Wednesday, February 24, 2010

[ac-i] "Codex Code" Exhibition - KKF, Wednesday, 3 March 2010, at 19:30

 

 

Undangan | Invitation

 

 

 

(scroll down for English)

 

Pameran Buku "CODEX CODE"

 

Inisiatif dari FX Woto Wibowo a.k.a. "Wok the Rock"

Peserta: Aprilia Apsari, Ariela Kristantina, Bambang 'Toko' Witjaksono, Cahyo Basuki Yopi, DailyWhatNot, Dewi Aditia, Farah Wardani, Grace Samboh, Henry Foundation, Ican Harem, Irwan Ahmet, Jim Allen Abel, Malaikat, M. Akbar, Oom Leo, S.c.a.n.d.a.l., Uji Handoko, Wimo Ambala Bayang, Wiyoga Muhardanto, Wok the Rock.

 

Pembukaan

Rabu, 3 Maret 2010, jam 19:30 WIB

Di Ruang Pamer Kedai Kebun Forum (KKF)

Jl. Tirtodipuran No. 3 Yogyakarta 55143

 

Pameran

Berlangsung sampai dengan 27 Maret 2010

Buka setiap hari, jam 11:00 – 21:00 WIB

(Kecuali Selasa, KKF libur)

 

 

Book Exhibition "CODEX CODE"

 

Initiator is FX. Woto Wibowo a.k.a. "Wok the Rock"

Participants: Aprilia Apsari, Ariela Kristantina, Bambang 'Toko' Witjaksono, Cahyo Basuki Yopi, DailyWhatNot, Dewi Aditia, Farah Wardani, Grace Samboh, Henry Foundation, Ican Harem, Irwan Ahmet, Jim Allen Abel, Malaikat, M. Akbar, Oom Leo, S.c.a.n.d.a.l., Uji Handoko, Wimo Ambala Bayang, Wiyoga Muhardanto, Wok the Rock.

 

Opening

Wednesday, 3 March 2010, at 7:30 pm.

At Kedai Kebun Forum (KKF) Gallery

 

Exhibition

Will last until 27th March 2010

Open everyday, at 11:00 am. – 09:00 pm

(except on Tuesday, KKF is break-off)

 

 

Tentang Pameran

 

Bagi seorang individu, membuat sebuah buku dipahami secara umum sebagai kerja produksi yang istimewa dan eksklusif sehingga membutuhkan waktu yang panjang, kekuatan ekonomi dan dipengaruhi oleh strata sosial yang berbelit-belit. Manuskrip yang paling akrab dikenal dan ditulis oleh manusia sejak usia belia adalah buku diary. Karena sifatnya yang sangat pribadi dan sensitif, buku diary bisa dibilang jarang dipublikasikan. Namun, buku diary memiliki nilai historis yang tinggi di saat si empunya telah meninggalkan dunia fana.

 

Salah satu metode produksi buku yang melawan sekat-sekat strata sosial dan ekonomi adalah munculnya apa yang dikenal dengan istilah Zine. Zine yang pada awalnya dipelopori oleh komunitas penggemar film-film fiksi ilmiah di tahun 1960-an dan kemudian populer di kalangan punk di era 1970-an yang juga dipacu oleh budaya 'do-it-yourself'-nya telah dengan sukses menepis anggapan bahwa membuat buku itu sulit, harus sesuai dengan norma-norma sosial dan aturan baku jurnalistik dan hanya patut diproduksi oleh seorang figur publik. Di saat yang sama, gerakan seniman-seniman fluksus dan dadaisme mulai menggunakan buku sebagai medium berkesenian.

 

Teknologi informasi dan grafika yang kian maju pesat saat ini tentunya memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam memproduksi sebuah buku. Piranti lunak dan format data PDF yang dikembangkan oleh Adobe, weblog dan mesin cetak 'on-demand' beserta teknik penjilidan yang bisa dipesan dalam jumlah satuan telah memungkinkan siapapun untuk memproduksi sendiri sebuah buku dengan mudah dan murah.

 

Proyek pameran buku "Codex Code" yang digagas oleh FX Woto Wibowo ini mengundang beberapa perupa, desainer, penulis, peneliti, penggemar musik, kurator seni hingga blogger untuk membuat sebuah buku. Buku disini dipahami sebagai medium ekspresi seni seperti halnya video, puisi atau lukisan. Buku ini bisa berupa naskah/manuskrip yang hanya memiliki 1 edisi atau diproduksi dalam jumlah banyak.***

 

 

Introduction

 

For some people, writing a book usually is considered as special and exclusive work, so that it takes long time to work on, and need economical strength which is interfered by convoluted social status. The common manuscript, which is well-known by human being in general, is diary. Because of its personal and sensitive characteristics, diary is rarely to be published. But, diary has a very high historical value when the owner is pass-away.

 

One of books production methods, which are striving against the social and economical level boundaries, is the emergence of Zine. Zine was pioneered by the communities of science-fiction movie lovers in the 1960s, and then, it became popular among the punkers in 1970s. It was also encouraged by the 'do-it-yourself' culture, which was successfully dismissed the notion that 'making a book is difficult; it must be in accordance with the social norms and journalistic rules; and it only ought to be made by public figure. At the same time, the movement of the Fluxus artists is starting to use book as their media of art.

 

Information technology and graphic, which are increasingly thrive nowadays, certainly have a very strong influence in producing a book. Software and PDF format, which are developed by Adobe, weblog, 'on-demand' printing machine, and also the binding technique that can be ordered per unit, give easiness for everybody who wants to produce a book by themselves, easily and cheaply. 

 

This "Codex Code" book exhibition that initiated by FX. Woto Wibowo, invites some artists, designers, writers, researchers, music lovers, curators, and also bloggers to make a book. The book here is as the medium of expressing art, the same with videos, poems, or paintings. The book could be manuscript only in one copy or more. ***

 

 

Pameran ini didukung oleh | Supported by:

 

Kedai Kebun Restaurant | Jogja Media Net | Script Media | Xeroxed.yesnowave.com | S.C.A.N.D.A.L. | DailyWhatNot | X/Y/Z | MOOF Store

 

 
 
Kedai Kebun Forum (KKF)
Jl. Tirtodipuran No. 3 Yogyakarta
Java, Indonesia 55143
Phone/Fax +62 (0)274 376 114
 
 

__._,_.___
Recent Activity:
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment