Sunday, January 10, 2010

[ac-i] Nasib Gelandangan Menggelandang di Belanda

 


Nasib Gelandangan Menggelandang di Belanda

Mengalami musim dingin 2009 di Belanda kuanggap dinginnya tak berbeda dengan rasa dingin di 25 tahun yang lalu. Rasa dingin meyengit sampe ke tulang sum-sum.

Dari sisi nilai estetika hujan salju di musim dingin, memang memberi suasana di luar rumah kelihatan indah dan cantik untuk dinikmati. Di waktu malam hari pun di taman-taman masih memancarkan cermin keelokannya, pohon-pohon bagaikan terhias indah gemerlapan di sepanjang bentangan gaun sutra putih bertabur butiran mutiara.
Hampr semua warga penduduk di Belanda menyempatkan waktu bersama keluarga untuk jalan-jalan ke taman sembari bermain-main dengan salju.

Pesta natal dan malam tahun baru 2010 pun buat sebagian besar penduduknya menganggap lebih lengkap rasanya untuk bisa dirayakan bersama anggota keluarganya, karena suasananya pun menjadi lebih menyenangkan untuk bisa mengalaminya.

Lalu bagaimana nasib sebagian orang-orang yang bertahun-tahun hidup menggelandang karena tidak punya rumah atau tidak punya tempat tinggal tetap, bahkan tanpa punya hubungan kekeluargaan? Udara dingin dan bekunya musim dingin dengan suhu udaranya sampai 15 derajat di bawah nul selsius buat kaum gelandangan dimana saja memang benar-benar sengsara dan merana.

***

Untuk mengetahui jumlah kaum gelandangan di Belanda secara hitungan eksak memang tak pernah diketahui. Tapi kalau kita pergi keluar rumah untuk belanja ke supermarket terdekat, maka di depan pintu masuk supermarket sudah ada satu orang yang menawarkan majalah gelandangan "Z- Magazine".

Sang penjual majalah itulah salah satunya dari sekitar 50 ribu orang gelandangan yang sering kita ketemui di hampir setiap supermarket di kota-kota besar di Belanda, seperti misalnya di Amsterdam, Den Haag, Rotterdam dan Utrecht.

Menurut sumber informasi tentang berita kemiskinan dari hasil laporan penelitian tahun 2007, dinyatakan bahwa tahun 2005 ada 660.000 dari 6,7 juta rumah tangga yang berpendapatan sebulannya dibawah standart gaji rata-rata.

Dengan kondisi rumah tangganya yang hidup dibawah garis kemiskinan itu, dianggap tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari selama sebulan. Dirasakan tekanan hidupnya semakin terjepit dengan setiap bulannya berhutang 100 euro pada banknya.

Akibatnya kategori dari 660 ribu keluarga ini tak mampu lagi membayar sewa rumah, air, pemakaian listrik dan gas, juga setiap hari tidak bisa makan sehat yang bergizi, biarpun ada inisiatip penyediaan sembako gratis di 110 tempat buat kaum miskin itu. Dan nyatanya penyediaan sembako gratis tersebut hanya mampu menolong 15 ribu keluarga.

Banyak anggota keluarga yang mengalami persoalan krisis perkembangan sosial-emosional maupun kesehatan fisik dan psykhisnya yang semakin memburuk. Dengan mengalami persoalan psykhis berat, akhirnya mereka tak mampu mengatur cara hidup teraturnya.

Terutama untuk golongan berkategori miskin, antara lain karena berpendidikan rendah, menjadi pecandu alkohol, heroin dan sejenisnya. Juga faktor diskriminasi terhadap golongan penduduk asing berperan dominan dalam masyarakat Belanda.

Dengan begitu sekitar 200.000 rumah tangga, yang terutama berasal dari berpendapatan terendah itu hidupnya di himpit hutang yang semakin membengkak karena bunga hutangnya. Maka pada tahun 2006 korbannya pun meningkat sampai 377.000 rumah tangga.

***
Persoalan kemiskinan di perkotaan banyak di kecam oleh masyarakat umum, lantaran dianggap menganggu keamanan dan kenyamanan hidup bermasyarakat.

Pemandangan gelandangan yang menggelandang di jalan-jalan telah mengiasi kehidupan di perkotaan negara maju ini, katanya tidak lagi menghalalkan tradisi sistim masyarakat "welfare state" untuk peningkatan "kesejahteraan dan kemakmuran rakyat" dengan menjunjung tinggi hak asasi  manusia dan keadilan sosial.

Kalau kita membaca berita di beberapa surat kabar di Belanda sejak tahun 1996, pada umumnya isinya selalu mengabarkan tentang ribuan orang di paksa keluar dari rumah tempat tinggalnya.

Dan sampai antara tahun 2007 dan 2008 diberitakan kaum miskin kota di paksa keluar dari rumah sewanya berjumlah antara 7.500 sampai 8.100 orang. Akan tetapi jumlah data tersebut masih dianggap sebagai berita hisapan jempol belaka karena tak pernah ada data yang jelas mengenai penghitungan total jumlah keluarga yang kehilangan rumah sewa atau rumah hypotik.

Juga menurut berita koran lokal dari kota Rotterdam, pernah diberitakan bahwa pada tahun 2006 ada 15 orang gelandangan yang menggelandang tanpa tempat penginapan, namun pihak Lembaga sosial mengeluh dan memprotes karena masih ada 346 orang yang tidak tertampung di tempat penampungan gelandangan.

Belum lagi di hitung dengan jumlah angka peningkatan kemiskinan akibat krisis kapital yang telah menggelobal di tahun 2009. Banyak pula mengorbankan kaum golongan menengah karena kehilangan perkerjaannya.

Hal ini mengakibatkan proses peningkatan perceraian dalam hubungan suami-istri. Sehingga golongan keluarga menengah ini kehilangan rumah huninya karena tidak mampu membayar hypotik pada banknya. Dan terpaksalah mereka mencari rumah sewa atau menggelandang lalu malamnya tidur di tempat-tempat penampungan.

Dengan adanya peningkatan pengangguran golongan menengah ini tentunya akan menambah jumlah gelandangan di perkotaan maupun di pedesaan. Padahal persoalan penampungan ribuan keluarga pertahunnya yang terus mengalir deras tak pernah tertangani secara tuntas.

Dan pemerintahnya dalam menangani proses pengentasan kemiskinan, kebijakannya seakan-akan seperti "menambal-sulam" tumpukan kain lusuh. Misalnya pihak Lembaga sosial "Het Leger des Heils" memprotes keras dengan adanya penurunan 30% pada penyediaan fasilitas tempat tinggal buat gelandangan, yaitu dari 21 ribu sampai 14 ribu tempat penampungan di Belanda.

Kalau pun mereka bisa tertampung, maka hanya di ijinkan masuk ke rumah penampungan dari jam 16.00 sampai keesokan harinya sampai jam 10.00 pagi, dengan biaya menginap permalam 5 euro sampai 10 euro.

Ironisnya, sejak tahun 1996 tunjangan sosial khusus buat gelandangan oleh pemerintah di turunkan sampai 200 Euro per bulan, lantaran mereka ini dianggap tak lagi membayar sewa rumah dan biaya air,  listrik dan gas per bulannya.

Dan hanya dengan uang tunjangan sosial sejumlah 400 euro per bulan itu, dianggap tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup selama sebulan sebagai gelandangan yang menggelandang di pusat kota-kota besar. Dengan cara hidupnya menjadi pecandu alkolol, heroin dan sejenisnya, tentunya buat membeli kebutuhan makan sehari-harinya telah menghabisi biaya sekitar 50 euro perharinya.

***

Peningkatan kaum miskin di perkotaan tak hanya menjerat nasib golongan dewasa atau orang tua, tapi juga banyak mengorbankan golongan remaja berusia antara 14 - 25 tahun.

Tak pernah pula ada kejelasan tentang jumlah total gelandangan berkategori golongan remaja ini. Pernah di beritakan di surat kabar bahwa ada 8000 remaja yang tidak tertampung di tempat-tempat penampungan penginapan.

Belum lagi kalau kita menghitung total jumlah golongan remaja ini yang mendapat penampungan tetap maupun yang hanya mendapat penginapan per malam di berbagai tempat penampungan.

Dan pada akhirnya golongan remaja yang menggelandang di 4 kota besar ini terbawa arus dalam kehidupan non-formal atau "Onder wereld", yang dikuasai oleh jaringan sindikat kejahatan kriminal dan perampokan atau jaringan sindikat penjualan heroin atau sabu-sabu.

Sehingga peningkatan kejahatan kriminal dan pembunuhan semakin merambah kehidupan di masyarakat perkotaan maupun di pedesaan. Misalnya kasus korban pencopetan atau pemerasan dengan ancaman pistol atau senjata tajam mengakibatkan luka berat atau meninggal dunia. Juga kasus korban penjarahan di rumah-rumah tinggal, kantor-kantor bank dan pertokoan sampai tahun 2009 menunjukan peningkatan jumlah korban kematian.

***
Banyak macam cara yang dilakukan oleh pemerintahan Belanda untuk menanggulangi soal krisis hidup rakyatnya yang dibawah garis kemiskinan. Terutama kebijakan penanggulangannya di prioritaskan pada golongan remaja berkategori usia 14 sampai 25 tahun yang sudah terbiasa hidup sebagai gelandangan dengan profesi kerjanya sebagai kriminal dan merampok.

Dengan biaya uang negara sejumlah 170 juta euro, pihak Pemerintah lokal bekerjasama dengan berbagai Lembaga Sosial terkait supaya melakukan penanganan pendampingan secara individual. Dan tahun 2013 persoalan gelandangan golongan remaja harus dikembalikan sampai ke titik nul. Lalu apakah ambisi harapan pihak pemerintah Belanda yang bekerjasama dengan pemerintah lokal dan lembaga-lembaga sosial bisa direalisasi sampai target waktu 2013?

Biasanya anak-anak remaja yang telah tertangani sampai mendapat tempat tinggal sendiri, lengkap dengan penyediaan kebutuhan hidup minimal dan mendpat tunjangan sosial.

Akan tetapi mereka ini harus pula dihadapi beban persoalan hutang-hutang dari masa lalunya, yang jumlah hutangnya tidak sedikit nilai uangnya, misalnya denda-denda vonis delik kejahatan yang pernah dilakukan ketika masih jadi gelandangan. Biasanya tagihannya langsung sudah memenuhi kotak pos alamat rumah tinggalnya.
 
Juga pada kenyataan sehari-hari persoalan anak-anak remaja yang menjadi anak jalanan ini pada awalnya terutama disebabkan adanya penyakit trauma berat dan menjadi agresip lantaran kasus kekerasan dalam rumah tangganya. Dan golongan anak-anak jalanan ini, tanpa diketahui oleh orang tuanya telah menjadi pecandu alkohol, heroin dan sejenisnya maupun terlibat kegiatan akltivitas kejahatan kriminal, misalnya menggarong tempat-tempat pom bensin yang tersebar di seluruh Belanda.

Sampai pada akhirnya, bila anak-anak jalanan yang termotivasi untuk menjadi orang baik tapi sebenarnya telah terbiasa dengan cara hidup menggelandang sampai menjadi kriminal atau penjahat lainnya. Maka setelah melalui proses waktu tertentu, banyak anak-anak remaja yang sudah membaik itu kembali ke alam dunia gelandangan yang menggelandang.

Dan orang tuanya pun tak mampu lagi mengontrol kehidupan anak-anaknya karena menganggap sudah mandiri dan tinggal di luar rumah. Banyak orang tuanya kemudian menyibukan diri hanya dengan bekerja dan mencari uang demi memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membeli mobil, rumah dan minimal 2 kali pertahun berlibur keluar negeri.

Dan banyak pula orang tua yang akhirnya semakin stres berat karena mendapat tekanan psykhis dan phisiknya karena situasi dalam pekerjaannya. Kemudian terjerumus pada persoalan pecandu alkohol dan perceraian. Disisi lain para orang tua tersebut secara sadar pula mengakumulasi hutang-hutangnya melalui bank karena kebutuhan "kemewahan" nya itu berasal dari pinjaman uang kredit.

Sementara itu anak-anaknya yang sudah merasa mandiri dan nyaman di kehidupan ekonominya dari pendapatan menggarong dan melakukan tindakan kriminal lainnya, maka akhirnya mereka kembali menjadi pecandu alkohol, heroin dan sejenisnya. Dan bekas anak-anak jalanan ini kemudian meninggalkan tempat tinggalnya sendiri untuk merealisasi kehidupan bebasnya yang berpindah-pindah tempat tinggalnya. Tentunya maksudnya supaya identitas mereka-mereka ini tidak dilacak oleh pihak kepolisian.

Tentunya cara hidup yang telah dibangunnya sebagai penjahat kriminal maupun perampokan tak bisa berlangsung lama lantaran cara hidupnya yang tidak teratur dan tidak aman buat menyelamatkan dirinya, pada akhirnya terlacak juga oleh badan keamanan negara.

Dengan cara kehidupannya yang keluar-masuk penjara, makan yang tidak teratur dan juga dengan kondisi candu alkohol, heroin dan sejenisnya yang semakin parah. Maka biaya uang negara yang berjumlah 170 juta euro itu digunakan buat proses penyembuhan dan pemulihan golongan remaja untuk supaya bisa hidup normal dan kembali ke dalam masyarakat umum, dihadapi pada  proses vicius circle bagaikan menyemai bibit-bibit unggul moral kejahatan di taman labirin.

Nyatanya sampai awal tahun 2010 jumlah kejahatan kriminal dan perampokan di Belanda semakin meningkat dengan jumlah korban kejahatan terhitung sejak tahun 2003 adalah 3 orang per 100.000 penduduk menjadi 10 orang per 100.000 penduduk.

Kemiskinan dianggap menjadi persoalan struktural, ini terbukti adanya kegagalan sistim kapitalisme dengan mengandalkan pada kebijakan politik-ekonomi neo liberalisme di Europa Barat. Belanda merupakan contoh yang dikenal sebagai negara kecil, berpenduduk padat dengan jumlah pengangguran relatip lebih rendah bila dibanding dengan Jerman dan Perancis.

MiRa - Amsterdam, 10 Januari 2010



Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65click: http://www.progind.net/  
http://sastrapembebasan.wordpress.com/

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

1 comment:

  1. Halo semua,

    Saya seorang pemberi pinjaman pribadi, saya menawarkan pinjaman sebesar 2% ini adalah perusahaan yang sah dengan kehormatan dan perbedaan kami siap membantu Anda dalam masalah keuangan yang Anda kami menawarkan semua jenis pinjaman jadi jika Anda tertarik pada tawaran pinjaman ini silakan hubungi kami di email kami: rllender@hotmail.com

    Juga menyediakan rincian tindak sehingga kita dapat melanjutkan dengan pinjaman segera.

    nama:
    Jumlah yang dibutuhkan:
    durasi:
    negara:
    Tujuan pinjaman:
    Gaji perbulan:
    Nomor telepon:

    Hubungi kami dengan rincian di atas pada email kami: rllender@hotmail.com

    Salam untuk semua.

    ReplyDelete