Film Babi Buta yang Ingin Terbang menuturkan kisah tentang kerancuan identitas, kebimbangan dan kecemasan, serta pengalaman kehilangan jala—perasaan-perasaan yang sering dialami oleh warga etnik Tionghoa di Indonesia. Inilah cerita tentang seorang ayah yang ingin mendapatkan lotere green card dan pindah ke Amerika Serikat. Cerita tentang seorang mantan juara bulutangkis nasional yang ditinggalkan suaminya yang menikahi seorang perempuan Jawa. Cerita tentang seorang anak lelaki yang sering dilempari batu karena ia seorang keturunan Cina. Cerita tentang seorang gadis yang percaya bahwa petasan bisa mengusir hantu.
Dengan latar urban Indonesia masa kini, film Babi Buta yang Ingin Terbang mengikuti perjalanan gadis keturunan Cina bernama Linda dalam menemukan jatidirinya. Gambaran tentang kenyataan pahit yang mendera karakter Linda dalam film ini sekaligus memperlihatkan kehidupan orang-orang di sekitarnya. Bagaikan sebentuk mosaik ajaib, film ini tersusun dari serpihan-serpihan cermin yang berwarna-warni—rentan namun indah. Beberapa pemain di film ini adalah Ladya Cherryl, Carlo Genta, dan Pong Harjatmo.
Film Babi Buta yang Ingin Terbang mendapat penghargaan FIPRESCI (Federasi Kritikus Film Internasional) di Festival Film Rotterdam 2009.
Pemutaran film Babi Buta yang Ingin Terbang di Teater Salihara merupakan hasil kerjasama antara Komunitas Salihara, Komunitas Lensa Massa FIB UI, dan Departemen Kajian Budaya BEM FIB UI (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia). Seusai pemutaran film akan diadakan tanya-jawab dengan sang sutradara, Edwin; sinematografer, Sidi Saleh; dan produser, Meiske Taurisia.
Pemutaran film ini akan diselenggarakan di Teater Salihara pada hari Rabu, 6 Mei 2009 pukul 19:30 WIB. Gratis! Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Natalie 0817-077-1913, Nike 0818-0730-4036, atau kunjungi www.salihara.org.
No comments:
Post a Comment