Thursday, December 31, 2009

[ac-i] Cerpen A.Kohar Ibrahim: Topeng Dan Muka Asli

 

Topeng Dan Muka Asli
Cerpen A.Kohar Ibrahim

Topeng Dan Muka Asli

 

 

 

Cerpen:  A. Kohar Ibrahim

 

 

 

AKU terkejut begitu kilat berdenyar teriring guntur menggelegar. Hujan pun turun dengan derasnya. Para pedagang kaki lima bergegas membenahi barang-barangnya. Orang-orang di jalanan itu blingsatan. Untung ada warung kosong di tepi jalan itu. Aku cepat memanfaatkannya. Berteduh. Sekali pun kepala terlindung tudung pandan.

 

Orang-orang yang lain pun bergegas datang. Di antara mereka ada beberapa pemuda. Bergunjing riang. Mereka sepertinya tak begitu hirau pada hujan, pun pada orang-orang lainnya di seputar. Gelak tawa menyelang-nyeling gunjingan mereka. Yang seorang merasa bangga kerna telah melempar hujatan yang jitu mematikan lawan.

« Malem ini dia pasti nggak bisa tidur, » kata pemuda yang gemuk bermuka bundar.

« Jitu 'kan gua bilang orang itu nggak disunat ? » kata temannya yang agak kurus, tapi mukanya juga bundar, pucat pasi. Disambut beruntun dengan yang kurus bermuka lonjong dan yang pendek bermuka segi empat berkepala panjul.

« Gua yakin yang namanya Aki itu Cina Hongkong ! Kayak si  Ash ! »

« Mo ngibulin kite, hihihi… »

« Persis kayak si Vivi…Ash ! »

« Pokoknye, siapa aje, kalu ngebelain Gede, kita sabet abis deh ! »

« Nanti kite bilang die zionis… »

« Giliran gue nanti bilang die komunis… »

« Gue sih bilang die itu kristen fundamentalis ! Kafir kayak si Orakel, gitu ! »

 

Pemuda-pemuda itu ketawa dengan renyahnya. Terus juga bergunjing. Asik dan puas dengan petualangannya di alam maya. Berdebat dengan menggunakan nama samaran sebagai topeng.

Di layar kaca media elektronika seperti « Berpolitik Com » yang mereka jadikan favorit, memang setiap netter bisa memberi komentar sebebas-bebasnya. Kebebasan ini mereka manfaatkan benar-benar. Disanjung pujinya kaum elitis Porteng dan Golkar. Dihujatnya habis-habisan duet Gede-Mega. Dengan ujung tombak ke Gede. Terhadap RI Satu itu bukan saja soal-soal perpolitikan, melainkan juga soal-soal privasi. Saking gandrungnya, hujatan mereka itu sampai melewati batas-batas kesopanan. Bersifat pornografis. Sebagai yang mereka ulang-ucap di sini, tanpa mempedulikan orang di seputar. Sedemikian asyiknya obrolan mereka hingga tak mempedulikan pula hujan deras telah mereda. Berganti gerimis. Bahkan kemudian berhenti sama sekali.

 

Mereka baru sadar ketika di warung kosong itu hanya tinggal aku sendiri  dan mereka berempat. Ocehan mereka mencapai puncaknya dengan  tumpuan kepada netter yang dianggap  keturunan Cina itu. « Ah, si Cina nyang aki-nya udah aus itu ! Kite bugilin trus aja… ! » ujar si muka segi-empat kepala panjul. « Nanti ketauan deh - dia nggak disunat ! »

Suaranya yang parau itu kali ini membikin telingaku panas.

 

« Udahlah, ayo kite pulang dulu, » kata si gemuk bermuka budar itu. « Nanti malem kite ketemu lagi di warnet sana. »

« Kite copot topeng si Cina muslim itu ! » sambut si kurus bermuka lonjong  pucat pasi. « Ayo, kite pulang dulu yo ! »

« Eeeeh, tunggu dulu ! » kataku dengan nada keras. Dan mereka terperanjat. Gagal beranjak. Kulanjutkan : « Tau kalian ? Nggak semua orang seneng topeng. »

« Apa urusannya dengan Anda ? » tanya si gemuk gagap, sekali pun matanya membeliak. Memperhatikan tubuhku yang kekar dan sigap serta pandang tertanjap ke mukanya yang bundar.

« Gua bilang : nggak semua orang seneng topeng ! » balasku tandas. « Nggak semua orang pengecut, ngerti ? »

« Yah, yah…apa urusannya… » dengus si panjul bermuka segi-empat, berupaya mengelak.

« Urusannya ? Pasalnya ? Mo tau ? » dengusku. « Nama nyang gua pake di BerpolitikCom itu asli, tau ? » kataku ketus. « Lagian gua bukan Cina, kalipun bener gua sobatnya si Ash Cina. Ngerti, kalian ? »

« Aaaoh…? »

 

Keempat pemuda itu ternganga. Kilat kembali berdenyar teriring gelegar guntur. Hujan pun turun lagi. Aku tetap tegak berdiri menyimak mereka dengan pandang setajam-tajamnya. Sejenak mereka saling berpandangan. Kini tidak hanya si kurus saja, yang lainnya juga bermuka pucat pasi.

 

Lantas semuanya cepat mengangkat kaki, begitu si gemuk memberi aba-aba : « Ayo, pulang yo ! ». *** (14.04.2001)

 

Catatan: Naskah cerpen Topeng Dan Muka Asli ini disusun dalam zaman Gede (Gus Dur & Mega), masa aku aktip bersama netter lainnya di Berpolitik.Com dan media elektronik lainnya; pernah disiar di beberapa milis. Aku memang salah seorang pendukung GD lisantulisan, antara lain tersuratsirat di Majalah Arena, Amsterdam.

 

 

 

 

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment