Ayo Nonton & Dapatkan DOORPRIZE-nya Let's Watch & Get the DOORPRIZE | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(scroll down for English) WIMO FILM and VIDEO FESTIVAL Pemutaran film-film dan video-video karya Wimo Ambala Bayang Rabu Jumat, 28 30 Oktober 2009 Jam 19:30 21:00 WIB (On time) Ruang Pertunjukan Kedai Kebun Forum (KKF) Jl. Tirtodipuran No. 3 Yogyakarta 55143 FULL DOORPRIZE !!!! Side Event MOVIE BAZAAR 28 October 4 November 2009 Di ruang Pamer KKF Buka dari jam 11:00 21:00 WIB WIMO FILM and VIDEO FESTIVAL Screening of Wimo Ambala Bayang's films and movies Wednesday Friday, 28 30 October 2009 At 7:30 9:00 pm (On time, Please) Performance Space (2nd floor) of KKF Jl. Tirtodipuran No. 3 Yogyakarta FULL DOORPRIZE!!! Side Event: MOVIE BAZAAR 28 October 4 November 2009 At KKF Gallery At 11 am 9 pm | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Supported by: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
"Make Your Own Festival" Selama ini festival selalu dianggap sebagai sebuah peristiwa kesenian dengan dana besar. Sementara itu untuk mendapatkan dana besar bukanlah sebuah perkara mudah, tidak setiap orang mampu dan punya akses untuk mendapatkannya. KKF berupaya membuat sebuah festival yang dibuat berdasarkan konteks. Semboyan yang kita tawarkan adalah "buat festivalmu sendiri/ do it yourself festival". Kami memulai dengan sebuah festival film dari seorang seniman dari yogyakarta, sebuah festival kecil dengan tujuan besar, memprogandakan seniman lokal sebagai aset kota. Proyek festival ini nantinya akan berganti temanya, mulai dari film kemudian nanti akan berganti menjadi sandal, dan lain sebagainya. KKF ingin mengajak lembaga lain juga melakuakn hal yang sama, di lembaga mereka sendiri-sendiri. Diupayakan dalam waktu yang relatif tidak berjauhan, sehingga masing-masing festival itu kemudian dapat membentuk jaringan dan saling bersinergi. Dari kecil bertaut menjadi besar, itulah yang kami harapkan. Agung Kurniawan / Direktur Artistik Pengantar Kurator Brigitta Isabella Mungkin sebetulnya agak terlambat, ketika Kedai Kebun mengadakan acara Wimo Film and Video Festival sebagai salah satu manifes program do it yourself festival-nya. Pasalnya, Wimo sendiri sebetulnya aktif membuat karya-karya videonya pada tahun 2000-2007. Saat ini Wimo sedang asyik bermain-main kembali ke roots-nya yaitu fotografi. Ketika di tahun 2000-an ia menggunakan medium video pun, itu disebabkan karena situasi dan kondisi yang akan lebih efisien dan ekonomis bagi seorang mahasiswa yang tak kunjung jua lulus di ISI. Fotografi sebagai sebuah hobi maupun profesi memang membutuhkan dana yang lebih besar. Sementara dengan medium video, bermodal handycam dan satu buah kaset mini DV, ia bisa merealisasikan lebih banyak ide yang carut marut di kepalanya. Dengan dasar pendidikan fotografinya, Wimo membuat karya-karya video yang tidak jauh berbeda karakternya dengan karya-karya fotonya. Ciri khas karyanya selalu humoris, metaforik dan mengangkat hal-hal yang mikroskopik dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja dengan kamera video, Wimo banyak mengeksplor teknik editing dan berinteraksi dengan subjek-subjek yang ia rekam. Kedekatan Wimo dengan kamera video tidak bisa dilepaskan dengan sejarah perkembangan video sendiri di Indonesia. Menurut data sejarah, perkenalan bangsa Indonesia dengan video bermula pada tahun 1962 ketika stasiun televisi pertama TVRI didirikan bersamaan dengan proyek Asean Games IV. Namun, berbeda dengan kemunculan televisi di Eropa dan Amerika yang menyebabkan munculnya gerakan seni pop art, fluxus dan video art sebagai kritik terhadap dominasi media, selama berpuluh-puluh tahun TVRI tetap mendominasi dan menciptakan persepsi kekuasan tunggal pada era Orde Baru. Bahkan pada masa itu, video sempat dianggap sebagai sebuah ancaman bagi kestabilan nasional karena efeknya yang dianggap mampu merusak moral bangsa dan menimbulkan konsumerisme (lebih lanjut lihat penelitian Forum Lenteng dalam VIDEOBASE, 2009.) Barulah pada tahun 1999-2000, tak lama setelah keruntuhan Orde Baru, arus informasi global menderas disertai dengan perkembangan teknologi seperti internet, SMS dan video. Wimo menjadi salah satu seniman muda yang mulai menggunakan video sebagai alat berekspresinya seperti misalnya, Prilla Tania dan Ariani Darmawan di Bandung atau kawan-kawan ruangrupa di Jakarta. Dengan demikian meski di awal tulisan ini saya katakan agak terlambat untuk mengadakan Wimo Film and Video Festival, video-video yang diproduksi Wimo tentu masih sangat kontekstual untuk dibicarakan. Kebanyakan karyanya bersifat universal. "Overload", "A Night With Black Satin" dan "Stand Still" misalnya, merupakan video-video yang memberikan kesempatan penontonnya untuk menangkap kesan-kesan visual tertentu. Sementara pesan-pesan sosial yang digambarkan secara metaforik dapat kita lihat dalam video "Ksatria Penghalau Gelombang", "Sabar" atau "Forget it, Forget it not". Selain video, Wimo juga telah memproduksi tiga film pendek yang ketiganya memiliki karakter dan pendekatan yang berbeda. "Berlari untuk Entah" adalah film pertamanya yang menceritakan kisah fiksi seorang anak punk yang menemukan handphone milik seorang penyanyi dangdut. Uniknya, film ini dimainkan oleh anak punk beneran dan disyuting di lokasi dimana anak-anak punk jogja biasa nongkrong. Lain lagi kisah Ayis, sebuah dokumenter tentang anak berumur 13 tahun yang besar dan bermain di pasar Beringharjo. Berbeda dengan film dokumenter biasa, Ayis mendokumentasikan kehidupannya sendiri dengan kamera CCTV yang dipasang di kepalanya. Dalam dua film yang saya sebutkan di atas, tampaknya Wimo mencoba memunculkan wacana tentang realitas yang terekam dalam kamera. Keberagaman tema dan pendekatan Wimo dalam menggunakan kamera video untuk merekam dunianya amatlah menarik untuk kita simak bersama. Tapi, tentu saja jangan cepat percaya dengan tulisan saya, silahkan menonton dan menilai sendiri! J Tentang MOVIE BAZAAR Movie Bazaar adalah bazaar yang diperuntukkan bagi para penggiat, pembuat, dan pencinta film, baik film bikinan sendiri maupun bikinan orang lain. Bazaar ini bisa dpergunakan untuk ajang promosi dan berdagang produk-produk maupun jasa yang berkaitan dengan film. Misalnya: menjual VCD, menjual kemampuan mendisain cover CD, menjual kemampuan mengedit film, menjual kemampuan mencari figuran (talent), menjual diri sebagai actor/figuran, menjual kemampuan membuat soundtrack film, menjual kemampuan menjualkan film, menjual produk-produk promosi film-film lawasan, menjual produk fashion bertema film, dll. Acara jual menjual ini bisa dilakukan baik oleh individu maupun kelompok. Informasi lebih lamjut hubungi: Organizing Committee : MOOF Contact Person : Mario (0818 0267 6311) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
"Make Your Own Festival" Agung Kurniawan Artistic Director All this time, Festival is always considered as an art event that spends a lot of money. Meanwhile, to get big amount of fund is not such an easy problem. Not every person able and have the access to get it. KKF tries to make a festival which is made based on context. The slogan, that we are offered, is "make your own festival / do it yourself Festival". We started it with movie festival of an artist from Yogyakarta, a little festival with a big purpose, propagandizing local artist as the city asset. The theme of this Festival Project will change later on; it is starting with film, and the next about sandals, etc. KKF wants to invite other institutions to do the same thing, at their own institutions. Just try to hold the festival relatively in short period of time, so that those festivals are able to build link and synergize to each other, from small turns to big. That is what we expected for. Introduction by the Curator Brigitta Isabella Actually, maybe it is a bit too late, when Kedai Kebun holds Wimo Film and Video Festival as one of the manifestation of the program "do it yourself" Festival. Because Wimo himself is active in making his own video works since 2000 2007. And now, Wimo is back to his root; photography. When it was in 2000s, he used the video as his media because the situation and the condition at that time was more efficient and economical for a student, who were not even pass the college at ISI (Indonesia Institute of Arts, in Yogyakarta). Photography as a hobby or even profession, indeed need much bigger fund. Meanwhile, video only need handycam and one mini DV cassette, and then he able to realize a lot more ideas which is jumbled in his head. With his education on photography, Wimo made video works which were not too different with his photography works. His characteristics are always full of humor, metaphorical, and carry microscopic things in the daily life. Then by video camera, Wimo explored more on editing techniques and interacted with his subjects. The closeness of Wimo with video cannot be separated from the history of developing video in Indonesia itself. According to the history, the acquaintanceship between the Indonesian and video started in 1962, when the first TV station, TVRI, was established coincided with the Asean Games IV Project. But, different with the existence of television in Europe and America which caused pop arts, fluxes and video art existed as critics to media domination. For tens of years, TVRI dominated and created single autocracy during the New Order era. Even, at that time, video considered as a threat for national stability, because its effect considered able to deprave the nation morality and caused consumerism (for further information, please check Forum Lenteng research in VIDEOBASE, 2009). In 1999 2000, not long after the fall of New Order, the global information flow rapidly, along with technological development, such as internet, SMS, and video. Wimo becomes one of young artists who start using video as his media. The other examples artists are Prilla Tania, Ariani Darmawan in Bandung, or RuangRupa Jakarta. Thereby, even at the beginning of my introduction I wrote a bit too late to hold Wimo Film and Video Festival, Wimo's videos are still contextual to be discussed. Most of his works have universal characteristic. For example: "Overload", "A Night with Black Satin", and "Stand Still" are some videos which give the audiences opportunity to get certain visual impressions. Meanwhile, the social messages, which described metaphorically, can be seen in "Ksatria Penghalau Gelombang" (Wave Herder Knight), "Sabar" (Patient), or "Forget It, Forget It Not." Besides video, Wimo also has produced three short movies, which are the three of them had different approaching and characters. "Berlari untuk Entah" (Run for something unknown) is his first movie, which tells about fiction story of a punker who found a handphone belonging to Dangdut singer. The unique about this video is that it is played by real punker and the shooting is at the venue where punkers are hanging-out. Different with Ayis, it is a documenter movie about 13-years-old boy, who grew-up and played-around the Beringharjo market. The difference with regular documenter movie is that Ayis documented his own life with the CCTV camera fitted on his head. In those two movies, which I mentioned above, seem like Wimo is trying to reveal the expression about reality which is recorded in camera. The variety of themes and approaching by Wimo in his work is very interesting to discuss. But of course, don't easily trust my introduction, just watch and appraise it by yourself. J About "MOVIE BAZAAR" Movie Bazaar is a bazaar for those movie activators, movie makers, and movie lovers, whether it is made by themselves or by other people. This bazaar can be used as promotion site and for trading merchandises or services which is related with film. For example: selling VCDs, selling the skill of CDs cover design, selling the service of film editing, selling the service as talents provider, selling yourself as an actor/actress/ For further information on MOVIE BAZAAR, please contact: Organizer Committee : MOOF Contact person : Mario (0818 0267 6311) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
No comments:
Post a Comment