Magelang (ANTARA News) - Penghormatan terhadap almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bukan harus dengan pemberian suatu gelar atas ketokohannya, kata pengasuh Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Kabupaten Magelang, K.H. Muhammad Yusuf Chudlori (Gus Yusuf).

"Menghormati Gus Dur bukan dengan gelar tetapi dengan menghidupi semangat Gus Dur," katanya di sela peringatan tujuh hari wafat Gus Dur di kompleks Ponpes API Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di Magelang, Rabu malam.

Ia mengaku, pada Selasa (5/1) malam berada di rumah Gus Dur di Ciganjur mengikuti acara serupa bersama keluarga Gus Dur.

Pada tahun 1957 hingga 1959, Gus Dur menjadi santri di Ponpes Salafi API Tegalrejo yang dipimpin ulama karismatis, K.H. Chudlori. Chudlori wafat pada tahun 1977 sedangkan Gus Yusuf adalah salah satu anaknya.

Keluarga Gus Dur, katanya, tidak ingin mempersoalkan pemberian gelar pahlawan terhadap Presiden ke-4 RI itu.

"Apalagi sekarang sudah dipolitisir," katanya.

Ia mengatakan, berbagai ajaran tentang nilai dan ilmu yang disampaikan Gus Dur harus bisa diwariskan kepada generasi penerus bangsa.

Ajaran Gus Dur itu, katanya, antara menyangkut keberaniannya berkata benar meskipun terasa pahit, pentingnya perlindungan terhadap kaum minoritas, dan penghormatan terhadap suatu perbedaan.

Peringatan tujuh hari wafat Gus Dur di Ponpes Tegalrejo antara lain dihadiri para santri, komunitas lintas agama dan golongan, seniman, serta budayawan setempat.

Sejumlah tokoh Magelang yang hadir antara lain Pimpinan Perkumpulan Sinar Kasih Tau Magelang, Tedy Hartanto Tamsil, pimpinan Kelenteng "Liong Hok Bio" Kota Magelang, Paul Candra Wesi Aji, Koordinator Badan Kerja Sama Gereja-Gereja Kristen Kota Magelang, Pendeta Parlaen.

Kemudian dua rohaniwati Gereja Katolik Santo Ignasius Kota Magelang masing-masing Suster Lidwina dan Suster Verona.

Pada kesempatan itu penyair Kota Magelang, Es Wibowo membacakan puisi "Obituari Gus Dur", kolaborasi seniman Teater Fajar Universitas Muhammadiyah Magelang dan Teater Bias SMK 17 Kota Magelang mementaskan performa "Massa Tanpa Ulang".

Sebuah grup musik asal Wonosobo pimpinan Hadiyanto mementaskan musik kreatif "Kiai Langit", dan seniman Magelang, Ardhi Gunawan membacakan geguritan "Slaman Slumun Slamet".

Belasan anggota komunitas Tempat Ibadah Tri Dharma Kota Magelang melakukan doa untuk Gus Dur dan dua budayawan Magelang yakni Sutanto Mendut dan Romo V. Kirjito, secara bergantian menyampaikan testimoni masing-masing tentang sosok Gus Dur.(*)