Saturday, September 26, 2009

[ac-i] KADAR FIKSI DALAM KARYA-KARYA GABRIEL GARCIA MARQUEZ

 

 
 
ASAHAN:
 
                  KADAR FIKSI DALAM KARYA-KARYA
                        GABRIEL GARCIA MARQUEZ
 
 
Ini sesungguhnya sebuah tema besar yang bisa menghasilkan puluhan desertasi doktor sastra. Tapi saya sudah tidak lagi menekuni kerja-kerja semacam itu. Sekali ini cuma sebuah obrolan yang mungkin berguna  sebagai variasi yang agak lain  dari obrolan-obrolan politik  sehari-hari di berbagai milist.
 
Gabriel Garcia Marquez atau saya singkat sebagai GGM atau Marquez saja,adalah seorang penulis novel berkebangsaan Kolumbia yang kini telah berusia lebih 80 tahun dan juga seorang pemenang Hadiah Nobel sastra tahun 1982, seorang sastrawan  yang begitu populer yang menurut seorang wartawan, katanya menyamai kepopuleran seorang artis penyanyi pop dunia. Itu memang sungguh luar biasa karena terjadi di bidang sastra. Di usianya yang ke 82 Marquez masih sehat-sehat saja dan tinggal di sebuah apartemen mewah di Perancis. Saya pernah membaca hasil statistik tentang umur panjang  dalam sebuah majalah yang mengatakan bahwa para penerima hadiah Nobel biasanya hidup lebih panjang daripada kolega-kolega pengarang yang lainnya yang tidak menerima hadiah Nobel dan sebabnya, katanya, mereka yang menerima Hadiah Nobel adalah orang-orang  yang kepercayaan dirinya (PD) telah sampai di puncak kemantapan, dan selain itu juga rasa bangga akan prestasi pribadinya  yang menimbulkan  pemikiran positif  yang sangat memepengaruhi juga dengan positif kekuatan daya hidup mereka. Ahli Herontologi (ilmu yang meneliti usia panjang)  yang membaca karya Marquez mengatakan bahwa Marquez mengerti Herontologi  dan di dalam cerita-ceritanya yang menyinggung masaalah itu, digambarkannya dengan tepat dan bukan rekaan atau imaginasi belaka. Umpamanya di dalam ceritanya ia menggambarkan bagaimana sepasang suami istri di hari tuanya menghadapi berbagai macam masaalah gejala ketuaan: sang suami tidak bisa mengemudikan pancuran kencingnya tepat ke dalam pot dan tidak nyiprat ke mana-mana yang akan menimbulkan bau pesing ( problim prostat) dan itu menyebabkan keluhan sang istri setiap hari.Cara mengatasinya adalah bahwa sang kakek terpaksa harus kencing duduk seperti yang biasa dilakukan kaum perempuan. Suatu ketika lagi umpamanya Marquez menulis: "di usia tuamu, bila kau jatuh untuk pertama kali dan tidak mati atau cacad, maka jatuh yang ke dua, kau pasti akan mati! ", atau dia bilang pula:" bila di depan cermin, wajahmu sudah sama seperti wajah ayahmu, maka usia tuamu berarti sudah sampai". Atau suatu kali GGM merasa kesal karena anak-anak muda mengatakan semua manula hanya menunggu mati. GGM menemukan statistik yang katanya prosentasi orang-orang muda yang mati muda lebih tinggi dibandingkan orang-orang manula. Tapi kadang-kadang GGM juga agak pesimis dengan situasi tua yang dialaminya dan mengatakan: "kalau organ tua  sudah mengalami degradasi, olah raga sudah tak bisa menolong lagi".Dan masih banyak bertebaran dalam banyak karya-karyanya  yang membuktikan pengenalan GGM tentang masaalah ketuaan. Tidaklah mengherankan kalau seorang Herontolog mengagumi pengetahuan Marquez tentang soal-soal Herontologi.
 
Kembali ke tema pokok.  Di depan wartwan, Marquez selalu mengaku bahwa dia menulis dengan jujur, jujur sejujur jujurnya dan bahkan dia menantang, katanya: "Coba buktikan, apakah ada satu kaliamat saya yang saya bikin-bikin, saya fantasikan, saya bualkan". Penegasan Marquez semacam itu bukan sekali dua dan kadang-kadanag ada wartawan yang cuma senyum-senyum sambil mengatakan : "Sekali ini sungguh berlebihan tuan Marquez!". Sebuah reaksi yang sangat menarik karena apakah memang benar Marquez menulis tanpa fantasi tanpa fiksi dan hanya benar semuanya, terjadi sungguh-sungguh. Sedangkan kalau kita membaca karya-karya Marquez, yang fiksi maupun non fiksi, kita dengan cepat dapat kesan bahwa GGM adalah seorang novelis yang sangat kaya fantasi dan membangun fiksi yang indah dan mengagumkan, kaya dengan hiasan dongeng -dongeng rakyat dan bahkan dia dianggap bapak realisme magis yang paling besar di abad ini. Lalu bagaimana dengan pernyataannya yang katanya dia selalu menulis sejujur-jujurnya, tidak bohong dan tidak meng-ada-ada sedikitpun. Sesungguhnya tak ada yang aneh, tak ada kontradiksi dalam pernyataan Marquez itu. GGM tidak bohong meskipun menggunakan metode bohong. Marquez tetap seorang yang jujur meskipun ia harus menggunakan fantasi dalam bercerita, harus membangun fiksi dalam melahirkan roman atau novel bahkan otobiografinya sendiri. Masaalahnya adalah pengertian di bidang sastra. Tanpa fiksi dan fantasi tidak akan pernah lahir karya sastra. Tanpa fiksi, sebuah "karya sastra "cumalah  secarik berita koran atau segumpal laporan berita tak bernilai. Namun dalam kenyataan, tidak sedikit pengarang atau penulis fiksi yang miskin fantasi meskipun dia masih mampu membangun fiksinya menjadi sebuah novel atau cerpen. Saya  mempunyai seorang teman pengarang yang terkenal serta super produktif yang melahirkan bermacam karya fiksi dan non fiksi ratusan banyaknya dari tangannya dan saya membacai hampir semua karya-karyanya dengan tujuan belajar dan juga sedikit penelitian sastra. Keterkenalan teman itu lebih banyak karena dia memang sangat produktif namum karya-karya fiktifnya terasa sanga kering, terlalu miskin fantasi, tapi sangat lancar menuliskan apa yang dialaminya sendiri dan yang gernah didengarnya dari orang lain hampir persis seperti sebagaimana adanya hingga fantasinya buntu, kering dan kaku dan buku-bukunya juga kurang laku atau tidak laku. Dalam kasus inilah saya percaya bahwa teman pengarang itu sungguh-sungguh jujur, tidak bohong, tidak berfantasi, tidak ngibul, tidak merekayasa, hingga karya-karyanya yang membanjiri toko buku dan lalu dikembalikan lagi larena pemabacanya butuh "dibohongi"butuh"dikibuli"dan bukan disajikan dengan karya-karya "jujur"anti fantasi, anti fiksi, anti imajinasi dan berlaku persis seperti seorang pembuat dosa yang bertobat di sebuah kamar kecil dan hanya behadapan dengan seorang pendeta yang mendengarkan pengakuan dosa-dosanya di balik dinding yang berlubang-lubang. Semua pengakuan jujurnya sudah pasti bukan karya sastra. Karya sastra menghendaki seuatu yang lain bukan sekedar kejujuran dalam penuturan. Faktor keindahan atau estetika tidak akan pernah bisa dilenyapkan sama sekali dalam karya sastra. Dan faktor itu terletak justru dalam fiksi dan fantasi, imaginasi dan penuturan dengan bahasa yang sedap didengar dan enak dibaca. Jadi sekali lagi  masalah "kejujuran"dalam bidang sastra adalah masaalah pengertian, pengertian dalam sastra. Untuk mengerti sastra orang harus mempelajarinya, harus bergaul rapat dengannya, harus mengerti hukum-hukumnya dan tentu saja harus juga punya apresiasi sastra tertentu meskpun bukan selalu mutlak. Sastra memberikan toleransi yang sukup besar pada orang awam yang tidak mendalami sastra tapi berminat dan mencintai sastra serta bisa menikmati sastra. Tapi < AWAMISME> dalam sastra atau awamisme mencampuri sastra sudah pasti tidak bisa ditolerir karena awamisme adalah ketidak tahuan yang selalu keras kepala atau sinisme bahkan hingga anti sastra tanpa pengetahuan yang memadai. Awamisme dalam sastra selalu melihat sastra dengan warna hitam putih dan suka mengomando sastra menurut selera egonya sendiri, pengertiannya tidak mendalam  dan tanggapanya terhadap sastra cuma pada permukaannya saja sambil menuntut hak bicara yang selalu lebih lantang dari orang lain. Awamisme dalam sastra selalu kontraproduktif dan menghalangi kemajuan sastra serta punya daya mematikan  karya sastra.
Kembali pada pernyataan GGM yang juga menyatakan dirinya jujur dalam menulis. Yang dimaksudkan oleh GGM  bahwa dia jujur dalam menulis sesungguhnya dia ingin mengatakan dia sungguh-sungguh dalam menulis, dengan penuh perasaan, ke antusiasan dan semua itu bercampur dan berpadu dengan bakat menulisnya yang luar biasa. GGM pernah menyatakan bahwa dia tidak memerlukan kekaguman orang lain terhadapnya karena yang dia perlukan adalah kecintaan orang lain (pembaca) kepadanya. Seorang wartawan cepat memberikan reaksi:"Bukankah sejak lama pembaca telah memberikan cinta mereka kepada tuan dan mengapa Tuan Marquez masih tetap menulis hingga sekarang". Marquez cuma menjawab: "Saya ingin terus lebih dicintai lagi". Tapi apakah Marquez tukang bohong, karena keunggulan Marquez yang tertinggi adalah justru karena kekayaan fantasinya, keindahan bangunan fiksinya, keluasan imaginasinya. Seorang awamisme tidak akan pernah bisa mengerti akan hal yang sederhana ini karena mereka hanya punya dua dimensi dalam memandang hidup ini. Tapi seorang pengarang debutan yang super sukses  Abraham Verghese mengatakan : "FIKTIE IS EEN LEUGEN DIE DE WAARHEID OVER DE  WERELD VERTELT*"  . Dan itu telah dilakukan oleh Gabriel Garcia Marquez secara brilyant dan tak ada bandingannya.
asahan.
 
* Majalah "BOEK": Mei/Juni 2009; NO. 3; halaman 47: Jaargang 6 (Sebuah majalah teori sastra, essay dan berita sekitar dunia sastra yang terbit di Belanda).
 

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment