pinang - pencatat kota
Share
Mon at 11:40pm | Edit Note | Delete
Kaki Lima
di petak lima kaki persegi, kami menghitung jumlah jemari di tangan kiri, sementara kanan kami melambai pada rejeki hari ini. kami sajikan untaian kalung imitasi, nasi sarapan pagi, celana dalam dan kaus kaki, bedil plastik bagi anak-anak yang bercita-cita jadi polisi. juga helm dan korek api, atau aneka batik dan topi-topi.
kami dorong gerobak kami sepajang musim sepanjang nafas kami, kami pikul nasib kami sendiri. kami berlari dari peluit polisi praja, dari pengutip iuran kota sebab kami sering kencing di selokan, sebab trotoar yang kami pinjam buat berjaja. di kota ini, bumi bukan milik kami. kami dorong gerobak nasib kami, berharap jalanan tak menanjak dan aspal tak leleh oleh mentari.
di petak lima kaki persegi, kami meluruskan kaki, bercengkrama dengan pembeli atau pohon asam jawa perindang jalan kota kami yang jarang tertawa. setua usia peta kota, pohon itu lebih suka diam dan bersabar pada debu solar dan kencing kami; memejam mata saat polisi praja menggelar patroli.
kami berdiam, berjalan, berlari, berhitung setiap lima langkah kaki.
Dimuat di Kompas Minggu, 21 Juni 2009
You, Maghie Oktavia, Helga Inneke Agustine Worotitjan, Nur Jehan and 5 others like this.
Maghie Oktavia, Helga Inneke Agustine Worotitjan, Nur Jehan and 5 others like this.
Hudanosch HudanHudanosch
Maghie OktaviaMaghie
Helga Inneke Agustine WorotitjanHelga
Nur JehanNur
Nurdin A ZakyNurdin
Rini Garini DarsodoRini
Kwek Li NaKwek
Iwan GunawanIwan
Ping HomericPing
Ping Homeric at 11:52pm June 29
kaki lima yang keren Mas! inikah yg disebut puisi-prosa itu? aih! ciamik!!
Iwan Gunawan at 12:13am June 30
Mangga Dua
Bis kota serasa sedang kelilingi dunia. pinggir dan pusat tiada berbeda. ramai selang-seling orang bernyanyi dendang nada. sendiri berdua, kadang sampai lima. kocek kosong receh kempes hanya ongkos terbawa. terpencet dua ratus rupia. ingin beri pengamen yang agak berbeda, badan tegap dengan biduan seorang wanita. diam-diam kumasukan juga pada wadah yang tertadah ke muka. di ujung belakang, sang pengamen teriak terasa menendang. MENGHINA !!!. gua tak perlu duit dua ratus rupia. siapa yang beri tanpa rasa, pengamen juga punya harga. kuterdam tak berani tampakan muka. sementara pacar gua yang setia, ikut diam tak mau kata. dalam hati ku merana. gua beri, lu berkata-kata, emang gua orang kaya. jelaslah gua kecewa. uang sisa dari jalan bersama si dia. tak mau ia terima. Sampai Mangga dua, terhibur juga. lihat segala dari sandal jepit bertali dua, sampai celana jeans bercabang dua. ke mangga dua, bersama pacar setia. pulang tak beli apapun jua.
Hudanosch Hudan at 12:34am June 30
bagus lempar ke puisi iwan - nyanyian hatimu di atas ini. keren. iya ping - lagi kutuliskan dengan dua penyair kita: tagore dan cepi.
Hudanosch Hudan at 12:38am June 30
ga dunk keyun itu sungguh helis - pelis is hehe please
Faradina Izdhihary at 2:33am June 30
mas, tanya: adakah aturan khusus untuk style puisi prosa ini? maksudku garis batasnya dgn puisi gimana? dgn prosa gimana?
Kwek Li Na at 8:56am June 30
Luar biasa Bang Hudan...sungguh aku seakan-akan ikut berlari mendorong gerombak itu...kadang nasib memang tak bisa manusia elak.
ih...beberapa pekan lalu saya baca berita...ada sebuah keluarga menjual bakso... lihat polisi praja datang, lari kalang kabut...anaknya akhirnya masuk ke kuah bakso yg mendidih...akhirnya anaknya mati.
kejamnya dunia...buat mereka.
Rini Garini Darsodo at 9:31am June 30
Hmm...gambaran sosial kelas bawah yang indah dalam rangkaian kata. Tuh...tuh..muncul lagi yang spontan Iwan Gunawan, selalu punya ide dalam waktu secepat kilat.......
salam.
Nurdin A Zaky at 12:38pm June 30
sebuah realitas yang di foto begitu jelas dan betapa ruang puisi memberikan gambaran akan jamannya.
Nur Jehan at 9:27am July 1
Kaki Lima dan Mangga Dua yang sama-sama apik.
Maghie Oktavia at 3:01am July 2
puisi ini benar2 bercerita... keren!
Hudanosch Hudan at 3:25am July 2
benar benar cerita yang keren ya maghie ya hehe
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
No comments:
Post a Comment