Friday, March 5, 2010

[ac-i] Pameran Adopt! Adapt!

 

Adopt! Adapt!
(Menjumput dan Menyelaraskan)

Tujuh Bintang Art Space Yogyakarta
17 - 27 Maret 2010

Seniman

Agung Tato | Amrianis | Bambang "BP" Prasetyo | Dadang Imawan | Hadi Soesanto | Ekwan | I Nyoman Agus Wijaya | Iwan Sri Hartoko | Martono | M Sinnie | Mujiharjo | Nur khamim | Nico Siswanto | Rocka Radipa | Tato Kastareja | Totok Buchori | Yudi Sulistyo | Yoyok Sahaja | Wilman Syahnur | Yuli Kodo | Danny Ardiyanto | Klowor | Bonny setiawan

Praktik berkesenian bagi banyak kalangan perupa di Indonesia, khususnya yang bisa diamati di Yogyakarta, telah masuk dalam babakan yang telah lanjut. Dalam babakan itu, peran teknologi memiliki peran yang teramat penting. Pergumulan mereka bersama dengan pesatnya perkembangan teknologi ini dapat ditengarai dalam dua hal penting.

Pertama, teknologi menjadi perangkat utama dalam penciptaan karya, sehingga dari sanalah muasal karya yang dihasilkan itu berasal. Pada seniman jenis ini, kedudukan teknologi dalam kaitan dengan proses kreatifnya menjadi ideologis karena mendasarkan (nyaris) seluruh berkaryanya dengan bantuan perangkat teknologi.

Kedua, teknologi sebagai perangkat pembantu dalam proses kreatif. Di sini para perupa mencoba mengembangkan kecenderungan kreatif yang selama ini telah dilakoninya, dan memasukkan peran perangkat teknologi sebagai salah satu bagian dalam proses berkreasi. Teknologi sebagai alat bantu untuk mendukung dalam menajamkan tema yang telah jadi pilihannya. Namun teknologi bukan segala-segalanya bagi perupa semacam ini.

Pada poin kedua di ataslah saya sebut sebagai kemampuan seniman untuk beradaptasi atau menyesuaikan atau menyelaraskan (to adapt) dengan kebaruan-kebaruan teknologi yang ada di lingkungannya.

Di sisi pembicaraan lain, dewasa ini publik sulit sekali membuat identifikasi personal atau komunal untuk melihat sebuah karya seni rupa. Artinya, karya seniman yang berasal dari Yogyakarta, sebagai misal, bisa sangat jauh dari "identitas keyogyaan/kejawaannya". Begitu juga dengan karya perupa dari Ranah Minang bisa tak beda jauh ("identitas visualnya") dari karya seniman di belahan Eropa atau Eropa.

Gejala ini mengemuka dimana-mana, dan menjadi bagian penting dari kerja kreatif seniman yang imajinasinya tidak seutuhnya didukung dan bersumber dari ide-ide lokal. Lokalitas terkadang seperti diingkari secara visual, meski secara konseptual hal ini masih belum beranjak jauh. Gejala ini saya kira dapat ditengarai sebagai sebuah cara seniman dalam bersiasat untuk memperbarui dunia gagasan dan implementasinya di medan kreatifnya, di atas kanvasnya. Saya kira gejala mengadopsi atau memungut atau menjumput (to adopt) ini banyak muncul pada lukisan-lukisan di Yogyakarta, atau bahkan di seluruh Indonesia.

Pada aspek yang menarik perhatian ini, yakni proses mengadaptasi (gejala kemajuan teknologi) dan mengadopsi (gejala visual yang melampaui problem lokalitas), maka pameran ini dikerangkai sebagai dasar kuratorial. Dengan demikian, para perupa peserta diharapkan bisa menggali lebih lanjut kecenderungan kreatif yang selama ini telah berlangsung, dan memberi penekanan pada aspek pengolahan aspek adaptasi dan adopsi dalam berkarya. Ikon-ikon visual yang bertitik berangkat pada problem kebudayaan lokal bisa lebih jauh digali dan dikembangkan, untuk kemudian bisa dikerangkai sebagai "lintas lokal", "lintas geografis", "lintas etnik", dan seterusnya, Istilah "lintas lokal" dan sejenisnya ini untuk menunjukkan bahwa problem kelokalan bisa menjadi titik pijak untuk lalu diperluas cakupannya sehingga melampaui (beyond) problem lokalitas (yang dirasa sempit) itu sendiri. Maka, sekali lagi, aspek-aspek penting yang dijumput dari kearifan lokal atau kejeniusan lokal bisa diberdayakan lebih lanjut untuk memberi tekanan lebih-dalam pada garis kuratorial.

Selamat Berkarya, Selamat Mengadaptasi dan Mengadopsi!

Salam,
Kuss Indarto
Kurator Pameran

more info :
www.tujuhbintang.com
http://blog.tujuhbintang.com

__._,_.___
Recent Activity:
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment