Friday, December 18, 2009

[ac-i] SABAR ANANTAGUNA "PUISI-PUISI DARI PENJARA"

 

ASAHAN:
 
Komentar sastra (singkat)
 
                                               " PUISI-PUISI DARI PENJARA"
 
                           Sabar Anantaguna            
 
                           Penerbit: Ultimus Bandung; 2009
 
 
Sabar Anantaguna adalah salah seorang penyair senior Lekra yang kini telah berusia di atas 80 tahun. Di tahun-tahun ahir 59-nan hingga permulaan 60-han kadang-kadang  saya membaca sajak-sajaknya dan saya suka dan menikmatinya karena menurut selera saya waktu itu, Anantaguna menulis sajak yang mudah dimengerti tapi tetap memperthanakan segi-segi keindahan puisi atau dengan kata lain estetika puisi yang pada sebagian penyair Lekra lainnya terasa kurang diperhatikan dan terlalu menekankan isi serta politik dan ideologi (itu tidak salah hanya saja kurang indah).Dan di umurnya yang sekarang, puisi-puisi Anantaguna masih tetap terasa indah tanpa harus merubah pendirian atau menjadi desertir yang merapat ke selera puisi penyair-penyair borjuasi untuk bisa dapat pengakuan agar bisa "berdiri sama tegak" serta bersanding dalam majalah-majalah yang dianggap bergengsi dengan royalty yang lebih baik dan nama yang lebih bersinar. Meskipun puisi adalah juga barang dagangan yang seharusnya seorang penyair bisa menjadi professional dan hidup dari puisi-puisinya atau karya-karya sastra lainnya, namun ideologi dan pandangan politik tidak seharusnya ikut diperdagangkan dan dikomersilisiasikan. Dan hal ini tidak dilakukan oleh Sabar Anantaguna.
 
Sebagian besar puisi Anantaguna yang diproduksi dalam penjara-penjara dan buangan ini, semula saya duga akan menimbulkan kelelehan bagi para pembacanya. Dalam salah satu sajaknya Anantaguna menulis:
 
PENJARA ITU KETERBATASAN
KETERBATASAN ITU PENJARA
 
Dari sajak: "Catatan dalam Ingatan". 
 
Sebuah pernyataan puitis dan puisi yang berfilsafat. Dengan pernyataan ini, Anantaguna telah lebih meluaskan arti dan pengertian tentang penjara itu sendiri. Kita akan cepat merasa, dalam sebuah negara yang tidak atau kurang demokratis, adalah juga sebuah penjara besar atau negara penjara.Tapi penjara yang lebih kecil, yang dalam cel-cel yang kotor dan berjeruji besi yang pernah didiami Sabar Anantaguna , keterbatasan itu punya arti yang lebih mutlak, lebih berkesan. Namun Sabar menganggap jeruji-jeruji besai yang mengurungnya adalah juga tali-tali kecapi yang dipetiknya setiap hari, begitu akrab, begitu merdu yang mengalahkan suara bentakan para sipir, interogator bahkan rontaan teman-temannya yang disiksa dan siksaan terhadap dirinya sendiri. Di sini kita merasakan kekuatan puisi diluar puisi itu sendiri. Kelahiran sebuah puisi adalah juga sebuah proses dan proses itu sering-sering diartikan orang sebagai ilham atau inspirasi atau ada juga yang menyebutnya sebagai moment-moment puitis. Proses lahirnya sebuah puisi bisa sangat berlainan pada tiap penyair. Dan pada Sabar, proses itu sangat istimewa atau tak biasa datangnya. Dan Sabar dengan jelas memberitahu kita dengan segera sebagaimana judul kumpulan pusinya itu sendiri: "Puisi-Puisi Dari Penjara". Tapi saya tidak merasa pengap, tidak merasakan keterbatasan bahkan saya merasa dibebaskan oleh puisi-puisi Sabar Anantaguna. Bebas dari dugaan bahwa seorang Sabar itu akan kapok, akan kompromi dan akan berpaling sesudah menjalani hidup yang serba terbatas, serba direndahkan, serba diabaikan. Puisi-puisi Sabar Anantaguna sebagaimana juga puisi-puisi Sutikno WS mempunyai nyawa yang sama: Kesetiaan  dan tanpa penyesalan meskipun cara pengungkapannya sangat berlainan dan mempunyai ciri khusus sendiri-sendiri.
 
Dalam banyak sajak-sajak Sabar Anantaguna saya menemui banyak personafikasi yang menggelora yang adalah juga metafora penghias segar dan menarik dalam banyak puisi-puisinya. Tapi tidak hanya itu. Sinisme Sabar bertebaran di sana sini tapi tidak menimbulkan antipatik atau iritasi pada pembacanya. Dan  sinisme itu juga  adalah sebagai pengganti  makian kasar atau kutukan pada musuh yang kejam dan biadab. Puisi protes tidak mesti harus selalu gamblang dan frontal. Sabar menempuh jalan lain yang tidak lagi mengikuti sajak-sajak perlawanan segolongan penyair Lekra di jaman kejayaannya. Sajak-sajak Sabar sudah sangat berlainanan dengan sajak-sajak perlawanan Agam Wispi pada jamannya yang bisa frontal hadap berhadapan dengan para musuhnya (para jendral umpamanya). Namun sinisme Sabar terasa mempunyai kekuatan magis meskipun juga tidak sengaja mengajak orang lain berpihak atau bertimbang rasa padanya. Sabar membuat sajak-sajak bukan hanya untuk orang-orang yang sehaluan dengannya tapi memang secara sengaja atau tidak, untuk orang seperasaan dengannya karenanya dia bisa menjengkau hati nurani manusia yang lebih luas lingkungannya.
 
Mimpi, cinta, sunyi, rindu dan bahkan hingga bulan turut mewarnai sajak-sajak Sabar Anantaguna. Cinta bagi Sabar adalah kesetiaan, mimpi adalah nostalgia sedangkan sunyi adalah suasana hatinya dalam keterpencilan dan kurungan dinding semen dan jeruji besi. Tapi dari semua ini tidak hanya mengalir nyanyian derita dan kesengsaraan semata. Dalam puisi, meskipun Sabar menyuarakan berita-berita kepiluan dan kerinduan, namun kepiluan Sabar Anantaguna adalah kepiluan dan kerinduan yang indah, dan kerinduan yang indah itu pada gilirannya adalah juga keindahan  yang dipuisikan oleh Sabar yang bermuatan kerinduan dan kepiluan sambil menitipkan butir-butir kekuatan optimisme yang tidak bersorak . Atau dengan kata lain, dalam keindahan selalu terselip kepiluan sedangkan kepiluan itu sendiri selalu ada muatan keindahannya sendiri. |emua itu bisa ditemukan dalam puisi-pusi Sabar Anantaguna sekarang ini.
 
Dalam kumpulan ini juga ada terlampir ( saya berpendapat sebaiknya diterbitkan tersendiri dan tidak disatukan dalam satu kumpulaan) ada Puisi Melodrama: "PASIR-PASIR DI HATI" dengan tokoh-tokoh sentral: Tampan, Ayu, Juragan(tuan tanah), si Manis dll. Temanya cukup menarik yaitu nasib dramatis seorang buruh tani (Tampan)yang tidak mau menerima lamaran seorang keluarga tuan tanah di mana dia bekerja agar menikahi putrinya yang hamil dari lelaki lain selama belajar di kota . Tampan setia pada seorang kekasihnya (Si Manis) dan ahirnya mati dibunuh oleh Juragannya yang dia tolak lamarannya untuk mengawini purtinya yang sedang mengandung tanpa bapa atau di luar perlawinan. Sebagai puisi dia menarik karena alur ceritanya juga menarik. Di sini Sabar Anantaguna kembali menunjukkan kemampuannya dalam menulis puisi panjang dan kita dengan senang hati membacanya.  Singkat kata, kumpulan puisi-puisi Sabar Anantaguna yang sekarang adalah juga sebuah karya ulang tahunnya yang ke 80 (meskipun tidak persis dan juga tidak dikatakannya sendiri) namun adalah juga sebuah kumpulan puisi yang saya anggap berhasil, sangat patut untuk diterbitkan dan disebar luaskan dan dinikmati banyak pembaca.
 
Hoofddorp, 19 Desember 2009
Asahan,
penggemar sastra.
 
                                           

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment