Tuesday, March 30, 2010

[ac-i] "BOMA" - Sandiwara Wayang, kolaborasi antara wayang kulit, tari, musik, teater, dengan olahan naskah yang cerdas dan tajam.

 

Yayasan Kusuma Budaya mempersembahkan,
sebuah sandiwara yang diangkat dari epik klasik pewayangan Mahabharata
 
“BOMA”
Kamis, 8 April 2010
Gedung Kesenian Jakarta
19.30 WIB

Diproduksi oleh GELAR
Dibuka oleh penampilan perdana Bedhaya Sekar Kasetyan

BLACIUS SUBONO sutradara, komposer & penulis naskah • WASI BANTOLO koreografer • BRAM KUSHARDJANTO ide cerita • HERY SUWANTO co-koreografer • ELLY D. LUTHAN penasehat koreografi • NANANG HAPE penulis naskah • SUPRIYADI penata cahaya & pentas • KUMORATIH KUSHARDJANTO penata visual • HARTOYO penata kostum • SUKIRMAN penata rias • EKO MARYANTO asisten produksi • IRA T. SOERJOSOEBANDORO co-produser • BRAM & KUMORATIH KUSHARDJANTO produser • YAYASAN KUSUMA BUDAYA produser eksekutif

Penampil :
ARIS MURTONO – AGUS PRASETYO – MARIA DARMANINGSIH - SULISTYO TIRTOKUSUMO - HERY SUWANTO – NANANG RUSWANDI – KENTHUS AMPIRANTO - R. DANANG CAHYO - AGUNG KUSUMO - ANGGONO KUSUMO WIBOWO – BRAM KUSHARDJANTO – PRASETYO SAMPURNO – DARMATYANTO SAPTODEWO – DHITA SAPTODEWO - HOETOMO DW – WISHNU PRAHUTOMO – BAMBANG SPR
Dalang :
EKOTJIPTO – IRWAN RIYADI - KIKI DUNUNG
Musisi Karawitan :
BAGONG PUJIONO – GITHUNK SUGYANTO – DANIS SUGYANTO – SUNARDI – MULYONO – NIA DWI RAHARDJO – MUTIARA DEWI – SUTENDRI YUSUF – JUMADI  
Penari Bedhaya Sekar Kasetyan :
SEDJATI EMMY KUSUMADEWI - KUMORATIH KUSHARDJANTO - IRA TRIWITONO SOERJOSOEBANDORO - DEWI DARMOKUMORO - ERIKA FITRI - DHITA SAPTODEWO – ELISA VINDU NUGRAHINI – ATIK SETIANI – HARJANI SEMITHAMI
 
Pada hari Kamis 8 April 2010 di Gedung Kesenian Jakarta, akan digelar sebuah sandiwara yang diangkat dari epik klasik Mahabharata bertajuk ”Boma”.  Karya ini akan disutradarai oleh tim yang terdiri dari nama-nama yang sudah tak asing lagi di dunia seni pertunjukan, antara lain dalang dan komposer karawitan kawakan Blacius Subono bersama koreografer muda Wasi Bantolo. Keduanya pernah mengejutkan dunia seni pertunjukan dan mencuri perhatian para pencinta seni Jakarta dengan karya kolaborasinya bersama maestro batik Indonesia, Iwan Tirta, dalam retrospeksi batik klasik yang dibalut opera klasik Jawa ”Tandhing Gendhing”, produksi Gelar. Pergelaran ini juga didukung oleh para seniman tari dan wayang seperti koreografer senior Elly D. Luthan yang akan menjadi konsultan koreografi, penari senior Maria Darmaningsih sampai master tari klasik Jawa alusan Sulistyo Tirtokusumo, yang kesemuanya tergabung dalam Yayasan Kusuma Budaya.

BOMA ; SEBUAH REFLEKSI DARI PERSPEKTIF ANAK YANG TERBUANG
Siapa sebenarnya Boma? Dalam dunia pewayangan, sosok Bomanarakasura mungkin tak se-populer Arjuna atau Gatotkaca. Namun sosok ini cukup mengusik Blacius Subono, Wasi Bantolo, Nanang Hape dan Bram Kushardjanto. Berangkat dari naskah klasik Mahabharata, tim penyutradaraan diatas mencoba membedah tokoh BOMA, putra Prabu Kresna, sebagai sosok anak yang haus akan kasih sayang orang tua - karena semenjak kecil ia tak pernah mendapatkannya. Setelah akhirnya ia menemukan orang tuanya, toh pembuktian demi pembuktian harus dilakukannya untuk memperoleh pengakuan sebagai anak yang berbakti kepada orang tuanya. Tapi yang didapatkannya hanyalah prasangka buruk dari sang ayah – karena bagaimanapun sang ayah tak merasa membesarkannya. Sesakti apapun Boma, ia tetap anak yang terbuang, besar dan tumbuh di jalanan. Pribadinya keras, menyimpan kemarahan dan kekecewaan atas ketidakadilan yang menimpa dirinya. Salahkah ia?
 
Kisah ini mengajak kita berkaca diri ; sudahkah kita menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kita? Pertanyaan besar inilah yang ingin dilontarkan Blacius Subono dan kawan-kawan kepada publik sebagai cermin kehidupan kita. Disini, sutradara ingin menggaris-bawahi betapa seringnya orang tua melalaikan hak-hak anak sehingga tak jarang justru berakibat fatal. Tak cuma anak yang bisa durhaka, orang tua pun bisa menjadi orang tua yang durhaka. Naskah Mahabharata yang diangkat sebagai rujukan sandiwara ini tetap dirasa memiliki relevansi dengan konteks kekinian.
 
Pentas sandiwara wayang yang diprakarsai Yayasan Kusuma Budaya dan Gelar ini, selain bertujuan untuk memperkenalkan kembali dan mengangkat kesenian tradisi, juga sekaligus didekasikan kepada anak-anak yang terpinggirkan, terbuang dan terabaikan. Pergelaran ini merupakan pentas amal dimana sebagian dari pemasukan tiket akan disumbangkan bagi pemberdayaan anak-anak jalanan/kurang mampu namun memiliki minat dan talenta di bidang kesenian. Terciptanya ruang ekspresi bagi anak-anak kaum marjinal ini dirasa penting serta positif, agar mereka tidak lagi turun ke jalan untuk kemudian melakukan hal-hal yang negatif.
 
KONSEP GARAPAN
Dalam sandiwara wayang BOMA, Kusuma Budaya akan tampil dengan format yang baru lagi, melalui sebuah medium teater tradisi. Dalam garapannya, berpadu unsur kesenian wayang kulit melalui dua orang dalang remaja dan dalang senior dari Jakarta, wayang wong, langendriyan dan beksan Wireng. Sepanjang lebih kurang 90 menit, penonton akan disuguhi komposisi gerak yang dinamis dan maskulin – dimana akan hadir para pemain yang mayoritas adalah pria, dan hanya menampilkan dua orang tokoh perempuan. Susunan naskah juga diolah melalui dialog-dialog yang cerdas melalui perspektif yang tajam ditambah dengan komposisi karawitan yang inovatif. Demikian pula dengan penggunaan bahasa. Bila biasanya adalah bahasa Jawa halus, maka dialog-dialog akan dilakukan dengan bahasa Jawa sehari-hari (sehingga lebih mudah dimengerti), dan dibantu dengan subtitle terjemahan bahasa Indonesia, kata per kata untuk menyiasati jarak budaya dengan penonton urban Jakarta. Paduan dari berbagai unsur yang disebutkan di atas itulah yang membuat kami memberikan istilah ’sandiwara wayang’ untuk produksi kali ini.

---------------------------------------------------

”Aku Boma. Mungkin kalian telah mendengar banyak cerita tentangku. Sejak kecil aku terbiasa hidup tanpa kasih sayang seorang ayah. Aku tak tahu pasti sebabnya. Hanya samar-samar kudengar ayahku, Raja Dwarawati yang mahsyur itu menampikku hanya karena wujudku yang lebih mirip raksasa dibanding manusia. Sebagai seorang yang ditinggikan derajatnya, keberadaanku adalah aib baginya. Aku bersembunyi hampir di sepanjang masa kanakku, menghindari sinar matahari dan orang kebanyakan agar tidak membuat ayahku malu. Jadilah aku manusia bawah tanah yang hidup dengan caraku sendiri. Mungkin aneh buatmu. Biar saja.”
 
”Semua pengetahuan kupelajari sendiri, aku tidak pernah berguru. Meski demikian, saudara-saudaraku – itupun kalau mereka mau mengakuiku, jauh menganggapku sebagai ancaman. Gatutkaca yang sejak semula memang direncanakan untuk menjadi permata pasukan perang Pandawa tiba-tiba memusuhiku. Aku tidak terlalu pintar untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi. Persoalan-persoalan kecil yang tidak penting, entah mengapa tiba-tiba meledak menjadi pertaruhan harga diri. Tapi sudahlah. Alasan apapun yang kulontarkan, pasti tidak banyak dari kalian yang mau percaya. Biar saja.”
 
”Oh ya... aku pun pernah jatuh cinta. Seorang putri Giyantipura telah menawan hatiku. Hagnyanawati namanya. Semuanya berlangsung begitu saja. Aku mempersuntingnya, membawanya ke Trajutrisna. Apakah aku bahagia? Tentu saja. Karena cintaku begitu tulus, meski cinta istriku tak pernah sama. Cinta itu pula yang membuatku begitu tenang, bahkan ketika aku membunuh Samba adikku, anak kesayangan Kresna ayahku, sekaligus pencuri cinta Hagnyanawati dariku, dengan cara yang menurut kalian sangat kejam. Sekali lagi… BIAR SAJA.”

---------------------------------------------------

Informasi lebih lanjut silakan hubungi GELAR / Yayasan Kusuma Budaya :
Eko 021-97959286 / 0898-8134370
kumo@gelar.co.id
kusumabudaya@yahoo.com

__._,_.___
Recent Activity:
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
MARKETPLACE

Do More for Dogs Group. Connect with other dog owners who do more.


Welcome to Mom Connection! Share stories, news and more with moms like you.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment