----- Original Message -----From: ChanCTTo: GELORA_InSent: Thursday, May 27, 2010 4:00 PMSubject: Re: Asahan ==> Peluncuran buku: RENUNGAN SEORANG PATRIOT INDONESIA (2)----- 原始郵件-----寄件者: Djin Siauw傳送日期: 2010年5月27日 0:13主旨: RE: Re: Peluncuran buku: RENUNGAN SEORANG PATRIOT INDONESIA (2)
Bung Asahan yang terhormat
Salam perkenalan!
Entah mengapa, saya mendeteksi adanya sebuah dendam kusumat bung terhadap Siauw Giok Tjhan dan anak-anaknya. Tentu wajar saja. Salah satu konsekwensi keterlibatan seseorang dalam dunia politik adalah adanya permusuhan politik. Sayangnya, di dalam dunia modern ini, masih saja ada pertentangan politik yang berlangsung dengan permusuhan pribadi, yang tidak bung kenal, tapi mengikutsertakan emosi, sehingga perdebatan yang saya lihat terasa tidak sehat dan tidak rasional.
Surat pendek ini tidak ditulis untuk memaksa bung menghilangkan rasa kecewa atau dendam. Apapun alasannya, bung berhak merasa kecewa dan berhak mengendap rasa dendam kusumat terhadap kami.
Ada beberapa hal yang mungkin perlu dikemukakan sebagai respons terhadap tulisan bung yang cukup panjang lebar:
1. Kami, terutama saya, tidak menuntut Siauw Giok Tjhan dihargai sebagai seorang pahlawan. Itu bukan hak kami. Itu akan ditentukan oleh sejarah dan Rakyat yang bersangkutan di kemudian hari.
2. Saya menggunakan predikat "patriot" dalam judul buku karena memang kami, anak-anak-nya, besar melihat Siauw mencurahkan seluruh hidupnya untuk kepentingan Indonesia. Bilamana ada pilihan antara kepentingan keluarga dan pekerjaan, ia selalu memilih pekerjaan atau tugasnya. Kami besar dalam suasana itu. Akan tetapi kami tidak menuntut masyarakat menerima predikat itu. Acara bedah buku dilangsungkan untuk memperdebatkannya. Saya cukup gembira mendapati semua pembicara, yang tidak dapat dikatakan semuanya pendukung Siauw, menerima predikat itu.
3. Buku-buku yang diluncurkan hendak meluruskan sejarah dari perspektif riset. Lagi-lagi, masyarakat-lah yang akan menentukan apakah isinya sesuai dengan Kejadian sejarah yang sesungguhnya. Yang jelas hasil riset saya bertentangan dengan versi resmi pemerintah Orde Baru.
4. Dalam hal komunitas Tionghoa, Siauw Giok Tjhan dan Baperki tidak pernah menganggapnya sebagai "tamu" di Indonesia. Sejak tahun 1932, Siauw Giok Tjhan telah berkeyakinan bahwa Indonesia adalah tanah air komunitas Tionghoa dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tubuh Nasion Indonesia. Perjuangan panjang yang dilakukan justru ingin meng-eliminasi pandangan bahwa komunitas Tionghoa adalah "anak ngenger" di dalam wilayah RI.
5. Saya tidak setuju dikatakan bahwa perdebatan assimilasi dan integrasi bisa berkepanjangan. Menurut saya, masalahnya sudah selesai. Tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi! Dinegara-negara masyarakat modern sudah menolak assimilasi, apalagi yang dilaksanakan secara paksa dengan kebijakan pemerintah. Yang sekarang diterima secara wajar oleh banyak negara maju adalah pluralisme atau multikulturalisme, yang menurut saya, hakekatnya merupakan kelanjutan paham integrasi wajar dan untuk Indonesia merupakan esensi Bhinneka Tunggal Ika.
6. Sejarah pula-lah yang akan membuktikan dan menentukan apakah Siauw Giok Tjhan pernah mengkhianati kawan seperjuangannya dan apakah motivasi perjuangannya murni untuk komunitas Tionghoa dan Nasion Indonesia.
Salam Hangat
From: ChanCT [mailto:sadar@
netvigator. 轉寄: Re: Peluncuran buku: RENUNGAN SEORANG PATRIOT INDONESIA (2)com]
Sent: Wednesday, 26 May 2010 10:05 PM
To: Undisclosed-Recipient: ;
Subject:
----- Original Message -----
From: ASAHAN
To: AKSARA SASTRA
Sent: Wednesday, May 26, 2010 12:11 PM
Subject: Re: Bls: [t-net] Re: Peluncuran buku: RENUNGAN SEORANG PATRIOT INDONESIA (2)
Pertikaian antara penganut paham assimilasi (pembauran) dan paham integrasi di kalangan keturunan Tionghoa mungkin akan abadi. Dan itu tidak sukar dipahami karena dua pendekatan yang berbeda. Penganut paham pembauran lebih cenderung dengan pendekatan antropologis sedangkan penganut paham Integrasi lebih cenderung dengan pendekatan Ras atau genetika. Tapi memang harus dicatat bahwa pendekatan dari segi pembauran yang digalakkan di jaman suharto, tekanan utamanya adalah pembauran yang dipaksakan dengan tujuan agar semua keturunan Tionghoa yang dicap suharto sebagai komunis, simpatisan komunis, berkiblat ke RRT, harus menghilangkan identitas ras dan antropologi-nya menjadi Indonesia seratus persen yang dianggap suharto akan bisa dicuci otaknya agar tidak menjadi komunis dan menjadi Indonesia meskipun masih tetap bisa didiskriminasi bila perlu dan menguntungkan. Politik suharto dengan dua mata pisau-nya terhadap etnis Tionghoa ini sesungguhnya politik adu domba suharto terhadap etnis Ti
onghoa yang sering tidak tertangkap oleh etnis Tionghoa sendiri dan mereka anggap sebagai soal intern etnis mereka sendiri yang itu sangat menguntungkan politik adu domba suharto: pertikaian yang bisa abadi yang hanya diselingi waktu jedah panjang menaik dan menurun dalam segala rezim penguasa Indonesia yang reaksioner.
Politik yang diusung Siauw Giok Tjhan dengan Baperki-nya adalah politik paham integrasi dengan rakyat Indonesia atau politik yang memasang jarak tertentu, sambil juga mempertahankan sifat antropologis meskipun yang pokok adalah tetap saja sifat ras atau genetika ras Tionghoa sebagai yang utama yang tidak mungkin dibaurkan dengan rakyat Indonesia lainnya. Atau dengan kata lain, etnis Tionghoa yang hidup, lahir maupun tinggal di Indonesia yang telah berketurunan itu tetap saja harus menjaga status mereka sebagai "status tamu" dalam negeri Indonesia yang berhak mempertahankan semua budaya asal mereka sebagai bangsa pendatang. Mentalitas yang begini sama sekali tidak salah dan juga wajar dan memang tidak bisa lain karena juga menyangkut hak azasi manusia. Tapi yang mungkin akan salah adalah bila mentalitas demikian lalu berlebihan dan selalu menuntut hak istimewa sebagai bangsa pendatang, bangsa tamu dan eksklusiv. Umpamanya lalu menghidupkan rasa yang selalu didiskriminasi yang berlebi
ham, terlalu peka (super sensitiv) terhadap apa saja yang dirasakan dibedakan, dan ahir-ahirnya cenderung menjadi etnis yang selalu ingin dimanjakan, diistimewakan terutama ketika menemui nasib baik dan masib buruk. Ini segi kelemahan paham Integrasi yang bila tidak disedari dan diwaspadai akan selalu tumbuh subur dan juga acuut tapi juga laten. Dan bila terjadi segi yang negatif ini maka pertikaian ras atau rasialisme antara etnis Tionghoa dan etnis-etnis lainnya di Indonesia, akan selalu bisa meledak kapan saja, tanpa bisa diduga waktunya dan bisa terjadi dalam setiap rezim reaksioner yang manapun terutama yang sedang memberlakaukan demokrasi palsu atau HAM munafik. Tapi itu tidak berarti kalau paham pembauran atau assimilasilah yang akan memecahkan soal ini. Penterapan assimilasi sangat tidak mudah dilakukan dan memerlukan waku yang luar biasa panjangnya dan pula tidak selalu stabil karena perasaan etnis semula, setiap waktu bisa timbul kembali dan tidak setiap orang bisa melakuk
annya tanpa kesukaran dan hambatan psikolog!
is yang serius. Sifat kesukarelaan maupun paksaan dalam politik pemabauran etnis bisa tidak stabil dan bisa bermutasi setiap saat.
Siauw Giok Tjhan dan Baperki-nya ingin mempertahakan sifat integratif dari kaumnya dan tetap mempertahankan sifat etnis tamu di tengah-tengah rakyat atau etnis-etnis Indonesia lainnya. Orang bisa menilai dia sebagai patriot Indonesia cinta tanah air, cinta Indonesia, berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indoneia di masa silam dsb, tapi itu belum segala-galanya karena type yang demikian bukan hanya Siauw Giok Tjhan seorang diri dan masih banyak tokoh patriotik dari berbagai etnis Indonesia lainnya yang punya jasa dan pengabdian terhadap negeri dan bangsa Indonesia. Pengutamaan dan penonjolan asal etnis dalam menilai jasa-jasa seorang patriot bisa tergelincir justru ke jurang rasialisme, iri hati, kecemburuan etnis, yang bisa sangat mudah disalah gunakan kaum reaksioner dan penguasa reaksioner untuk kepentingan mereka dan nafsu rasialisme mereka. Di samping itu Siauw Giok Tjhan masih mempunyai tanda tanya yang semakin besar mengenai motivasi kedekatannya dengan Partai Komunis Indones
ia (PKI) yang motivasi itu berbau tidak sangat positif. Siauw Giok Tjhan justru dipromosi oleh keluarganya sendiri sebagai patriot besar justru di atas puing-puing kehancuran PKI yang dulu pernah didekatinya di mana dia dan kaumnya telah mendapat perlidungan terpercaya dan terkonsekuen. Penonjolan tokoh Siauw Giok Tjhan di saat yang demikian adalah juga sama dengan bunyi pepatah Indonesia"MENOHOK TEMAN SEIRING" atau menohok PKI, menohok kaum progressif lainnya yang dulu sangat menyokong dan bersimpati dengan Siauw Giok Tjhan dan Baperki-nya. Karena, teman seiring yang sejati dan saling setia selalu bersama bangkit dan bersama jatuh dalam situasi yang bagaimanpun. Dan kalau di masa datang bukti bukti bahwa Siauw Giok Tjhan memang benar-benar anti Komunis yang bersembunyi dan berlindung dalam kubu Komunis maka itu lebih serius dari sekedar pengkhianatan karena itu adalah penipuan. Tapi untuk sementara penipun itu masih belum tercantum seperti hitam di atas putih karena masih harus menu
nggu bukti yang lebih meyakinkan. Namun gej!
ala-gejala yang menuju ke arah bukti-bukti selanjutnya sudah semakin jelas terlihat dan terasa dan itu semakin diperkuat oleh tulisan-tulisan anaknya sendiri.
ASAHAN
----- Original Message -----
From: thiokengbouw
To: tionghoa-net@yahoogroups. com
Sent: Tuesday, May 25, 2010 11:48 PM
Subject: Re: Bls: [t-net] Re: Peluncuran buku: RENUNGAN SEORANG PATRIOT INDONESIA (2)
Pak Singo yg baik,
Perkenankan saya beri sedikit keterangan mengenai Tan
Swie Ling.
Tan Swie Ling adalah sahabat karib saya, mantan Sekjen PPI,
( Permusyawaratan Pemuda Indonesia ) Pusat 1964-1965.
Permusyawaratan Pemuda Indonesia adalah organisasi
massa pemuda yang dibentuk dan dibawah asuhan Siauw
Giok Tjhan sendiri. Sekjen PPI Pusat yang pertama adalah
Kwik Kian Gie (1955-1957).
Thio Keng Bouw
-------Original Message-------
From: singo menggolo
Date: 05/26/10 00:46:50
To: tionghoa-net@yahoogroups. com
Subject: Bls: [t-net] Re: Peluncuran buku: RENUNGAN SEORANG PATRIOT INDONESIA (2)
s.Sebenarnya pembicara yang paling berbobot adalah pak Tan Swie Ling,dia adalah anak buah langsung SGT dan anggauta Baperki.
Menurut Tan akar semua masalah Tionghoa adalah pasal 6 UUD 45,akibat pasal 6 inilah makanya SGT mendirikan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia[BAPERKI],dari namanya saja Baperki dibentuk awalnya hanya untuk menyelesaikan masalah kewarganegaraan [Tionghoa]di Indonesia karena statusnya menjadi tidak jelas akibat istilah Pribumi dalam pasal 6 UUD 45 tersebut,bahkan pernah dimanfaatkan oleh penjajah Belanda dalam upayanya kembali menjajah Indonesia tahun 1948.
Untuk mengadu domba Tionghoa dengan Pribumi di Jawa Timur ada sekelompok "laskar"yang diperlengkapi dengan seragam menggiring lelaki2 Tionghoa ke Luar Kota dan dibantai habis,begitu pula di Tangerang segerombolan"Laskar"menggirin g para lelaki Tioanghoa dibawa ke gudang beras untuk dibakar hidup2,tetapi sebelum hal tersebut terjadi tiba2 muncul tentara NICA menyelamatkan para orang Tionghoa tersebut,sehingga munculah isu bahwa laskar2 Pribumi berusaha membakar hidup2 orang Tionghoa, "beruntung" berhasil diselamatkan oleh tentara Belanda.
Rekayasa tersebut berhasil menimbulkan kecurigaan dan kebencian orang2 Tionghoa pada Pribumi,semua rekayasa tersebut diketahui oleh wartawan2 Tionghoa dan Wartawan Pribumi,oleh sebab itulah SGT dan kawan2 bertekad membentuk BAPERKI untuk menyelesaikan kewarganegaraan warga Tionghoa dan Timur Asing lainnya seperti India dan Arab.
Tan juga menceritakan penderitaan2 masyarakat Tionghoa akibat pasal 6 tersebut,seperti PP 10 dan tindakan2 rasialis lainnya seperti kewajiban membuat SKBRI dsb.
Sayangnya setelah 61 tahun dan jatuh kurban ratusan ribu warga Tionghoa akibat pasal 6 Tersebut,baru dengan UU no 12 2006 masalah kewarganegaraan Tionghoa tersebut diselesaikan meskipun masih perlu UU pelaksanaan lainnya segera diterbitkan.
nuwun sewu,
singo.
_____________________ _________ __
Dari: ulysee_me2 <ulysee_me2@yahoo.com.sg >
Kepada: tionghoa-net@yahoogroups. com
Terkirim: Sen, 24 Mei, 2010 10:16:42
Judul: [t-net] Re: Peluncuran buku: RENUNGAN SEORANG PATRIOT INDONESIA (2)
Sebetulnya pembicara pertama bukan Ratna Sarumpaet, melainkan Muslim Abdurrahman (MA) , lupa dari mana, tapi ada hubungannya sama Gus Dur deh. MA bilang sudah sering baca buku Siauw Giok Tjhan, (tu stip, tuis SIAUW nya udah diperbaiki) hanya saja lebih senang sekarang mendapat tulisan Siauw dengan bahasa yang lebih populer.
Lalu MA bilang sekarang tahu ada tiga istilah, TIONGHOA yang lebih menghormat, CINA yang katanya sedikit menghina, dan CINO yang dikeluarkan dengan gereget.
MA menyatakan bahwa masalah tionghoa merupakan proses segregasi yang sulit dihilangkan. (Gue belon cari tahu, segregasi itu apaan siiiiihhhh????) lalu MA membandingkan tionghoa indonesia dengan Tionghoa Thailand. Kalau di Thailand, kaum pribumi itu diannggap kaum bergengsi, jadi pendatang tertarik untuk berbaur. Sedangkan di Indonesia, kaum pribumi nya dianggap tidak bergengsi sehingga tionghoa di Indonesia tidak tertarik untuk berbaur. (Ada benarnya juga tuh. Salahnya Belanda donk ya, mensegmen-segmenkan penduduk kek begitu)
Itu sedikit yang ge simak dari pembicaraan MA,
Selanjutnya yang bicara itu Asvi Warman Adam (AWA) seorang sejarahwan dari LIPI. Yang membuat semua orang terbangun, karena AWA ni satu satunya yang menyiapkan diri dengan presentasi, dengan proyektor gede di depan. Dan langsung menggugah karena presentasinya diberi judul TIONGHOA KIRI hehehee.
AWA cerita, biasanya yang dianggap kiri kiri itu yang dianggap jahat, tidak baik, padahal sebetulnya urusan kiri-kanan itu berawal dari urusan tempat duduk di parlemen Perancis. Siapa yang duduk di kiri ketua parlemen dan siapa yang duduk di sebelah kanan ketua parlemen, berikut pengkut-pengikutnya. ( jadi kalau voting nggak pake tunjuk tunjukan jari, orangnya yang pindah tempat, gitu kali ya)
AWA membedah buku SGT , yang isinya menggambarkan bahwa masalah Tionghoa baru muncul di jaman Belanda. Sebelumnya seperti kita tahu bahwa saudagar2 Cina sudah lama datang dan bermukim, nggak ada masalah, sesudah datang belanda baru jadi masalah.
AWA juga menyoroti kejadian yang dipaarkan SGt dalam tulisannya, mengenai peristiwa razia Sukirman (kabinet SU_SU begitu SGT menyebutnya) yang melakukan Razia lalu menahan kurang lebih 2000 orang yang dianggap KIRI, ada hubungannya dengan perang Korea, dan menceritakan bahwa saat itu SU-Su perlu alasan untuk tangkap orang, sehingga dibuat kejadian sekelompok orang yang berkaus palu-arit menyerang markas polisi di Madiun. Kejadian ini yang kemudian menjadi alasan untuk Razia itu.
AWA juga menyoroti kejadian, dimana SGT lagi di penjara, sempat keluar penjara karena sakit, ke dokter mata dan dioperasi, berarti waktu itu bener bener sakit, nggak kayak sekarang, kita tahu mulai dariNunung sampai Anggodo, sakit tuh cuman jadi alasan doank.
AWA juga cerita, waktu menghadiri sebuah pertemuan di Singapura, disana dibahas masalah Chinese overseas di negara negara lain, jarang yang membahas masalah yang di Indonesia, hubungan Tionghoa dengan agamanya, seperti tionghoa dan Islam, Anton Medan dengan ekonomi spanduknya, atau hubungan Tionghoa dan Kristen, dimana keputusan gereja dalam hubungannya dengan Tionghoa itu sebetulnya tidak lepas dari kepentingan ekonomi.
Menarik, menyimak paparan AWA, walaupun bedah bukunya cuman seuprit dibanding penjelasan yang OOT, out of topic.
Berikutnya pembicara Ratna Sarumpaet (RS) yang mengawali dengan "pengen tanya sama AM, dan AWA, bener gak sih bahwa 8 dari 9 wali songo itu keturunan Cina?" yang langsung ditepukin sama seisi ruangan.
RS bilang melalui buku SGT jadi memahami betul bagaimana sulitnya menjadi minoritas. Dan bagaimana kekerasan mewarnai perjalanan sejarah kita. Lalu RS menceritakan pengamatannya di Maluku, karena mau bikin novel tentang kekerasan sosial di maluku, RS menyatakan bahwa kekerasan terhadap Tionghoa sewaktu-waktu bisa terulang kalau tidak di-solve dengan benar.
Ada disebut bahwa problem ini bisa diatasi dengan undang undang, sebetulnya UU kita sudah baik namun harus lebih memperhatikan gerak budaya di masyarakat. SGT memberikan contoh, bagaimana melakoni, menempatkan, berbicara sebagai orang Indonesia. Bukan sebagai bagian dari Indonesia, karena RS tidak setuju istilah bagian itu, melainkan sebagai orang Indonesia seutuhnya.
Lalu RS bilang sebelum dia melanjutkan, dia mau protes dulu soal Surya Paloh. RS merasa terganggu dengan statement bahwa korupsi terbesar dilakukan oleh Tionghoa. Menurut RS ini pernyataan yang tidak bertanggung jawab, kecuali kalau bisa kasih data mengenainya. (disambut celetukan Harry Tjan, bahwa setiap cino korupsi ada birokratnya). RS juga memprotes ucapan tentang Pengusaha tionghoa Indonesia. menurut RS tidak apa apa kalau Pengusaha Tionghoa berkumpul, toh bukan satu satunya.
Menurut RS kultur menjadi orang indonesia itu bukan statement2 belaka, harus membuang sekat sekat. Budaya itu keberagaman, kita rayakan saja, bahagia menjadi orang yang beragam, karena itulah yang membuat Indonesia berharga.
Disini RS lalu menyoroti, ada peristiwa dimana perkumpulan Tionghoa mengundang SBY, lalu menyebut SBY sebagai Bapak keberagaman. RS tidak setuju karena menurut RS, "SBY itu tidak mengerti soal keberagaman"
Selanjutnya RS kembali ke topik, mengatakan, bicara soal bukunya Pak Siauw adalah soal sejarah. Karena Siaw adalah kawan dari ayahnya RS yang menjadi tapol Sukarno karena dianggap terlibat dalam peristiwa PRD PERMESTA. RS mengatakan bahwa dalam bermasyarakat akan ada singgungan-singgungan, disana akan menuntut seseorang tionghoa-tionghoa yang baik menjadi lebih dari sekedar baik. dan Siauw melakukan itu dengan percaya diri. Sekarang ini yang melakukan itu ada seorang Kwik Kian Gie, namun itu cuman satu, sedikit banget, diharapkan dengan beredarnya buku SGT ini akan ada lebih banyak lagi yang seperti itu.
Selanjutnya pembicaraan sesi I dilanjutkan oleh A. Dahana, dan terakhir Harry Tjan Silalahi. Tapi gue mau ke dapur dulu ya, ntar cerita lagi.
[Non-text portions of this message have been removed]
[Non-text portions of this message have been removed]
--------------------- --------- ------
Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/ group/wahana- news/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/ group/wahana- news/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
wahana-news-digest@yahoogrou ps.com
wahana-news-fullfeatured@ yahoogroups. com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wahana-news-unsubscribe@ yahoogroups. com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/ info/terms/
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
No comments:
Post a Comment