan kiasnya oleh sang penyair. Mula mula pemakaian kata "air mata", lalu pemakaian suatu fungsi dari gerak manusia: duduk, dengan ter, terduduk, seolah ia kalah lalu diam merenung: ter, terduduk.

Jadi bukan gelas itu yang menjadi suatu fenomena terduduk di sana, tapi air mata, dan semua itu hanya dengan memindahkan, atau mengambil kata "se", menjadi segelas. Dan kita pun berhadapan dengan suatu imaji: air mata, di dalam gelas, terduduk, di atas meja. Meja? Mengapa tidak?: bukankah dunia ini seolah meja besar bernama dunia, di mana, atau tempat, air mata, kesedihan kita itu, kekalahan kita itu, atau harapan kita itu, bisa kita letakkan di atasnya: terduduk di atas meja.

Dalam puisi ping pada bait pertama, atau kalau kita cepat pindahkan pergerakannya ke bait kedua, jelas itu adalah suatu fenomena kesedihan, kehilangan (kehilangan mata bagi sang pelukis di sana). Kehilangan fungsi dirinya bagi gelas dengan pengubah yang ditambhkan oleh kata se, segelas, bukan gelas itu lagi yang ingin ditekankan. Tapi isi dari gelas, sehingga gelasnya boleh kita lupakan, kita abaikan, demi untuk suatu penangkapan isi, yakni air mata, air mata yang ada atau berada dalam gelas. Fungsi gelas menyimpan air, air minum untuk badan agar tetap hidup, telah dibalik oleh sang penyair: menjadi tempat air mata. Seolah kulihat dua biji mata kita itu pecah, berhamburan dan secara imajinatif berlari atau membentukkan dirinya ke benda lain yakni gelas.

Gelas itulah yang ditambah dengan se menjadi bukan gelas lagi atau mata lagi yang kita tatapi tapi apa isi di balik mata atau di balik gelas itu. Yakni kesedihan dengan dunia lambangnya: air mata. Air mata yang terduduk di atas meja dunia. Air mata kesedihan. Tapi sang penyair tak hendak bersedih terus, maka ditambahkannya, atau dilekatkannya, suatu keterangan lain bagi air mata semacam itu, dengan hanya menguit dari kumpulan kata yang berserakan, dan penyair mengambil satu kata yakni anggun.

Jadi air mata itu anggun. Jadi kesedihan itu anggun. Jadi, singkatnya, tiap penderitaan dalam dunia ini adalah suatu keanggunan dari manusia yang gagah atau lemah, tapi telah menjalaninya. Tak lari darinya. Walau kesedihan itu entah ke mana ujungnya. Sebab ia remang, tak jelas kapan usai, atau seolah hari, tak jelas sebuah sosok karena remang cuaca, karena lampu dunia yakni matahari seolah tak hendak menyorot kepadanya.

Begitulah sebuah tafsir yang ditarik dari dunia sintaktik dalam bahasa, ke sebuah makna semantik dalam puisi penyair ping Homeric ini. Sebuah tafsir atas kesedihan dalam hidup. Bahasa abstrak: kesedihan, kekalahan, atau kehilangan dan harapan, kini telah berpindah ke dalam suatu bentuk bahasa kias dari sebuah puisi. Telah berbaju puisi yang dihadirkan secara aneh dan unik oleh sang penyair - ping Homeric.

segelas berisi
air mata
terduduk di meja
anggun di bawah
sinar remang lampu

saya menjadi terkesima manakala kias yang sudah begitu memukauku itu memainkan dirinya ke dalam wujud nyata kini. Seolah kias yang bernama air mata itu, atau mata itu, atau meja dunia itu, yang mengecil – representasif, ke dalam benda benda tersebut, kini melompat membesar dan menjadi seorang pelukis tua yang tanpa bola mata. Seolah bait kedua itu adalah keterangan ping bahwa sang air mata dalam gelas di atas meja itu, adalah ia sang pelukis yang kini telah bergerak memunguti, dan kini menyerakkan kembali tiap kesedihannya yang telah memadat dan keluar dari dirinya, terduduk menjadi segelas air mata itu, ke dalam suatu pelukisan akan dunia.

Dia yang menderita, tapi dia juga yang melukiskan dunia dengan penderitaannya. Penderitaan dunia kini diserapnya, diambilnya ke dalam penderitaannya sendiri yang kini diceritakannya dalam suatu pelukisan yakni ia yang melukiskan dunia. Ia yang menjadikan dirinya melukis dunia dengan memenggal dirinya ke dalam air mata, ke dalam gelas segelas berisi air mata itu. Air matanya ada tapi telah pindah ke dalam gelas itu. Kedua matanya ada tapi telah pindah ke segelas itu.

Jadi memang anggun, bagaimana seorang mengorbankan diri, tapi sekaligus menjadi korban, di tengah kekosongan organ tubuhnya masih juga melukiskan suatu dunia yang walau sedih tapi tetap dilihatnya dengan riang. Atau riang yang muram, atau muram yang riang. Terserahlah lagi membolak baliknya, untuk suatu fenomena yang telah mengambil wujud nyatanya itu. Untuk suatu keadaan pelukis yang menjadi korban sekaligus melukiskan sang korban (korban-korban lain).

Suatu pemandangan indah kini terbentang di depan pelukis. Yakni pemandangan dunia mendung yang dilukiskannya dengan indah itu. Sekaligus pemandangan indah dari fenomena dirinya yang hadir secara imaji yang imajinatif sekali.

Mendung itu, atau kesedihan itu, kini telah bergerak naik, yakni tanpa cat, tanpa warna, alias tanpa kesedihan dan kehilangan lagi atas dirinya, dan sebagaimana kehendaknya. Sang pelukis telah mentransendir tiap kesedihan atas kehilangan, tak ada warna, katanya. Sungguh hidup indah, dan kesedihan yang berwarna warni telah kehilangan warnanya kini.

padanya
seorang pelukis
tanpa bola mata
celupkan kuas lalu
ke atas kanvas
dilukisnya pemandangan
alam mendung yang
sungguh hidup
dan indah
tanpa cat
jua warna

kita memang sedang menghadapi surealisme dalam puisi. Puisi ping Homeric. tapi benarkah kesedihan itu telah menghilang? Benarkah kita telah terbebas sama sekali dari suatu kesedihan? Dalam R.I.P penyair yang sama berkata dalam lariknya:

semalam hatiku meninggal
inna lillahi wa inna ilayhi raji'un
pagi ini dengan sangat bersedih
ku mandikan ia dengan air kembang tujuh rupa

begitulah dunia nampaknya, seperti adanya. Sang penyair lahir, memotretnya dalam tiap pergerakannya.

hudan hidayat

------------------------------------

Written 3 hours ago · Comment · Like / Unlike
Purwono Nugroho Adhi, Galih Pandu Adi, Yeni Ratna and 9 others like this.
Jurnal Sastratuhan HudanJurnal Sastratuhan
Purwono Nugroho AdhiPurwono
Galih Pandu AdiGalih
Yeni RatnaYeni
Bejo HalumajaroBejo
Anita RachmadAnita
Frans. NadeakFrans.
Maghfira MimiMaghfira
Poncowae LouPoncowae
Nuthayla ShahabNuthayla
Indi SaragiIndi
See all...
Nanda Sani
Nanda Sani
ulasan yg cantik, bang hud..
aku suka bagian segelas air mata.. inspiring..
3 hours ago · Delete
Indi Saragi
Indi Saragi
sebuah potret yang di potret lagi. mantabs. like this. saya jempoli berkali kali
3 hours ago · Delete
Iwan Gunawan
Iwan Gunawan
"semalam hatiku meninggal
inna lillahi wa inna ilayhi raji'un
pagi ini dengan sangat bersedih
ku mandikan ia dengan air kembang tujuh rupa"
... Read More
pada suatu malam, deras hatiku bagai diguyur hujan, serasa detik itu akan mati. mengapa rasa gamang itu muncul begitu saja dan tiba-tiba.
kuingat akan mbah surip yang mati tiga hari lalu. kesibukan yang luar biasa, kopi rokok yang tak henti. lalu gelisah dan berpindah-pindah resah. hingga ia ingin ditemani seorang sahabatnya, mamiek. lalu ia pun mati dari rasa resahnya dengan damai. resah gulana karena waktu diterobos kehendak massa, hingga rasa mencipta tersumbat lautan api bersekam pujian.
dalam malam, aku terus gelisah, degup jantung memompa, matikah aku. dingin di dada, dingin di kujur tubuh, ingin kukembali memeluk ibu.
rasa gelisah itu tak terkira, hingga perlahan kutelusuri cerita. dari kawan dan sahabat pada jejaring sosial. jam menunjukkan 2.15. seorang kawan menulis. "turut berduka cita atas kematian rendra".
3 hours ago · Delete
Ping Homeric
Ping Homeric
duh, mas!!!! Trims abis, mas!!!... hiks! aku malu aku... masih mesti belajar yg banyak... padamu, pada semua kawan2 di sini... hiks! lop! hanya lop yg bisa ku beri....
2 hours ago · Delete
Poncowae Lou
Poncowae Lou
terima kasih mas Hudan
aku saat ini sedang merampungkan cerita mpok konde yang terakhir di bagian ke 6 tamat aku beri subjudul 'Akhir dari sebuah kerinduan'

Atas kupasan mas Hudan yang sepintas hanya pendek tapi bagiku sangatlah bermanfaat dan jadi peganganku dalam penulisan di cerita/prosa2 yang lain.
Kuharap mas Hudan tidak bosan mengucurkan ilmunya bagiku khususnya dan bermanfaat pula bagi sobat2 yang lain... Read More

terima kasih
salam persobatan
Ponco wae
2 hours ago · Delete
Nuthayla Shahab
Nuthayla Shahab
"Dalam Bahasa Puisi lah, sesungguhnya setiap kata mendapatkan tempatnya yang terhormat." Wah itu yang paling asyik. Bang Guru, bolehkah muridmu yang paling dungu ini bertanya ? Bagaimana suatu puisi dapat dikatakan indah, bagus, berhasil ,dll. Berdasarkan semakin banyak orang yang paham pesan terpendam yang disampaikan, kepuasan batin penulisnya, atau justru semakin banyak orang yang bingung dan kepingin ngerti artinya?
Terimakasih atas tunjuk ajarnya.
Untuk Ping dan Poncowae, salam kagum !
2 hours ago · Delete
Maghfira Mimi
Maghfira Mimi
Ulasan mas Hud bening mengalir laksana air sejuk di hati.. ping hu... hu ping...jrenggg piyu ahhh...mantapzzzzzz.
2 hours ago · Delete
Jurnal Sastratuhan Hudan
Jurnal Sastratuhan Hudan
gini ponco: terus aja dulu. kalau sudah jadi beberapa bab boleh berikan hard copynya padaku, dan kita bertemu. saya selalu bergairah, membara, kalau ada karya konkret seperti itu. tapi fb ini, wah, aku sendiri kerepotan. semoga apa yang menjadi impianku itu: saling membaca, dan saling menulis, kesampaian. kalau itu terjadi, semua orang akan bisa meningkatkan diri. pun aku meningkatkan diri.

kita akan fair dan asik sama semua orang. ohe kawanku iwan hehe gunawannya ai indi nanda.
2 hours ago · Delete
Frans. Nadeak
Frans. Nadeak
Wah.... kata-kata yang menciptakan pengertian. Pengertian baru dan pengertian yang semakin jelas.

Sering puisi tertentu yang ingin saya 'nikmati', menyerap ke dalam jiwa tanpa bisa saya jelaskan. Tidak bisa saya jelaskan bagaimana itu bisa menjadi indah, bagaimana kata-kata itu menjadi sesuatu yang mengagumkan. Bukan hanya mengagumkan sebagai kata-kata tapi mengagumkan bagi jiwa, bagi hidup.

Barangkali ketidakbisaan menjelaskan arti inilah yang membuat puisi begitu agung.... Read More
:-)

Dengan kata-kata Mas Hudan ini, semakin bisa saya menjelaskan kepada diri saya sendiri bahwa puisi itu memang sangat sulit dijelaskan..
He... he... he...

Terima kasih 'sharing' yang mengangkat jiwa ini...
2 hours ago · Delete
Jurnal Sastratuhan Hudan
Jurnal Sastratuhan Hudan
i fira ni hehe udah jadi? sst terus terus fira hehe
2 hours ago · Delete
Poncowae Lou
Poncowae Lou
siap mas.
Insyaallah dalam waktu dekat ini tulisan ini selesai aku tulis.
Dan siap bertemu denganmu.
no hpku akan kukirim leawt kota wasiatmu ya?
... Read More
terima kasih atas dukungan moril ini dan bagiku suatu kehormatan dapat bertemu denganmu

trim
salam persobatan
Poncowae Lou
2 hours ago · Delete
Mega Vristian
Mega Vristian
Selalu ada pelajarn sastra yang bisa diambil jika menengok FB Mas Hudan. Thanks
Saya sudah menggeluti sekian th puisi tapi puisi saya masih parah,jelek.
---------
apa yang khas pada puisi sebagai "cabang" dari bahasa, bukan hanya cara puisi itu dihadirkan (tipografi), tapi juga adalah cara penyair mengolah hidup ke dalam puisi. kekhasan inilah yang membuat penyair membutuhkan bentuk yang bukan prosa tapi puisi.
------ ... Read More

Nah bagian ini " cara penyair mengolah hidup ke dalam puisi" kayaknya sudah saya lakukan, membentuk puisi yang bukan prosa, ini yang saya harus belajar terus, sebab puisi saya selalu ngelantur.
2 hours ago · Delete
Jurnal Sastratuhan Hudan
Jurnal Sastratuhan Hudan
tapi puisi perempuan yang hendak mati digantung itu dulu indah sekali. eh tolong tag aku ya. kan hilang yang dulu. tayangkan lagi ke sini ya kawanku. helis hehe please. siapa tahu cocok untuk edisi kemerdekaan ini.
2 hours ago · Delete
Anita Rachmad
Anita Rachmad
apik bangets
about an hour ago · Delete
Bahril Hidayat Lubis
Bahril Hidayat Lubis
...

segelas berisi
air mata
terduduk di meja... Read More
anggun di bawah
sinar remang lampu

/

kecipak sedih duka meretas
gugat rinai-makna, sayup menghilang
semburat warna yang pecah, di sana
di tepi kuas, di pelepah kanvas.

larut kalut membalut kata
dia sembunyi, menuris warna,
segelas air mata, baluri-hangat,
warna-mu bening, di sini
di kamar yang dingin.

//
43 minutes ago · Delete
Dewi Maharani
Dewi Maharani
Ping emang keyeennn, Ponco juga keyeeenn dan ulasan HH selalu kereeennn ... aku tadi baru nitip jempol aja, trs br bs baca skrg ... keyeeeeennn dah !
33 minutes ago · Delete
Yeni Ratna
Yeni Ratna
Wah,nikmat betul baca tlsannya mas Hudhud..mksh banyak..:)Sy baca sambil manggut2 krn jd teringat pembelaan yg dilakukan Aristotle terhdp puisi ktik puisi di oyok2, di... Read More"mbalangi" oleh pendahulunya Plato. Tuduhan Plato yg bilang puisi itu hanya omong kosong,hanya meniru,menjiplak,memindahkan realitas didepan mata kedalam kata2 (mimesis) atau istlh mas Hudhud "hanya menguraikan kembali" realitas, kemudian dijawabnya dgn lantang "hei..puisi lebih filosofis drpada history" krn puisi mampu menafsirkan fenomena hidup menjadi sebuah "teori" yg universal, bisa diterima siapa saja. Kl sejarah hanya mencatat apa yg sudah terjadi, tp puisi bukan hanya bisa merekam apa yg sdh terjadi tapi dia juga mampu berbicara ttg sesuatu yg "mungkin" terjadi...maaf, nyambng :)
32 minutes ago · Delete
Yeni Ratna
Yeni Ratna
Krn keuniversalannya, bahasa puisi seperti balon, lincah bisa kembang kempis... Read More…Dia akan mengembang ketika simbol2 setiap katanya seperti menaungi yg kita semua pikirkan; mewakili pemahaman yg universal, dan mengempis ketika sesuatu "kebenaran" umum yg disampaikan lewat symbol kata2nya mengena, menyentil apa yg masing2 orang pikirkan dan rasakan sehingga seringkali membaca puisi bikin kepala sy manggut2,kadang terharu biru,kadang tersenyum -krn adanya kemampuan bahasa simbolik dlm puisi utk menohok rahasiayg kadang kita simpan rapat2…mkasih skl lg mas Hudhud..sy snang sekali belajar trs disini..:)
32 minutes ago · Delete
Galih Pandu Adi
Galih Pandu Adi
ulasan yang bagus bang.

bahasa sebagai alat komunikasi. puisi yang juga menjadi bagian dari bahasa memiliki coraknya sendiri. karena puisi adalah bahasa perasaan yang sangat personal dan subjektif. lewat puisi mereka berbahasa, berkomunikasi dgn orang lain bahkan mungkin juga dengan dirinya sendiri.

beberapa orang merasa tidak mampu berkomunikasi dengan wajar, karena apa yang tengah di alami memang tidak mudah untu di bicarakan. maka lewat puisi mereka saling berkomunikasi. pembaca lain dapat pula menangkap pembicaraan itu jika pembaca mampu sampai pada gerbang yang sama. mereka menangis dengan puisi, tertawa dng puisi, membaca lewat puisi, bersuara memakai puisi.... Read More

ketika penyair dan pembaca dapat sampai pada pintu yang sama di situlah mereka mereka berkomunikasi. walau keadaan logika akan sulit menerangkan itu, mereka menyepakati lewat perasaan yang sama...

ah indahnya berpuisi,,,
18 minutes ago · Delete
Anosuke Sagara
Anosuke Sagara
hmm... puisinya keren. dan seperti biasa, kupasan prof.haha juga sangat kenarik. minta ijin "save" buat kubaca lagi nanti sepulang kantor. akan kusimak lebih jauh, kudekap lebih erat, kusimpan lebih dalam, dan kurekatkan dalam ingatan. thanx, prof. haha ^^
14 minutes ago · Delete
Jurnal Sastratuhan Hudan
Jurnal Sastratuhan Hudan
anosuke mah yura hehe wah dewi lihat tu kawanmu yeni: dia itu doktor sastra yang lagi menyamar hehe sengaja aku memang undang dia terus ke sini, agar dia terus membocorkan filsafat yang dimamahnya sungguh sungguh itu. kalau saja bacaan kita seperempatnya saja bacaan yeni ya, ah yeni, terus datang ya, tukar tukar guling filsafatmu dengan puisi ... Read Moreindonesia. seni sastra indonesia. sungguh bahagia mengenalmu yeni. ya kan galih dan bahril. puisi bahril juga keren tuh agaknya.

benar yen, plato lama tak suka puisi ya. dia suka tentara dan yang langsung kerja, puisi kan menung menung aja katanya. ah yeni mah hehe keren abis ni kawanku, sekeren dewi maharani. aku lagi menunggu kawanku yang lain. ramai kawan ramai rejeki. tak kemana gunung dikejar. anak belanda mati berlayar hihi.
8 minutes ago · Delete
Bunda Uwiet
Bunda Uwiet
saya masih awam sekali tentang puisi... tapi saya sangat tertarik... terimakasih... sangat bermanfaat..
6 minutes ago · Delete
Purwono Nugroho Adhi
Purwono Nugroho Adhi
apresiasi yang mengalun cerdas,
menghubungkan puisi dengan penikmatnya
2 minutes ago · Delete
Jurnal Sastratuhan Hudan
Jurnal Sastratuhan Hudan
aduh terima kasih pur. senang sekali melihatmu ada di sini. iya kan bunda? ah iya hehe. halelulay pur. kalung salib mungilku masih di jenjang leherku ini. seolah puisi. duh mag maghie.
19 seconds ago · Delete
Jurnal Sastratuhan Hudan
Jurnal Sastratuhan Hudan
apa kabarmu kawanku, pur.
2 seconds ago · Delete
Write a comment...

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Recent Activity
Visit Your Group
New business?

Get new customers.

List your web site

in Yahoo! Search.

Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Hollywood kids

in the spotlight

Their moms

share secrets

.

__,_._,___

1 comment: