GONG Publishing Mempersembahkan Peluncuran dan Bedah Buku 'TAMASYA KE MASJID" Karya Jaya Komarudin Cholic Waktu: Sabtu 3 Juli 2010, Pukul 13.00 - 15.00 Wib. Tempat: Ruang Anggrek, Pesta Buku Jakarta, Istora Senayan, Jakarta Pusat Nara Sumber: Ustadz Abdul Azis Abdur Rauf Al Hafidz, Lc Musikalisasi: Firman Venayaksa dan Ki Amuk Selama ini imej tentang TKI atau TKW adalah kebodohan. Selalu cerita pilu yang sampai ke tanah air. Tapi, kini tidak lagi. Mereka bukanlah orang-orang yang bodoh atau dibodohi. Mereka mengadu nasib di negeri orang, karena di negeri sendiri skill mereka tidak terwadahi. Di Hongkong, para TKW tidak sekedar para wanita dari kampung yang hanya lulusan SD. Mereka banyak yang mengenyam pendidikan setara SMSA, bahkan sarjanan. Tidak heran setelah didampigi Helvi Tiana Rossa, mereka mendirikan wadah Forum Lingkar Pena Hongkong dan menerbitkan kumpulan cerpen. Gol A Gong pun tidk tinggal diam. TKW di Taiwan, Jenny Ervina yang asli dari Petir, Serang – Bantem dibina dan meluncurkan kumcer "Gadis Bukan Perawan" (Gong Publishing, Mei 2010). DILUNCURKAN DI ABU DHABI Kini, di Timur-Tengah, dimana para TKW sering dihina, dicaci, dimaki, ditindas, mulai memunculkan imej baru yang membanggakan. Adalah Jaya komarudin Cholic, lelaki Bogor yang menikahi perempuan Banten. Jaya bergabung di Rumah Dunia. Pada 2006, Jaya sekeluarga mengadu nasib di Ruwais, Uni Emirat Arab. Di sela-sela luangnya, Jaya melakukan tamasya ke masjid-masjid. Memoarnya dituangkan ke dalam buku "Tamasya ke Masjid". Ini adalah yang pertama, buruh migran Indonesia di Timur-Tengah menulis buku dan diluncurkan di Kedutaan Besar Republik Indonesia, Abu Dhabi, pda Jum'at 25 Juni 2010. Menurut M. Wahid Supriyadi, Duta Besar LBBP RI untuk Persatuan Emirat Arab, "Gaya menulis Jaya mengalir, sederhana, dan mudah dimengerti serta sarat informasi dan referensi mengingatkannya pada jargon koran Tempo Enak dibaca dan Perlu." Rencananya setelah di Abu Dhabi, TKM akan diluncurkan di Ruwais, kota para 'skilled labour' untuk oil dan gas, kemudian di Pesta Buyku Jakarta, 3 Juli 2010 dan Toko Buku Tisera, Mal Serang, 4 Agustus 2010. Gempa literasi yang dihentakkan oleh Gol A Gong memang membawa semangat lokal pada perubahan kultur rakyat Banten. Dan penulis yang kini bekerja di PEA ini dahulu juga merupakan produk lokal Banten yang bekerja di salah satu pabrik Petrokimia di Cilegon. DOOR PRIZE TERCINTA TAMASYA KE MASJID adalah hadiah dari seorang isteri untuk suaminya. Ayah untuk anak lelakinya. Teman wanita untuk calon suaminya..Juga, bawahan untuk atasannya. Karena, bagi setiap muslim, masjid adalah muara kehidupan. Saat ditimang diselamati dan diberi nama di masjid, masa kanak-kanak bermain di pelatarannya, ketika dewasa ijab qabul di dalam masjid. Kelak ketika mati, masjid adalah persinggahan terakhir sebelum menginap di kuburan yang sempit. Buku "Tamasya ke Masjid" juga hadiah yang diberikan oleh suami kepda istrinya. Ayah untuk anak lelaki. Wanita untuk calon suami. Serta bawahan kepada atasan. Itu semua adalah sebuah wujud KECINTAAN suami penyayang dan bertanggung jawab, anak yang taat, lelaki yang shalihah, dan PEMIMPIN yang JUJUR dan AMANAH lahir karena kecintaan mereka terhadap masjid. Seperti rasulullah yang telah melahirkan para pemimpin besar, yang membawa Islam hingga ke sepertiga dunia berawal dari masjid Nabawi yang tak berubin dan tak beratap. Maka, dari buku TAMASYA KE MASJID akan menjelma menjadi mata air kebaikan. Karena setiap langkah kaki menuju masjid adalah sebuah persaksian, yang kelak akan mengangkat derajat dan berlimpah ampunan. Maka hadiahkanlah buku TAMASYA KE MASJID untuk orang-orang yang kita cintai. Masjid adalah muara kehidupan. Hidup, tumbuh dan besar hingga akhir hayat dengan merasakan ruh baru kecintaan terhadap masjid sebagai simpul keimanan. Buku Tamasya Ke Masjid adalah media yang menjembatani untuk menggali kenangan, kecintaan, harapan, serta bagaimana hidup selayaknya bersama masjid. Maka hadirilah bedah buku TAMASYA KE MASJID. Ajak orang-orang yang dicintai. Ada doorprize buku. Silahkan, ungkapkan kesan pertama ketika kecil diajak ke masjid, apa yang disukai atau tidak disukai dari masjid, bagaimana masjid menjadi sebuah daya tarik bagi remaja, perlukah perpustakaan masjid, dll *** APA KATA MEREKA TENTANG 'TAMASYA KE MASJID": "Penulis yang bekerja sebagai buruh migrant di Persatuan Emirat Arab menyodorkan fakta, bahwa sholat berjamaah di mesjid-mesjid di Dubai seolah sedang tamasya menuju rumah-Nya, selalu penuh sesak. Berbeda dengan di kota-kota Indonesia yang sepi. Tapi saya bahagia setelah membaca buku ini, karena teringat saat Bapak mengajak saya berjamaah di mesjid kampung. Saya juga berlarian ke sana-kemari seolah sedang tamasya, persis seperti yang penulis alami di buku ini! (Gol A Gong, Majelis Penulis Forum Lingkar Pena) Buku ini menarik, ditulis dengan bahasa yang ringan dan mengalir serta mudah dipahami. Pengalaman hidup di dua dunia yang berbeda, sekali pun sama-sama berpenduduk mayoritas Muslim, selalu menarik karena bersinggungan dengan latar budaya yang berbeda. Namun demikian, "Tamasya ke Masjid" mengingatkan kita akan kebesaran Allah. Walaupun manusia diciptakan berbeda-beda suku bangsa, kita dapat bersatu dalam Masjid dengan menggunakan bahasa yang sama bersujud dan menyebut asma-Nya. (M. Wahid Supriyadi, Duta Besar LBBP RI untuk Persatuan Emirat Arab) Saya mengenal Jaya Komarudin ketika masih di Cilegon, kemudian sekarang bergabung dengan kami, Komunitas Masyarakat Indonesia di Ruwais, Abu Dhabi, UAE. Bakat untuk mengaktualisasikan peristiwa-peristiwa di sekitar kita menjadi sebuah cerita yang apik dan enak dibaca adalah kecerdasan dia yang sampai sekarang kami pertahankan sebagai aset dari komunitas kami. Jika ingin menegenal komunitas kami, peristiwa-peristiwa disekitar kami dan hal-hal lain yang yang berhubungan dengan nilai-nilai kemasyarakatan islami di sekitar kita, bacalah buku Jaya Komarudin. (Heri Susyanto, Presiden Indo-Emirates Komunitas Masyarakat Indonesia di Ruwais) "Masjid, ternyata tidak hanya sekedar sebuah bangunan fisik untuk ibadah, tapi dapat menjadi tempat sumber ilmu yang tidak akan pernah kering. Ternyata buku ini tidak sekedar mengajak pembacanya untuk bertamasya yang hanya memanjakan mata, namun kandungan keanekaragaman serial kehidupan penulisnya akan mengajak pembaca menemukan mutiara-mutiara kehidupan yang diungkap dengan bahasa yang ringan, santun dan mengalir sehingga membuat buku ini enak dan perlu dibaca" (Joko Priatmoko, Wakil Komunitas Masyarakat Muslim Indonesia Abu Dhabi) |