Semakin mengenal luka,
semakin mengenal kita
: rencana reboan ke-14, 27 mei 2009
Bulan Mei diperingati dengan berbagai hal. Mulai dari hari pendidikan, hari buruh, hari kebangkitan nasional, dan mungkin yang paling berkesan adalah kerusuhan Mei 1998 yang ditandai dengan penjarahan, pembakaran, pelecehan pada warga keturunan, niat tulus reformasi yang mengorbankan sejumlah nama-nama mahasiswa yang hilang, tertembak, dan mati. Ya, itulah Mei. Bulan yang seharusnya sudah masuk ke dalam musim kemarau, di mana tak ada hari hujan. Tapi karena efek global warming, kita semua di Indonesia masih mendapatkan hujan di bulan ini.
Tentunya ada banyak kenangan tentang Mei yang anda punyai, seperti negeri ini mengenang Mei dengan beragam cara. Seperti Esha Tegar Putra, seorang penyair dari Padang, akan mengenang Mei bulan ini sebagai hari lahirnya buku puisinya Pinangan Orang Ladang. Buku puisi ini akan didedah oleh Damhuri Muhammad. Istimewanya, inilah pertama kalinya di Reboan seorang penyair dari seberang pulau meluncurkan buku puisinya sekaligus didedahkan karyanya itu. Sebuah keajaiban kecil terjadi di bulan Mei ini.
Keajaiban lainnya adalah Komunitas Seni Sastra Bangka Belitong yang akan mengakrabkan kita kepada sebuah sajian bernama Begalor. Eskep Jolly dan Ki Agus Wahyudi pendiri Komunitas Begalor akan membawakan seni sastra yang mungkin baru pertama kali kita akan mendengarkannya di Jakarta.
Meski mengambil tema Obituaria yang berarti "catatan tentang seseorang yang telah mati" Reboan kali ini justru ingin menghidupkan kembali hal-hal yang telah lama. Telah menjadi luka. Seperti halnya "kegilaan" yang dituliskan oleh Nezami Ganjavi sebuah karya sastra dunia yang begitu terkenal hingga konon menginspirasi Shakespeare untuk menuliskan Romeo and Juliet! Ya. Layla Majnun nama kisah cinta itu. Sebuah kisah cinta yang tak biasa dari seorang pemuda bernama Qays Ibn Al Mulawwah. penerjemahnya Sallahudien Giez, beserta dua orang pembacanya yaitu Zay Lawang Langit dan Ilenk Rembulan akan membahas novel ini.
Jauh dari Yogyakarta menyambangi Jakarta, demikianlah Komunitas Mata Pena seperti kembali mengingatkan kita pada saat Indonesia menghadapi Agresi Militer Belanda, di mana Ibukota NKRI terpaksa pindah ke sana! Mungkin berlebihan, tetapi bisa jadi tidaklah salah karena dari dulu banyak sekali penyair-penyair dan sastrawan besar lahir dari sana. Pergerakan sastra Yogyakarta pasti akan sangat berarti bagi pergerakan sastra di Indonesia secara umum.
Mungkin dengan rangkaian acara tersebut, kita akan semakin bisa mengenal luka, semakin mengenal kita sendiri, hingga bulan Mei akan terasa semakin ajaib bagi kita. Seperti bebunyian yang akan kita dengar dari Bung Kelinci dan teman-teman(
Salam Sastra,
Sie Acara Reboan
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
No comments:
Post a Comment