Wednesday, September 16, 2009

[ac-i] Kenapa Pram Menolak Wayang?

 

Sebagai manusia biasa tentu Pram juga berhak mempunyai pendapatnya sediri terhadap segala hal tetermasuk terhadap budaya etnisnya sendiri: budaya Jawa. Tentu orang-orang tidak bisa memaksa Pram supaya berpendapat lain dengan dalih umpamanya: Orang Jawa, kok anti wayang". Hal itu akan sama "'änehya" seperti: " Orang Indonesia, kok menghina Indonesia". Anti atau menghina tentu ada alasannya. Dan Pram telah memberikan alasan mengapa dia bilang Wayang itu omong kosong. Tentu setiap orang juga berhak keberatan atas sikap Pram itu. Bukankah itu biasa saja?

Saya sendiri punya keberatan-keberatan tertentu terhadap berbagai sikap Pram. Umpamanya, Pram ingin besar sendiri dan tidak suka membagi sedikit kebesarannya kepada teman-teman sastrawannya yang dengan cara umpamanya membimbing, memberikan semangat, dan membantu menyalurkan karya-karya teman-temannya yang mengalami kesulitan dalam menemukan dan mencari penerbit. Pram memang punya sifat tidak suka disaingi siapa saja termasuk oleh teman-temannya sendiri. Apakah itu jelek? Saya pikir bukan dari sini untuk menilai pribadi Pram sebagai pengarang. Tidak suka disaingi adalah sifat menusia yang umum, manusiawi dan bukan dosa atau kesalaham. Termasuk sifat ingin besar sendiri dan tak suka berbagi. Itu juga sifat biasa saja dari kebanyakan manusia. Bukankah tidak sedikit orang-orang kaya yang tidak suka membagi hartanya kepada orang yang lebih miskin dan sangat miskin.Begitu pula keterkenalan atau kemashuran serta kebesasan, tidak ada keharusan untuk membaginya kepada siapapun. Pram adalah seortang pembela HAM yang paling terperinci dan paling pelit bila hak-haknya dirampas orang lain.Orang-orang hanya bisa keberatan seperti saya umpamnya, dan tidak lebih dari itu karena itu adalah hak Pram dan juga hak setiap orang. Juga dalam hal punya pendapat.

Ada orang-orang yang mengatakan bahwa Pra itu meskipun dikelilingi oleh para teman-teman atau oleh pengagumnya, tapi sesungguhnya Pram tidak pernah punya teman. Ada juga yang mengatakan.Pram itu sombong, sulit diajak berteman rapat. Satu hal memang Pram bukan type manusia yang bisa diajak bicara dari hati kehati. Dalam berhadapan denga manusia, Pram selalu memasang jarak, juga dalam berbicara dan memang begitulah Pram telah dilahirkan dan tidak ada orang lain yang bissa mengubahnya. Dengan siapapun Pram berbicara, dia seperti berbicara dengan wartawan yang mewawancarainya. Tapi Pram selalu jujur dalam bicara, dia tidak suka bicara munafik dan suka terang-terangan dengan kewajaran yang sangat orisinil. tidak suka basa-basi, tidak suka diplomasi tapi langsung ke persoalan.Tokoh terkenal seperti Gus Dur yang terkenal suka ceplas-ceplos kalau ngomong, tapi di depan Pram dengan mudahnya disikapi Pram seperti teman sekelasnya bermain gundu semasa kecil. Ketiaka Gus Dur (waktu itu Presiden Indonesia) menawarkan permintaan maaf kepada Pram karena para pemuda Gus Dur yang Ansyor itu yang paling banyak membunuhi Komunis dan rakyat yang tidak bersalah, Pram cuma bilang: : "Kok, mudahnya minta maaf" yang membuat Goenawan Mohamad turut gusar dengan reaksi Pram yang sungguh berkesan itu. Dan Pram memang patut besar sendirian, memang dia tidak punya saingan di negerinya sendiri!
asahan.

----- Original Message -----
From: muhidin m. dahlan
To: sastra-pembebasan@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, September 15, 2009 6:36 AM
Subject: Bls: #sastra-pembebasan# Kenapa Pram Menolak Wayang?

Hehehehehe. Ah si Pram. Tapi sewaktu di Lekra, beberapa kali dia ngasih ceramah di hadapan para dalang Jogja dan Jateng......

Tabik
MUHIDIN M DAHLAN
www.akubuku.blogspot.com
www.indonesiabuku.com

--- Pada Sel, 9/6/09, BDG KUSUMO <bdgkusumo@volny.cz> menulis:

Dari: BDG KUSUMO <bdgkusumo@volny.cz>
Judul: #sastra-pembebasan# Kenapa Pram Menolak Wayang?
Kepada: nasional-list@yahoogroups.com, sastra-pembebasan@yahoogroups.com, artculture-indonesia@yahoogroups.com, mediacare@yahoogroups.com, hksis@yahoogroups.com, mimbar-bebas@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 9 Juni, 2009, 3:08 AM

Kenapa Pramoedya Menolak Wayang?

istimewa

Pramudya Ananta Toer

/Selasa, 9 Juni 2009 | 00:59 WIB

oleh Asep Sambodja

Ada pernyataan Pramoedya Ananta Toer yang membuat saya masygul. Dalam buku Saya Ingin Lihat Semua Ini Berakhir (Depok: Komunitas Bambu, 2008), Pramoedya Ananta Toer mengatakan kepada Kees Snoek bahwa sejak berumur 17 tahun, dirinya sudah menolak wayang, karena wayang pada dasarnya hanya omong kosong belaka.

Kenapa Pramoedya menilai wayang hanya omong kosong belaka? Menurut Pram, masyarakat Jawa dibesarkan oleh kisah Mahabarata dan mendapatkan inspirasi darinya. Dan, klimaks Mahabarata adalah pembantaian yang dilakukan saudaranya sendiri. Jadi, Pram menyimpulkan, pendidikan budaya Jawa terdiri dari perang saudara. "Oleh karena itu, orang Indonesia tidak pernah akan menang melawan bangsa asing," katanya.

Pernyataan Pram yang singkat, padat, dan menyesakkan bagi pencinta wayang ini tidak lepas dari interpretasi seorang Pramoedya terhadap Mahabarata dan wayang itu sendiri. Tentu saja dalam menginterpretasikan hal itu pengalaman Pramoedya yang demikian sarat dan berat turut melatarbelakanginya . Penangkapan dan penahanan dirinya selama bertahun-tahun tanpa proses pengadilan di zaman Orde Baru merupakan sebagian saja dari siksaan yang dialaminya.

Kalau yang menjadi dasar pijakan Pram adalah klimaks Mahabarata, maka apa yang dikatakannya sangat berdasar, bahkan sangat mendasar, yakni adanya pembantaian akibat perang saudara. Dilihat dari perspektif manapun, perang Kurusetra adalah pembantaian sesama saudara. Tapi, kalau kita berupaya mengeksplorasi karya itu, maka yang ditemukan di dalamnya adalah mengenai kehidupan itu sendiri.

Benar bahwa dalam karya itu digambarkan ada perang. Namun, dalam karya sastra berbentuk epos di manapun di dunia pasti ada digambarkan peperangan, meskipun tidak selalu perang saudara. Bahkan dalam cerita-cerita nabi di Alquran pun ada peperangan. Bagaimana dengan kenyataan seperti ini? Jadi, menurut saya, tidak masalah ada perang dalam karya sastra berbentuk epos, asalkan saja peristiwanya bisa tergambar dengan asyik. Bahkan dalam karya sastra modern pun, seperti dalam Negeri Senja karya Seno Gumira Ajidarma tergambar adanya peperangan.

Lalu, kenapa wayang dikatakan sebagai omong kosong? Tentu saja saya tidak sependapat dengan Pramoedya. Mahabarata dan juga Ramayana adalah karya sastra yang diimpor dari India, sementara wayang merupakan seni pertunjukan dalam bentuk yang lain sama sekali dengan karya sastra itu. Banyak anasir yang saling melengkapi dalam pertunjukan wayang, sehingga yang dinikmati masyarakat bukan hanya pesan dari cerita yang disampaikan dalang, melainkan gamelannya, suara sinden, sabetan dan cara dalang bercerita, dan sebagainya.

Karena itu, pernyataan Pram tentang wayang sebagai nonsens sangat tidak berdasar.

Dalam buku itu pula, Pramoedya mengakui bahwa hal yang positif dalam budaya Jawa adalah gamelan, musik polifonik yang dapat disetarakan dengan musik Eropa. "Musik zaman sekarang hanyalah ritme yang monofonik. Dibandingkan dengan gamelan, musik pop Barat tidak ada artinya," tegas Pram.

Sanjungan Pram itu hanyalah pemanis saja, karena kita tahu bahwa Pram sangat antifeodalisme. Dan itu tercermin dalam budaya Jawa. Selain penggunaan bahasa Jawa yang berlapis-lapis itu, yang menunjukkan posisi penuturnya, Pram juga menolak sistem pemerintahan yang berdasarkan pada budaya Jawa. "Jika budaya Jawa dipakai sebagai ukuran, hanya ada satu orang di tempat teratas yang dianggap sebagai wakil Tuhan di bumi. Itulah dasar dari budaya Jawa," katanya.

Pernyataan Pram memang keras. Sekeras orangnya. Padahal, Pram sendiri lahir di Blora, Jawa Tengah. Apakah Pram bukan manusia Jawa? "Tidak, saya merasa sebagai orang Indonesia. Saya berpikir dalam bahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa," jawabnya.

Demikianlah Pram. Jujur tanpa tedeng aling-aling. ***

Citayam, 7 Juni 2009

Akses http://m.kompas. com dimana saja melalui ponsel, Blackberry atau iPhone Anda.

Share on Facebook Share on Twitter

Nilai 2 - Beri Rating Artikel - ---------- Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang A A A

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

Stefano Pramono @ Selasa, 9 Juni 2009 | 02:07 WIB

Saya tidak setuju anda bilang sanjungan Pram terhadap gamelan itu hanya pemanis belaka. Gamelan memang tidak ada bandingannya. Tingkat kompleksitas yang dimainkan sebuah grup gamelan tinggi sekali, membuat musik modern kelihatan terlampau dasar. Umpama musik itu makanan, maka gamelan itu Gulai Kambing (atau taruhlah makanan favorit anda disini), dan musik modern itu hanya nasi garam. Poli-ritme, bukan poli-fonik. Kompleksitas gamelan ada di saling lapis yang terjadi antara ritme2 beda.

tan jo @ Selasa, 9 Juni 2009 | 01:53 WIB

Arah perjuangan pak Pram gak jelas, apa yang di bela dan apa yang diperjuangkan. Yang ada hanya rasa ketidaksukaan kepada sesama.

[Non-text portions of this message have been removed]

Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini!
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Recent Activity
Visit Your Group
Ads on Yahoo!

Learn more now.

Reach customers

searching for you.

Y! Messenger

PC-to-PC calls

Call your friends

worldwide - free!

Cat Groups

on Yahoo! Groups

Share pictures &

stories about cats.

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment