Monday, October 19, 2009

[ac-i] Kapitalisme Media dan Masa Depan Internet

 



Kapitalisme Media dan Masa Depan Internet
Oleh: Rachmah Ida

*GELIAT* Tiongkok dalam kancah internasional mulai semakin serius dan
terarah. Paling tidak, lewat forum World Media Summit, 9-12 Oktober
lalu, sang Naga mengirim pesan kuat mengenai intensinya untuk memperluas
dan memperdalam penetrasi kehadiran medianya dalam persaingan global.

Pada kesempatan yang dihadiri /top executive/ dari 170 media dunia itu,
Presiden Hu Jintao memaparkan visi ke depan media Tiongkok yang akan
''jujur, terbuka, komprehensif, dan objektif''.

Hal itu tidak bisa dilepaskan dari kenyataan parahnya cara penanganan
/public relations/ masalah dalam negeri Tiongkok beberapa tahun
terakhir. Dengan dukungan kekuatan keuangan yang tangguh, Tiongkok siap
membelanjakan USD 7,17 miliar untuk ekspansi multi medianya.

Tetapi, dalam forum itu, justru pemilik /News Corp/ Rupert Murdoch yang
menjadi pusat perhatian ketika menyatakan perang terhadap penyedia jasa
/website/ yang dia anggap mencuri /content/ dari berbagai media di bawah
kelompok /News Corp/.

/Search/ /engine/ penyedia informasi gratis semacam Google dan Yahoo,
yang disebutnya sebagai ''/vampires/'' dan ''/tapeworms'', /dia nilai
telah melakukan plagiarisme dan diharuskan untuk membayar kepada
perusahaan-perusahaan media /News Corp/ yang menyediakan/memasok /news/
/content/.

Murdoch menekankan bahwa penyedia informasi gratis yang dilabeli sebagai
/content kleptomaniacs/ itu sebentar lagi tak boleh dengan seenaknya
mengambil informasi yang ada di /News Corp/. Pertanyaan yang mengedepan
adalah apakah konsekuensi yang muncul dengan gagasan Murdoch itu? Dan,
bagaimanakah masa depan internet dengan /free flow of information/?

Sebagai kapitalis murni, Murdoch memegang teguh jargon /no/ /free/
/lunch/ sehingga setiap pengambilan /content/ informasi dari media yang
dia miliki harus dibayar oleh penggunanya. Bahkan, saat ini Murdoch
telah membentuk /global team/ di New York, London, dan Sydney untuk
mendesain sistem /paid content/ atau konten yang berbayar.

Ambisi itu sebenarnya diilhami oleh keberhasilan /The Wall Street
Journal /(/WSJ/) -diakuisisi Murdoch beberapa tahun lalu- yang saat ini
mengalami /booming/ pelanggan /online/. Dari situ Murdoch yakin bahwa
khalayak akan memahami dan tidak keberatan jika harus membayar setiap
informasi yang diakses dari media-media milik /News Corp/.

Bagi Murdoch, model bisnis /WSJ/ adalah contoh yang bisa dijadikan
/benchmark/ untuk menerapkan kebijakan /charging access/, yang
rencananya dimulai setahun lagi.

Namun, yang Murdoch lupa (atau terlalu antusias), /WSJ/ adalah media
finansial yang memang sangat dibutuhkan para pembacanya. Setiap
informasi dalam /WSJ/ sangat komprehensif dan berarti bagi investor
untuk mengikuti perkembangan terkini pasar finansial. Kebergantungan
kepada /WSJ/ sebelum mengambil keputusan finansial. Itulah yang membuat
para pengakses tidak pernah keberatan untuk membayar.

Tetapi, apakah mungkin khalayak media mau membayar informasi yang hanya
berisi gosip di kalangan selebriti Hollywood, seperti dalam koran /the
Sun/?

Global Team yang dikepalai Richard Freudenstein dalam paparan hasil
riset awal, yang mereka lakukan terhadap khalayak media di US, UK, dan
Australia, menegaskan bahwa /News Corp/ sangat yakin bahwa pengguna
media akan bersedia membayar jika medianya mampu membuat produk/konten
yang bagus dan /delivery system/ yang tepat.

Namun, CEO Fairfax/ /Digital Jack Matthews merasa tidak yakin bahwa
konsumen media akan mau membayar berita-berita umum. Dia juga tidak
yakin bahwa bisnis media akan mampu bertahan seandainya hanya
mengandalkan sirkulasi berita umum (/general news/) sebagai sumber
penghasilan utama dari khalayak pengakses.

Pendapatnya itu didukung oleh hasil riset yang dipublikasikan /Harris
Poll/ di Inggris bahwa hanya 5 persen responden menyatakan bersedia
membayar konten media jika /website/ lembaga pemberitaan favorit mereka
akan mengenakan biaya dari setiap akses berita yang dilakukan oleh
konsumennya.

/Poll/ Radio ABC Australia pada Rabu (15/10) juga menunjukkan hasil yang
tidak banyak berbeda bahwa 90 persen responden lebih memilih tidak
melakukan akses /online/ kalau harus membayar.

***

Terpaan badai krisis keuangan dunia memang membuat banyak perusahaan
terguncang. Bahkan, tidak sedikit di antara mereka yang mengalami
kebangkrutan. /News Corp/ juga mengalami kerugian dan penurunan
keuntungan hingga 47 persen atau USD 755 juta.

Pendapatan dari iklan media cetak dan televisi di bawah kendali /News
Corp/ juga berkurang cukup signifikan. Pendapatan iklan media /News
Corp/ di Inggris menurun hingga 21 persen tahun ini. Pendapatan
televisinya secara global merosot tajam dari USD 419 juta menjadi USD 4
juta. Alhasil dari menurunnya pendapatan kapitalis media itu , tahun
lalu 3.000 pekerja /News Corp/ harus dirumahkan.

Kondisi semacam itu sering menjadi katalis bagi para kapitalis untuk
mencari jalan pintas tercepat dalam memperbaiki keuangan perusahaannya.
Dalam konteks tersebut, beberapa pengamat juga menengarai adanya
keterkaitan antara kondisi perusahaan dan upaya mencari penghasilan yang
efektif.

Tetapi, terlepas dari kegeraman Murdoch terhadap mesin penyedia
informasi gratis, susah dibayangkan adanya negara yang bersedia membuat
UU atau peraturan yang mendukungnya. Pilihan yang paling mungkin adalah
menyerahkan kepada mekanisme kapitalis pasar bahwa kebutuhan khalayak
media yang akan menjadi penentu eksistensi sistem tersebut.

Hanya, yang perlu digarisbawahi adalah media internet berbeda dengan
media cetak. Arus informasi global dan /borderless /media /online/ tidak
lagi mungkin di bendung. Bahkan, banyak pengguna internet diuntungkan
dengan mesin pencari informasi gratis.

Jika pernyataan Murdoch mengenai era internet segera berakhir, ''/the
current days of the internet will soon be over''/ benar, arus informasi
akan dikuasai kapitalisme media dan tidak ada lagi informasi gratis bagi
khalayak media umum. Bersediakah masyarakat kita membeli informasi
ketika kebutuhan perut setiap hari masih lebih penting dipikirkan?

Kita hanya bisa sabar menunggu reaksi para pemilik dan CEO media massa
di dunia, akankah mereka segeram direktur ABC Australia yang secara
terbuka menyerang keinginan Murdoch tersebut, atau justru melompat ''ke
gerbong Murdoch'', mengingat potensi pendapatan dan keuntungan yang
cukup signifikan. (*)

* /*) Rachmah Ida/ * /, dosen Komunikasi UNAIR, saat ini Visiting
Research Fellow, the University of Western Australia/

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=95915

 



http://media-klaten.blogspot.com/

my facebook:

http://id-id.facebook.com/people/Wahyudi-Yudi/1484406851



Get your new Email address!
Grab the Email name you've always wanted before someone else does!

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Recent Activity
Visit Your Group
New web site?

Drive traffic now.

Get your business

on Yahoo! search.

Y! Messenger

PC-to-PC calls

Call your friends

worldwide - free!

Yahoo! Groups

Mental Health Zone

Schizophrenia groups

Find support

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment