JAWA POS
Jum'at, 24 Juli 2009
"Merah Putih" Film Kolosal Lokal Didukung Sineas Hollywood
Rp 60 Miliar untuk Merah Putih
JAKARTA - Film kolosal Merah Putih bisa mengakhiri dahaga akan film perjuangan Indonesia. Apalagi, produksinya tidak asal-asalan. Film tersebut melibatkan banyak pihak profesional yang pernah sukses dengan berbagai judul film Hollywood. Produksi film itu dikerjakan serius dalam jangka waktu empat bulan. Biaya untuk pembuatan film tersebut pun tidak sedikit.
Film yang dikemas trilogi dan mulai tayang di bioskop pada 13 Agustus 2009 tersebut didukung oleh Adam Howarth, ahli efek khusus yang pernah terlibat dalam pengerjaan film Saving Private Ryan, Blackhawk Down, dan Harry Potter and The Sorcerer's Stone.
Selain itu, ada sutradara bidang laga Rocky McDonald (Mission Impossible II dan The Quiet American), jago make-up dan visual effects artist asal London Rob Trenton (sekuel Batman, The Dark Knight), serta ahli persenjataan asal Australia John Bowring (The Matrix, The Thin Red Line, X Men Origins; Wolverine).
Hasilnya, setelah menyaksikan cuplikan filmnya, adegan perang, perkelahian, ledakan bom, dan ledakan mobil dalam film Merah Putih tidak mengecewakan. Adegannya tidak kalah dengan adegan film action Hollywood terkenal yang sudah ada.
Yadi Sugandi, sang sutradara, menyatakan salut kepada pengorbanan sekitar 200 kru dan 400 orang yang setiap hari syuting. Termasuk, para pemain utama seperti Lukman Sardi, Darius Sinathrya, Donny Alamsyah, Zumi Zola, T. Rifnu Wikana, Rahayu Saraswati, dan Astri Nurdin. "Mereka syuting empat bulan di lokasi tanpa pulang," tutur Yadi setelah pemutaran behind the scene Merah Putih di Djakarta Theater kemarin (23/7).
Lokasi syuting lebih banyak di Bandungan, Ungaran, Jawa Tengah. Sisanya, syuting dilakukan di Jogjakarta, Depok, Bogor, dan Jakarta. "Mereka syuting saat hujan, panas, dan dingin. Syuting empat hari di sungai, gunung, dan hutan belantara," tambah Geremi Steward, sang produser.
Dalam film senilai USD 6 juta (setara Rp 60 miliar) itu, dibuatkan dua truk khusus dengan desain truk yang lazim dipakai tentara Belanda pada 1945-an. Truk itulah yang diledakkan. "Kami bikin ke sebuah pabrik bodi mobil, tapi mesinnya zaman sekarang. Untuk mobil Jeep, kami menyewa," jelas Yadi.
Untuk senjata, TNI menyumbang banyak senjata rusak. Untung, John Bowring memperbaikinya dan membawa banyak senjata milik sendiri untuk dipergunakan dalam syuting film tersebut. "Peluru senjata di atas Jeep itu sebenarnya sudah tidak diproduksi lagi. Makanya, spesifikasinya dibuat ulang oleh John dengan lebih rendah," papar Yadi.
Khusus bagi pemain utama, sebelum syuting, selama sepuluh hari mereka dipusatkan di Booth Camp Military milik TNI. Di sana, mereka digembleng oleh tentara asli. Itu dilakukan untuk membentuk badan dan menjiwai semangat militer, sesuai dengan peran yang mereka mainkan.
Darius mengatakan, syuting filmnya saat ini sangat mengesankan. "Meski lelah, ini akan selalu membekas di hati. Ada bahagia dan haru. Terlebih, film ini bercerita tentang negara kita," ujar suami Donna Agnesia itu.
Begitu juga Lukman Sardi. Bagi dia, syuting di film Merah Putih dengan sangat serius memberikan hikmah. "Hal ini menjadi sebuah perjalanan panjang untuk sebuah pembelajaran. Untuk mendapatkan yang terbaik, kita memang harus berjuang dan perjuangan itu tidak gampang. Film ini menggambarkan begitu beragamnya suku dan agama di Indonesia. Mari kita sadari itu," ucapnya bersemangat.
Geremi dan Yadi yakin, film tersebut tidak berumur pendek. "Film ini relevan untuk bertahun-tahun kemudian. Film ini juga akan memperlihatkan kepada dunia internasional bahwa sejarah perjuangan Indonesia seperti ini. Kami akan bawa film ini ke dunia internasional juga," janji Geremi. (gen/tia)
JAKARTA - Film kolosal Merah Putih bisa mengakhiri dahaga akan film perjuangan Indonesia. Apalagi, produksinya tidak asal-asalan. Film tersebut melibatkan banyak pihak profesional yang pernah sukses dengan berbagai judul film Hollywood. Produksi film itu dikerjakan serius dalam jangka waktu empat bulan. Biaya untuk pembuatan film tersebut pun tidak sedikit.
Film yang dikemas trilogi dan mulai tayang di bioskop pada 13 Agustus 2009 tersebut didukung oleh Adam Howarth, ahli efek khusus yang pernah terlibat dalam pengerjaan film Saving Private Ryan, Blackhawk Down, dan Harry Potter and The Sorcerer's Stone.
Selain itu, ada sutradara bidang laga Rocky McDonald (Mission Impossible II dan The Quiet American), jago make-up dan visual effects artist asal London Rob Trenton (sekuel Batman, The Dark Knight), serta ahli persenjataan asal Australia John Bowring (The Matrix, The Thin Red Line, X Men Origins; Wolverine).
Hasilnya, setelah menyaksikan cuplikan filmnya, adegan perang, perkelahian, ledakan bom, dan ledakan mobil dalam film Merah Putih tidak mengecewakan. Adegannya tidak kalah dengan adegan film action Hollywood terkenal yang sudah ada.
Yadi Sugandi, sang sutradara, menyatakan salut kepada pengorbanan sekitar 200 kru dan 400 orang yang setiap hari syuting. Termasuk, para pemain utama seperti Lukman Sardi, Darius Sinathrya, Donny Alamsyah, Zumi Zola, T. Rifnu Wikana, Rahayu Saraswati, dan Astri Nurdin. "Mereka syuting empat bulan di lokasi tanpa pulang," tutur Yadi setelah pemutaran behind the scene Merah Putih di Djakarta Theater kemarin (23/7).
Lokasi syuting lebih banyak di Bandungan, Ungaran, Jawa Tengah. Sisanya, syuting dilakukan di Jogjakarta, Depok, Bogor, dan Jakarta. "Mereka syuting saat hujan, panas, dan dingin. Syuting empat hari di sungai, gunung, dan hutan belantara," tambah Geremi Steward, sang produser.
Dalam film senilai USD 6 juta (setara Rp 60 miliar) itu, dibuatkan dua truk khusus dengan desain truk yang lazim dipakai tentara Belanda pada 1945-an. Truk itulah yang diledakkan. "Kami bikin ke sebuah pabrik bodi mobil, tapi mesinnya zaman sekarang. Untuk mobil Jeep, kami menyewa," jelas Yadi.
Untuk senjata, TNI menyumbang banyak senjata rusak. Untung, John Bowring memperbaikinya dan membawa banyak senjata milik sendiri untuk dipergunakan dalam syuting film tersebut. "Peluru senjata di atas Jeep itu sebenarnya sudah tidak diproduksi lagi. Makanya, spesifikasinya dibuat ulang oleh John dengan lebih rendah," papar Yadi.
Khusus bagi pemain utama, sebelum syuting, selama sepuluh hari mereka dipusatkan di Booth Camp Military milik TNI. Di sana, mereka digembleng oleh tentara asli. Itu dilakukan untuk membentuk badan dan menjiwai semangat militer, sesuai dengan peran yang mereka mainkan.
Darius mengatakan, syuting filmnya saat ini sangat mengesankan. "Meski lelah, ini akan selalu membekas di hati. Ada bahagia dan haru. Terlebih, film ini bercerita tentang negara kita," ujar suami Donna Agnesia itu.
Begitu juga Lukman Sardi. Bagi dia, syuting di film Merah Putih dengan sangat serius memberikan hikmah. "Hal ini menjadi sebuah perjalanan panjang untuk sebuah pembelajaran. Untuk mendapatkan yang terbaik, kita memang harus berjuang dan perjuangan itu tidak gampang. Film ini menggambarkan begitu beragamnya suku dan agama di Indonesia. Mari kita sadari itu," ucapnya bersemangat.
Geremi dan Yadi yakin, film tersebut tidak berumur pendek. "Film ini relevan untuk bertahun-tahun kemudian. Film ini juga akan memperlihatkan kepada dunia internasional bahwa sejarah perjuangan Indonesia seperti ini. Kami akan bawa film ini ke dunia internasional juga," janji Geremi. (gen/tia)
HALAMAN KEMARIN
- Darius Sinathrya Merasa Tersiksa saat Latihan
- Piyu "Padi" Cari Superband
- Inul Daratista Dapat Teror Bom Ainur
- Putri Indonesia 2008 Dibekali Kostum Srikandi
- Cathy Sharon Cari Suami yang Patuh Orang Tua
- Alena Tunda untuk Memiliki Anak
- Stephen Baldwin Terjerat Utang Rp 23 Miliar
- Menjadi Orang Tua Ubah Hidup Ben Stiller
- Ending Serial Desperate Housewives Masih Menggantung
- Iwan Fals Merasa Gagal sebagai Ayah
__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment