Saturday, September 18, 2010

[ac-i] Press rilis: Pentas tari 'Matah Ati' di Esplanade, Singapore

 

Siaran Pers

Pentas Tari 'Matah Ati'

22 – 23 Oktober 2010, Esplanade Theatre, Singapura

 

 

"People without the knowledge of their past history, origin and culture is like a tree without roots."

                                                         - Marcus Garvey 

 

A.Latar Belakang

                                                                                                                 

Indonesia mempunyai kekayaan beragam sumber mata air tradisi, terdapat  sekitar 300 etnis, masing-masing dengan identitas budayanya sendiri yang berkembang selama berabad-abad. Tak bisa dipungkiri bahwa Indonesia adalah salah satu negara terkaya  akan berbagai kultur, seni dan budaya. Salah satunya adalah Keraton Mangkunegaran di Solo, Jawa Tengah. Keraton ini  menyimpan kekayaan pusaka budaya (intangible heritage) seperti  seni tradisi tari klasik Jawa,  seni karawitan, seni pedalangan, macapat (Javanese chant),  dan sejarah keturunan raja-rajanya.

 

Untuk memperkenalkan pusaka dan warisan budaya Indonesia ke forum internasional – BRay  Atilah Soeryajaya, cucu Mangkunegaran VII, akan mementaskan karya tari berjudul 'Matah Ati' di Esplanade, Singapura pada 22-23 Oktober 2010 yang termasuk di dalam agenda acara PESTA RAYA, Malay Festival of Arts (Festival Budaya Melayu).

 

            Karya ini bertujuan: (1) untuk membawa dan mengangkat akar tradisi Jawa sebagai sumber penciptaan untuk didialogkan di forum internasional dan (2) menginspirasi generasi muda lewat semangat juang R.M Said dalam melawan ketidakadilan dan membentuk tatanan kehidupan yang adil dan sentosa juga nilai-nilai kebersamaan dalam membangun nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, untuk mendukung hal itu, Esplanade-Singapura menjadi pilihan venue yang stgrategis sebagai ruang dialog interkultural.

 

Adapun esensi nilai (value) dari karya ini adalah (1) meletakkan kaum wanita sederajat dengan kaum laki-laki (kesetaraan gender), (2) peperangan tidak membawa kebaikan dan kebahagiaan, dan (3) pengalaman transcendental RM. Said ketika melihat cahaya pada tubuh Rubiyah menjadi nilai pencerahan dalam memahami eksistensi  kaum wanita.

 

BRAy (Bandoro Raden Ayu) Atilah Soeryadjaya, menulis naskah sendratari ini berdasarkan kisah nyata dari nenek leluhurnya sendiri. Beliau yang lahir dan dibesarkan di dalam lingkungan istana Kerajaan Mangkunegaran ini juga merangkap sebagai sutradara, konseptor  dan produser untuk 'Matah Ati'. Namanya sudah tidak asing lagi dikenal sebagai pecinta, pemeran dan pelestari budaya Indonesia, khususnya budaya Jawa.

 

B. Waktu & Tempat

 

22 – 23 Oktober 2010, pukul 20:00 di Esplanade Theatre, Singapura

 

 

 

C.Tentang Venue

Gedung Pertunjukan Esplanade di Singapura adalah salah satu pusat seni tersibuk di dunia dengan rumah ruang pertunjukan kelas dunia yang didukung oleh berbagai fasilitas dan layanan dukungan profesional. Sendratari "Matah Ati" akan dilaksanakan di teater besar berkapasitas 2.000 kursi, yang merupakan adaptasi dari teater opera tradisional di Eropa berbentuk tapal kuda dengan penataan akustik oleh Russel Johnson dari ARTEC.

 

D. Visi

Memberikan kesempatan apresiasi kepada para penikmat seni internasional dan generasi masa depan untuk tahu lebih banyak tentang kekayaan budaya Indonesia demi kelestariannya mulai kini dan di masa depan.

 

E. Misi

Menumbuhkembangkan rasa cinta dan kepedulian generasi muda dan masyarakat Indonesia serta masyarakat internasional   terhadap kekayaan warisan pusaka budaya Indonesia (Indonesian heritage), khususnya budaya Jawa di Kota Solo sebagai pusat budaya Jawa di Indonesia.

 

F. Ide karya

            Ide, konsep dan naskah karya tari "Matah Ati" ini ditulis oleh Bandoro Raden Ayu (BRAy) Atilah Soeryadjaya sejak dua tahun lalu. Kedekatannya dengan tradisi dan budaya Jawa sejak usia anak-anak membuatnya ia sangat peduli akan pelestarian budaya Jawa.

 

Cerita tersebut berkisan tentang perjalanan cinta dan perjuangan pemimpin prajurit perempuan bernama Rubiyah 'Matah Ati' yang kemudian melahirkan garis keturunan Mangkunegaran. Rubiyah yang setelah dipersunting R.M.Said diberi nama RAY. KUSUMA MATAH ATI atau dikenal juga RAY. KUSUMA PATAH ATI. Nama beliau memiliki dua versi dengan arti yang sama yaitu Matah atau Patah yang dalam bahasa Jawa artinya melayani. Dalam hal ini, penulis memilih judul 'Matah Ati' berdasarkan pemikiran bahwa selain memang Rubiyah dilahirkan di desa Matah juga dapat memberikan kesan yang lebih positif daripada Patah Ati yang dapat juga diartikan sebagai patah hati (broken heart) yang sesungguhnya sangat berbeda dengan makna sebenarnya, yaitu 'melayani hati sang pangeran'.

 

Dalam karya ini penulis mengangkat Tokoh Rubiyah karena beliau seorang tokoh wanita yang mumpuni dengan setting pada Abad 18 di Jawa dimana tokoh ini bisa dijadikan contoh dan inspirasi untuk generasi muda kita dalam melihat nilai-nilai tradisi dan kebudayaanya, bahwa pada Abad 18 sudah ada pejuang-pejuang wanita yang tangguh. Juga karena penulis dilahirkan dari lingkungan Keraton Mangkunegaran, yang berkeinginan untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang asal garis keturunan leluhurnya dan ternyata terungkap dari hasil riset yang menyatakan bahwa keturunan Mangkunegaraan yang berawal dari R.M Said dan Rubiyah (RAY Matah Ati).

 

Penulisan naskah 'Matah Ati' ini berdasarkan dari studi yang ekstensif melalui berbagai riset  kepustakaan, napak tilas dan wawancara langsung untuk mengumpulkan informasi yang rinci  dan fakta-fakta tentang kisah  RM.Said dan Rubiyah. Walaupun berdasarkan kisah nyata dikarenakan data literatur tentang Rubiyah yang sangat terbatas, sehingga melalui pemikiran panjang, data yang ada diolah lebih lanjut dengan gagasan-gagasan tambahan untuk mendukung adegan per adegan sehingga menjadi sebuah tatanan cerita dan pentas seni yang utuh.

 

G. Sinopsis

"Matah Ati" adalah sebuah kisah perjalanan dan perjuangan cinta yang terjadi di Jawa pada abad ke-18 tentang gadis desa bernama Rubiyah. Beliau kemudian menjadi bagian dalam masa perjuangan R.M.Said melawan penjajahan Belanda di tanah Jawa dimana ia menarik perhatian seorang ksatria ningrat Jawa yaitu R.M. Said yang juga dikenal Pangeran Sambernyowo yang kemudian jatuh cinta kepadanya.

 

Hingga 16 tahun peperangan dan pemberontakan usai dengan kekalahan lawan, maka jadilah Raden Mas Said menjadi Raja bergelar Mangkunegara 1 dan Rubiyah menjadi istri dengan nama RAY KUSUMA MATAH ATI karena lahir di desa Matah dan bisa juga diartikan 'Melayani hati sang pangeran', melalui beliaulah turun generasi raja-raja Mangkunegaran.

 

Raden Mas Said adalah cucu dari Amangkurat 4, pada waktu itu hasil dari peperangan dan pemberontakan akhirnya menghasilkan perundingan yang dikenal dengan Perjanjian Giyanti. Perundingan perdamaian itu menjadikan kerajaan di Jawa terbelah menjadi empat yaitu Kasultanan Jogjakarta dan Pakoealam Jogjakarta..  serta Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran Surakarta (Solo). Cerita indah ini dirajut dengan tema cinta, belas kasih, keberanian, keputusasaan dan sukacita.

 

 'Matah Ati' menampilkan keagungan dan perjuangan wanita serta merupakan suatu fakta historis bahwa pada abad ke-18 sudah ada pejuang- pejuang wanita yang tangguh untuk menumpas keangkara murkaan dan ketidakadilan. Dengan kata lain, peran Rubiyah tidak hanya menjadi seorang istri/ibu yang selalu berada di wilayah  urusan  domestik (rumah tangga) dan wanita tani yang bisa menarikan tarian Jawa, seperti Srimpi, Bedaya dan lain-lain; melainkan juga mampu mendampingi R.M.Said dalam  memimpin perang serta memimpin 40 prajurit wanita di medan perang layaknya laki-laki.

 

H.  Konsep Tari

Konsep dasar dari pertunjukan ini berangkat dari "Langendriyan" yaitu pertunjukan yang menyajikan tembang-tembang jawa dan tarian klasik jawa dengan Gaya Tari Mangkunegaran. Langendriyan sendiri lahir dari Kraton Mangkunegaran. Tradisi Mangkunegaran sebagai titik tolak untuk penciptaan karya ini.

 

Terinspirasi dari Langendriyan penulis ingin membuat karya yang menggunakan gerak-gerak tari klasik Jawa Gaya Mangkunegaran yang telah dikembangkan juga menggunakan tembang-tembang Jawa sebagai ekspresi pertunjukan. Langendriyan sendiri diciptakan pada masa Mangkunegoro ke IV, oleh  Mangkunegoro IV.

 

Dalam kaitan tersebut di atas, penulis berkeinginan membawa gerak tari tradisi tersebut keruang yang sekarang, yang tentu dengan kesadaran, agar pertunjukan ini menarik dan bisa menjadi momentum untuk mengajak generasi muda mencintai kesenian dan kebudayaannya. Dan juga menarik sebagai tontonan yang menghibur.

 

Juga ingin mengabarkan bahwa dari empat kerajaan di Jawa, Mangkunegaran yang menjadi pelopor kemajuan dengan mendirikan Java Institute, dan lebih egaliter (tidak feodalistis).

 

Contoh lainnya adalah:

(1)  Perpustakaan Mangkunegaran menjadi perpustakaan terlengkap di Jawa.

(2)  Koleksi Topeng Mangkunegaran adalah koleksi terlengkap di Nusantara.

(3)  Suksesi di Mangkunegaran tidak langsung pada putra pertama tapi bisa juga dari cucu, karena dari sisi kualitaslah yang diutamakan

 

I. Konsep Penataan Artistik

Pertunjukan "Matah Ati' melibatkan Jay Subyakto selaku Penata Artistik (Artistic Director) yang bertanggung jawab terhadap apa yang 'terlihat' dalam sebuah

pertunjukkan seperti mood, panggung, warna, set, make up, cahaya , efek sampai kostum. Nama yang sudah tidak asing lagi di dunia kreatif di Indonesia yang sangat menjunjung tinggi budaya kita ini menghadirkan sebuah konsep yang luar biasa

dalam penataan panggung 'Matah Ati', yaitu bagaimana sebuah pertunjukan yang berdasarkan sejarah yang diramu dengan koreografi dan musik tradisi bisa menunjukan kekinian Bangsa Indonesia sehingga kesenian yang berbasis tradisi bisa menarik dengan menggabungkan teknologi panggung dan cahaya masa kini tanpa merusak pakem tradisi itu sendiri.

 

J. Rincian Pertunjukan

  • 20 Adegan
  • 1 jam 30 menit durasi pentas tanpa intermisi
  • 60 Penari Jawa
  • 25 Musisi Gamelan
  • Melibatkan kurang lebih dari 125 pekerja seni profesional bergelar Sarjana S1- S2 dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo.

 

TIM INTI PRODUKSI

 

Produser & Penulis Atilah Soeryadjaya

Sutradara Atilah Soeryadjaya

Asst. Sutradara Fajar Satriadi

Penata Artistik Jay Subyakto

Koreografer Eko Supendi, Nuryanto, Daryono

Desain Kostum Atilah Soeryadjaya, Sri Astari

Penata Musik Blacius Subono

Penata Panggung Inet Leimena

Konsultan Teknis Toto Arto

Manajemen Iwan Mandong, Andreas Cavallius, Layana Hermes, Agung Priyo Wibowo

Penari Utama Fajar Satriadi, Rambat Yulianingsih

Bintang Tamu Sulistyo Tirtokusumo, Elly D.Luthan

Penari Pendukung

Eko Supendi, Nuryanto, Daryono,  Samsuri, Luluk Ari Prasetyo, A, Havid Ponx, Jakaria Kustoto, Agus Margiyanto, Aris Murtono,  Boby Ari Setiawan, Hery Suwanto, Purwani, Noniek Wiharny, Ningtyas Puji Kurniastanti, Indiarni Gunawan

 

Diproduksi oleh: P.T Global 3L

 

Info Pentas:

www.esplanade.com. www.pestaraya.com. facebook: Matah Ati. twitter: @matah_ati

 

Info tiket: www.sistic.com.sg

 

Kontak: Jakarta

Angelina Sumarno                                                                             Karima Jufri

HP: 0818786760                                                                                HP: 0811818852

Email: matah.ati.theplay@gmail.com

 

Solo: Agung PW

Email: udandawet@gmail.com. HP: 081331139120

 

 

 

__._,_.___
Recent Activity:
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
MARKETPLACE

Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.


Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment