Sunday, July 4, 2010

[ac-i] Legenda Joko Samudro

 

 Radar Jember-JAWAPOS Group
[ Minggu, 04 Juli 2010 ]

Legenda Joko Samudera dan Indahnya Watu Ulo
JEMBER - Bagi warga Jember dan sekitarnya, Watu Ulo sudah dikenal sejak zaman dahulu. Tidak hanya sekadar menjadi tempat jujugan dalam berwisata, Watu Ulo juga menjadi tempat mencari nafkah bagi masyarakat pinggir pantai.

Sayang, hingga kini, Watu Ulo tak mengalami perubahan. Seolah keindahan alamnya dibiarkan begitu saja, dan terabaikan.

Watu Ulo adalah sebuah pantai yang terletak di Kecamatan Ambulu, Jember. Pantai ini merupakan gugusan Samudera Indonesia, atau biasa di sebut pantai selatan. Letaknya di sebelah selatan Kabupaten Jember, sekitar 45 menit dari pusat kota.

Bisa dikunjungi dari dua jalur. Yakni, dari jalur pusat kota menuju ke Kecamatan Jenggawah, dan berlanjut ke Kecamatan Ambulu. Sedangkan jalur kedua bisa menggunakan jalan dari pertigaan Rambipuji menuju ke Kecamatan Balung, kemudian berlanjut ke Kecamatan Ambulu. Bisa dinaiki oleh kendaraan apa saja karena jalan menuju ke sana sangat lapang dan mulus.

Watu Ulo merupakan nama dalam bahasa Jawa yang berarti batu ular. Syahdan, di tempat itu dulu tinggal pasangan suami istri yang bernama Aki dan Nini Sambi. Kedua pasangan suami istri ini memiliki seorang anak bernama Joko Samudera. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, pasangan suami istri yang harmonis ini mencari kayu bakar di bukit-bukit sekitar pantai.

Sedangkan, anak mereka, Joko Samudera mencari ikan di laut.

Suatu ketika, Aki dan Nini Sambi yang sedang mencari kayu bakar di hutan, dikejutkan oleh suara tangis bayi. Mereka mencari sumber suara tersebut dan menemukan seorang bayi lelaki yang montok dan tampan. Melihatnya, Nini Sambi langsung jatuh hati.

Dia memohon pada sang suami, agar si anak bisa mereka rawat. Melihat sang istri begitu ingin mengasuh bayi tersebut, Aki Sambi mengijinkan. Dan mereka memberi nama bayi tersebut Marsudo.

Waktu berjalan membuat kedua bocah lelaki ini tumbuh dewasa. Mereka selalu bergantian mencari ikan di laut untuk kebutuhan hidup keluarga. Di suatu hari yang cerah, Marsudo yang sedang memancing, tersentak karena pancingnya bergoyang.

Diangkatnya, pancing itu dan betapa terkejutnya dia ketika melihat seekor ikan yang besar nyangkut di mata pancingnya. Lebih terkejut lagi, ikan itu bisa bicara. Dia ingin Marsudo melepaskan dirinya dan sebagai ganti Marsudo akan dikabulkan setiap keinginannya.

Kasihan dan merasa tidak tega, Marsudo melepaskan ikan yang bernama Raja Mina itu. Dengan penuh ucapan rasa terima kasih, Raja Mina langsung berenang dengan bebas. Perbuatan Marsudo yang melepaskan ikan sangat besar, ternyata membuat Aki Sambi marah. Hingga dia membuat nasi yang akan dimakannya. Nantinya, nasi tersebut akan berubah menjadi pasir putih di Pantai Pasir Putih Jember.

Sementara itu, untuk menghilangkan kejengkelan sang ayah, Joko Samudera memancing ikan di laut menggantikan adiknya. Namun malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Bukannya mendapat ikan, dia malah mendapat seekor ular besar. Ular ini mengamuk karena kait pancing Joko Samudera melukai tubuhnya.

Tak mau menyerah, Joko Samudera melakukan perlawanan. Duel sengit tak dapat dihindarkan. Melihat sang kakak pontang-panting melawan ular raksasa, Marsudo memanggil Raja Mina.

Dia meminta janji Raja Mina ditepati. Yakni, semua keinginanya dikabulkan. Dia ingin kakaknya menang melawan sang ular raksasa. Mendengar permintaan Marsudo, Raja Mino memberinya sebatang cemeti.

"Pukul dua kali, maka tubuhnya akan terbelah jadi tiga. Pisahkan ketiga bagian tubuhnya ke tiga tempat, hingga dia tidak bisa bersatu. Kalau bersatu dia akan hidup kembali. Begitu kata Raja Mino pada Marsudo," terang Kalsum, seorang penduduk Watu Ulo yang sudah sejak tahun 1989 bermukim di kawasan itu.

Begitulah legenda yang membuat pantai tersebut bernama Watu Ulo. Di pinggir pantai, memang ada gugusan batu, yang jika diamati mirip dengan anatomi tubuh seekor ular. Panjang dan berlekuk-lekuk serta model batuannya, seperti sisik. Bahkan, masih menurut Kalsum, pernah ada seseorang yang mencungkil batu itu. Tapi, akhirnya dikembalikan, karena batu itu mengeluarkan darah.

Terlepas dari legenda dan mitos tentang Watu Ulo, pantai ini sesungguhnya potensi alam yang layak untuk dikelola dengan baik. Sayang, sampai saat ini pantai tersebut seperti dibiarkan tumbuh dengan sendirinya.

"Dari tahun 1989 sampai sekarang, tidak berubah," sambungnya. Kondisi ini jelas sangat memprihatinkan. Padahal, jika dikelola dengan baik, Watu Ulo akan semakin menarik perhatian masyarakat. Tidak hanya masyarakat Jember sekitarnya, tapi luar kabupaten.

Begitu banyak hal tersiakan di kawasan pantai ini. Pohon-pohon waru yang dibiarkan tumbuh asal-asalan, hingga daunnya banyak mengotori kawasan pantai. Ada juga kawasan pantai yang dibiarkan kosong. Tidak ada tanaman yang bisa menjadi tempat berlindung sehingga suasana panas menyengat. Arena bermain untuk anak, sempat didirikan. Namun, dibiarkan termakan usia dan cuaca. Yang tertinggal hanya besi-besi berkarat bekas ayunan anak-anak.

"Kami warga setempat, sangat berharap Watu Ulo bisa dikelola dengan baik. Sebenarnya kan satu pantai dengan Papuma. Hanya beda yang mengelola makanya Watu Ulo jadi begini," katanya. Sebagai warga yang tinggal di Watu Ulo, wajar jika Kalsum berharap ada penanganan yang baik. Sebab, Watu Ulo sangat berprospek sebagai tempat wisata yang menjanjikan penambahan penghasilan baginya dan warga sekitar.

Tidak hanya itu, dengan pengelolaan yang maksimal sebagai objek wisata, Watu Ulo tidak akan dijadikan tempat remaja melakukan hal-hal negatif. Salah satunya mabuk-mabukan dan melakukan seks bebas. Dia mengatakan jika malam minggu banyak anak muda yang mabuk-mabukan dan melakukan perbuatan mesum di kawasan pantai.. Hal ini sangat meresahkan warga sekitar. Apalagi, ada banyak anak kecil yang tinggal di kawasan tersebut. "Kalau ada yang menjaga, nggak bakalan ada yang berani berbuat seperti itu," pungkasnya. (lie)

 

__._,_.___
Recent Activity:
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.


Get real-time World Cup coverage on the Yahoo! Toolbar. Download now to win a signed team jersey!

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment