Wah lengkap banget,kecuali nama-nama yang dianggap terlalu besar sehingga bagi mereka merasa kerdil jika memasukkan nama tersebut!!??
VDAD
--- In artculture-indonesi
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Inilah buku ke-6 dari 11 judul buku
> yang diterbitkan Dewan Kesenian Jawa Timur
>
>
>
> Judul:PESTA PENYAIR
>
> ANTOLOGI PUISI JAWA TIMUR
>
>
>
> Editor : Ribut Wijoto, S Yoga,
> Mashuri
> Pracetak: Abdul Malik
> Desain cover: Mufian Haris
> Layo out: Dheny Jatmiko
> Cetakan pertama; 2009
> ISBN: 978-979-18793-
> Tebal: vi + 288 halaman
>
>
>
> Penerbit:
> Dewan Kesenian Jawa Timur
> Jl. Wisata Menanggal
> Surabaya 60234
> Telp/ fax 031- 855 4304
> e-mail: dk_jatim@...
>
>
>
> Antologi puisi Pesta Penyair ini tak
> hendak digunakan sebagai acuan proyek raksasa, atau mengusung jargon
> politik sastra, juga tak hendak sebagai ikhtiar memasang
> tonggak-tonggak karya, antologi ini hanyalah ikhtiar megumpulkan
> karya yang berserak dan tercerai-berai, sambil berharap tumbuhnya
> gagasan baru tentang puisi, karya-karya brilian, juga ditemukannya
> gaya ucap perpuisian Jawa Timur dari waktu ke waktu.
> Gagasan ini
> seiring dengan ihwal yang diungkap Octavio Paz, bahwa Barat telah
> berada di akhir gagasan puisi, tapi kita harus menyongsong fajar baru
> perpuisian dunia. Dengan diterbitkannya antologi ini, diharapkan
> fajar baru perpuisian Jawa Timur merekah, sebagai fajar baru
> perpuisian dunia..
>
>
>
> Sekedar Pengantar
>
>
>
> Menulis puisi adalah laku banal dan
> subversive dalam kondisi dunia saat ini. Dunia yang kontradiktif,
> anomaly, jungkir-balik, tetapi selalu beralur pada sebuah pintu yang
> sama: upaya massalisasi nilai dan selera, juga pengabdian tanpa ampun
> pada pasar dan budaya massa. Meski demikian puisi tetaplah harus
> ditulis, sebagaimana yang telah ditulis oleh nenek moyang sejak
> beribu tahun lampau, karena laku menyimpang dari sebuah selera
> public, bahwa keawaman, bisa menerbitkan spectrum khas tentang
> kehidupan dan capaian-capaian otentik perihal estetik, karena
> nilai-nilai otentik dan kekhasan hablur dalam budaya massa dan
> hiperrealitas yang demikian panas.
>
>
>
> Kiranya bukan persoalan salah benar
> terkait dengan massalisasi nilai/selera/
> diacu dalm konteks ini, tetapi lebih merujuk pada lubuk yang kerap
> dihindari para pelaku budaya yang berpatok pada permukaan kehidupan
> semata. Padahal dalam lubuk itulah sebenarnya tersimpan hidup yang
> sesungguhnya. Hidup yang dihidupi oleh semangat yang bermain dalam
> dunia mungkin, hidup yang dihidupi oleh semangat untuk hidup dan
> mati, hidup yang tak jarang dihindari karena terlalu dalam dan di
> ceruknya menyimpan begitu banyak hal-ihwal.
>
>
>
> Namun alangkah menariknya, jika
> berpuisi bukanlah laku menghamba pada hidup. Berpuisi bisa bertaruh
> antara larut dengan gemuruh dunia, menghindarinya atau tarik ulur di
> baliknya. Jadi berpuisi adalah hidup itu sendiri. Sungguh, alangkah
> elok bila puisi dimaknai dalam kapasitas puisi itu sendiri, dengan
> logikanya sendiri. Alangkah cantiknya jika puisi dimaknai sebagai
> sebuah pesta, sebuah guyuran waktu murni (meminjam Octavio Paz),
> sehingga puisi tak lagi bernafsu merubah dunia tapi merayakan
> kemurnian kemanusiaan, yang dalam kurun waktu belakangan ini, semakin
> langka dijumpai, tercabik, termanipulasi dan tersedot oleh arus dunia
> yang selalu berkutat pada materi dan pamrih.
> Mungkin beberapa patah kata tadi
> terlalu raksasa, atau bahkan tak berujung apa-apa, tapi kemurnian
> memang selalu berpulang pada wilayah dada, wilayah yang tak bisa
> diukur dengan depa. Dengan segala kerendahan hati, antologi puisi
> Pesta Penyair ini tak hendak digunakan sebagai acuan proyek raksasa ,
> atau mengusung jargon politik sastra, juga tak hendak sebagai ikhtiar
> memasang tonggak-tonggak karya, antologi ini hanyalah ikhtiar
> megumpulkan karya yang berserak dan tercerai-berai, sambil berharap
> tumbuhnya gagasan baru tentang puisi, karya-karya brilian, juga
> ditemukannya gaya ucap perpuisian Jawa Timur dari waktu ke
> waktu.
> Gagasan ini seiring dengan ihwal yang diungkap Octavio Paz,
> bahwa Barat telah berada di akhir gagasan puisi, tapi kita harus
> menyongsong fajar baru perpuisian dunia. Dengan diterbitkannya
> antologi ini, diharapkan fajar baru perpuisian Jawa Timur merekah,
> sebagai fajar baru perpuisian dunia.
>
>
>
> Mashuri,
> Ketua Komite Sastra
> Dewan Kesenian Jawa Timur
> Hp 081 331333131
>
>
>
> Daftar nama penyair yang termuat dalam
> antologi puisi ini:
> 1.A Junianto
> 2.A Muutaqin
> 3.Abdul Mukhid
> 4.AF Tuasikal
> 5.Ahmad Faisal
> 6..Akhmad Fatoni
> 7.Akhudiat
> 8.Alek Subairi
> 9.Aming Aminoedhin
> 10.Anas Yusuf
> 11.Asâadi Muhammad
> 12.Bambang Kempling
> 13.Benazir Nafilah
> 14.Beni Setia
> 15.Deny Tri Aryanti
> 16.Dheny Jatmiko
> 17.Dian Nita Kurnia
> 18.D Zawai Imron
> 19.Dody Kristianto
> 20.Eny Rose
> 21.F Azis Manna
> 22.Fahrudin Nasrulloh
> 23.Herry Lamongan
> 24.Hidayat Raharja
> 25.Indra Tjahyadi
> 26Javed Paul Syatha
> 27.Joko Susilo
> 28.Kukuh Yudya Karnanta
> 29.Lukman Hakim AG
> 30.L Machali
> 31.M Faizi
> 32.M Fauzi
> 33.Mardi Luhung
> 34.Mashuri
> 35.MK Hamdani Halim
> 36.Muhammad Aris
> 37.Nanang Suryadi
> 38.Panji K Hadi
> 39.Pringgo HR
> 40.Roesdi Zaki
> 41.Rohmat Djoko Prakosa
> 42.Sirikit Syah
> 43.S Yoga
> 44.Sabrot D Malioboro
> 45.Saiful Hadjar
> 46.Samsudin Adlawi
> 47.Syaf Anton
> 48.Tengsoe Tjahyono
> 49.Timur Budi Raja
> 50.Tjahyono Widarmanto
> 51.Tjayono Widijanto
> 52.Umar Fauzi
> 53.W Haryanto
> 54.Wildansyah Bastomi
> 55.Yusri Fajar
>
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
No comments:
Post a Comment