Radar Bojonegoro -JAWA POS Grup Agus Sunarno, 13 Tahun Sendirian Urusi Museum
[ Senin, 19 Juli 2010 ]
Sering Kewalahan Kalau Tamu Berjumlah Banyak
Bagi sebagian besar orang, bekerja sendirian selama lebih dari 10 tahun, tentu sangat membosankan. Namun tidak bagi Agus Sunarno. Dia menjalani pekerjaan mengurusi Museum Rajekwesi, Bojonegoro, dengan penuh kesabaran.
TONNY ADE IRAWAN, Bojonegoro
---
SEORANG pria berdiri di teras sebuah bangunan yang terletak di sebelah barat kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Bojonegoro, di Jalan Pattimura. Pria itu hanya diam, sambil melihat beberapa orang yang lalu lalang di depannya. Sebab, secara kebetulan di depan tempat pria tersebut berdiri, digunakan sebagai tempat parkir bagi karyawan dan tamu di Disdik Bojonegoro.
Kegiatan itu dilakukan oleh Agus Sunarno, demikian nama pria tersebut, usai melakukan tugasnya membersihkan dan mengurus artefak Museum Rajekwesi. "Sejak tahun 1997 ya begini ini, sendirian mengurusi museum," ungkap Agus.
Sehari-hari, Agus memang bekerja sebagai petugas jaga Museum Rajekwesi. Meski lokasi museum di kompleks disdik, Agus bukan pegawai disdik. Agus adalah karyawan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto yang ditempatkan di Bojonegoro.
Kepada Radar Bojonegoro, Agus mengungkapkan keluh kesahnya mengurusi artefak-artefak museum. Dia mengaku sering kerepotan dan mendapat teguran dari berbagai kalangan yang datang ke museum, karena mendapati gedungnya tutup. Hal itu terpaksa dilakukan karena Agus bertugas sendirian. "Kalau sedang keluar karena ada keperluan, kan otomatis tutup. Apalagi kalau sakit, ya tutup, karena saya sendirian," ujarnya..
Semestinya, petugas jaga museum ada tiga orang. Sehingga, dia bisa bergantian dengan yang lain. Apalagi, tugas Agus selama ini ganda. Selain bertugas melayani tamu yang datang, Agus juga harus membersihkan gedung museum. "Termasuk juga merawat berbagai benda yang tersimpan di museum. Itu semua tugas saya, bukan hanya menerima tamu, tapi semuanya," paparnya.
Dia kemudian menceritakan pengalaman selama liburan sekolah yang baru saja berlalu. Selama musim liburan dua pekan lalu, museum diramaikan dengan kunjungan tamu, terutama pelajar di Bojonegoro. "Siswa biasanya datang bersama guru untuk memantau dan membuat laporan berbagai benda yang ada di museum," jelasnya. Total selama dua minggu itu ada sekitar 400 pelajar SMA yang berkunjung. Karena itu, Agus mengaku sempat kewalahan. Karena selain menjelaskan, masih harus melayani pengunjung.
Tugas ini cukup berat. Karena, di museum tersimpan 115 item artefak. Mulai benda-benda prasejarah berupa fosil binatang purba, hingga benda zaman sejarah seperti yoni dan benda-benda etnografi. Selain itu, museum juga diisi dengan benda-benda etnografi yang dimanfaatkan masyarakat dengan usia 50 tahun, tetapi tidak ada kaitannya dengan sejarah. "Ya seperti dokar yang ada di depan (museum) itu. Kan tidak ada hubungannya dengan sejarah," jelasnya. Ini berbeda dengan dokar di Keraton Solo, Jateng, yang sudah berusia ratusan tahun dan dikeramatkan oleh masyarakat. (*/fiq)
Bagi sebagian besar orang, bekerja sendirian selama lebih dari 10 tahun, tentu sangat membosankan. Namun tidak bagi Agus Sunarno. Dia menjalani pekerjaan mengurusi Museum Rajekwesi, Bojonegoro, dengan penuh kesabaran.
TONNY ADE IRAWAN, Bojonegoro
---
SEORANG pria berdiri di teras sebuah bangunan yang terletak di sebelah barat kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Bojonegoro, di Jalan Pattimura. Pria itu hanya diam, sambil melihat beberapa orang yang lalu lalang di depannya. Sebab, secara kebetulan di depan tempat pria tersebut berdiri, digunakan sebagai tempat parkir bagi karyawan dan tamu di Disdik Bojonegoro.
Kegiatan itu dilakukan oleh Agus Sunarno, demikian nama pria tersebut, usai melakukan tugasnya membersihkan dan mengurus artefak Museum Rajekwesi. "Sejak tahun 1997 ya begini ini, sendirian mengurusi museum," ungkap Agus.
Sehari-hari, Agus memang bekerja sebagai petugas jaga Museum Rajekwesi. Meski lokasi museum di kompleks disdik, Agus bukan pegawai disdik. Agus adalah karyawan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Mojokerto yang ditempatkan di Bojonegoro.
Kepada Radar Bojonegoro, Agus mengungkapkan keluh kesahnya mengurusi artefak-artefak museum. Dia mengaku sering kerepotan dan mendapat teguran dari berbagai kalangan yang datang ke museum, karena mendapati gedungnya tutup. Hal itu terpaksa dilakukan karena Agus bertugas sendirian. "Kalau sedang keluar karena ada keperluan, kan otomatis tutup. Apalagi kalau sakit, ya tutup, karena saya sendirian," ujarnya..
Semestinya, petugas jaga museum ada tiga orang. Sehingga, dia bisa bergantian dengan yang lain. Apalagi, tugas Agus selama ini ganda. Selain bertugas melayani tamu yang datang, Agus juga harus membersihkan gedung museum. "Termasuk juga merawat berbagai benda yang tersimpan di museum. Itu semua tugas saya, bukan hanya menerima tamu, tapi semuanya," paparnya.
Dia kemudian menceritakan pengalaman selama liburan sekolah yang baru saja berlalu. Selama musim liburan dua pekan lalu, museum diramaikan dengan kunjungan tamu, terutama pelajar di Bojonegoro. "Siswa biasanya datang bersama guru untuk memantau dan membuat laporan berbagai benda yang ada di museum," jelasnya. Total selama dua minggu itu ada sekitar 400 pelajar SMA yang berkunjung. Karena itu, Agus mengaku sempat kewalahan. Karena selain menjelaskan, masih harus melayani pengunjung.
Tugas ini cukup berat. Karena, di museum tersimpan 115 item artefak. Mulai benda-benda prasejarah berupa fosil binatang purba, hingga benda zaman sejarah seperti yoni dan benda-benda etnografi. Selain itu, museum juga diisi dengan benda-benda etnografi yang dimanfaatkan masyarakat dengan usia 50 tahun, tetapi tidak ada kaitannya dengan sejarah. "Ya seperti dokar yang ada di depan (museum) itu. Kan tidak ada hubungannya dengan sejarah," jelasnya. Ini berbeda dengan dokar di Keraton Solo, Jateng, yang sudah berusia ratusan tahun dan dikeramatkan oleh masyarakat. (*/fiq)
- Serangan Wereng Mengganas
- Pendukung Kades Moropelang Ngluruk Pemkab
- Struktur Baru, Butuh Ruang Baru
- Penyaluran Raskin Dipercepat
- Kasek Bantah Pendidikan ala Militer
- Ratusan Duta Seni Berlomba
- Gembbbel Ngotot Tolak Perluasan Tambang SG
- Warga Ancam Buat Pasar Tandingan
- Mahasiswa Larikan Motor
- SMKN 3 Pecat Tiga Guru
- KPRI Maju Mantup Lamongan Raih Penghargaan Koperasi Berprestasi Nasional 2010
- Minta Hasil Tes Pengawas SD Dibatalkan
- Setyo Budi Mengaku Sehat
- Ketua Hanura-Abu Nafi
- Pencairan Tunjangan Guru Molor
- Fraksi Pendukung Eksekutif Terima Motdin
- Faham Tetap Menang
- Razia, 34 Pelajar Terjaring
- Isu Buta Aksara dan Putus Sekolah Dominan
- Dua Penadah Divonis Empat Bulan
- Rapat Pansus-Satker Memanas
- Lumpur Kerukan di Lahan Perhutani
- Rumah Kabag Humas Dibobol Maling
- Polres Razia Daerah Perbatasan
- Rampok Bermotor di Sore Hari
- Cokok Tukang Becak Nyambi Togel
- Juni-Juli Belum Gajian
- Lusa Evaluasi Kinerja KPUK
- Banggar Batasi Penambahan Anggaran
- Sinyal ke Pelatih Lokal
- Satu Lagi Pemain Asing Mengadu Nasib
- Matangkan Pembentukan Tim KU
- Berharap Panahan Dulang Emas
- Kapok Ikuti Pospenas
- Jadwalkan Teken Kontrak Pelatih Minggu Ini
HALAMAN KEMARIN
- Tingkatkan Pendidikan Aswaja bagi Generasi Muda
Hari Ini Penentuan Hasil Pilkada Lamongan Enam Pasangan Mesum Digerebek - Peluang Ari Masuk Kejurnas, Terbuka
Bhayangkara FC ke Semifinal PT LI Tegur Persela - Perombakan Alat Kelengkapan Dewan Disahkan
- MOS dengan Membuat Jalan Setapak
- Desak BPN Ambil Langkah Khusus
- Nenek Tewas Ditabrak KA
__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
MARKETPLACE
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment