Wednesday, June 10, 2009

[ac-i] seberapa tahan orang bekerja menatapi sastra di seputar kita - polemik ik ik dal



seberapa tahan orang bekerja menatapi sastra di seputar kita - polemik ik ik dalam sastra

Share
Today at 11:20am | Edit Note | Delete

Mikael Johani at 3:13pm June 2

@hudan hehehe ya juga jauhhhhhhhh sebelum kau mengemis duit utk proyek2 ngawur macam antologi puisi perempuanmu dari taufik razen, masak antologi deadlinenya cuma sehari ! itu yg namanya pelecehan perempuan !, dan jauhhhhhhh sebelum kau menjilat2 pantat 'penyair nugroho suxmanto' supaya kau dimasukkan pena kencana tahun depan ya hayooooooo

Saut Situmorang at 12:28am June 11

mikael,

HAHAHA...

Taufik Wijaya at 2:15am June 11

masih ada penyair sibuk bicara struktur di tengah kekacauan struktur berkemanusiaan dan berbangsa ini...ibarat Shela On Seven jingkrak-jingkrak ketika orang berkeringat dan berdarah mendesak Soeharto turun...

Saut Situmorang at 3:40am June 11

TW,

HAHAHA...
----------------------------------------------------

PENGANTAR

saut situmorang menulis di fbnya sebuah note dengan judul: "SEBERAPA RENDAH SESEORANG ITU HARUS JATUH! HAHAHA..."

kalau kita hubungankan dengan tiga komen yang saya pasang di atas (saya ambil dari komen di note saya "nirwan dewanto - langkah ulung seorang penyair", maka judul tulisan saut yang hanya "judul itu doang" (hehe baca komen bamby di bawah ini), maka agak jelas saut sedang menciptakan opini apa dalam ranah sastra indonesia kita ini.

apalagi kalau kita tarik dengan tiga tulisannya di fbnya - "sudah rujuk dengan tuk, hudan?", dan "cerita buat dino umahuk" serta beberapa tulisannya yang lain di fbnya itu, maka makin jelaslah siapakah yang dimaksudkannya dengan "seseorang" di sana. yakni, meminjam kata kata saut sendiri, adalah tuhan hudan dalam sastra.

jadi seseorang itu adalah saya sendiri - hudan hidayat, presiden negara sastra, sang kaisar sastra. apalagi? hihi.

saya menganggap penting pembentukan opini miring yang dilakukan saut dan kawan kawannya ini. penting, karena menulis sastra itu tidak mudah. penuh aral lintangan dan penuh aral duga dugaan.

saya sendiri dalam dua tiga hari ini, seperti dalam hari hari saya yang lain, selalu menghasilkan setidaknya tiga esai sehari, esai esai yang kalau dijumlahkan dengan dua atau tiga hari itu, berarti sudah sembilan esai. sembilan esai yang saya bidikkan pada semua sastrawan facebook yang sedang saya perjuangkan dan sedang berjuang bersama sama saya untuk meraih kepenulisan sastra.

bahwa saya menulis dengan menyandingkan kepada tokoh tokoh sastra indonesia atau dunia, itu sebuah strategi saya untuk memuliakan sastrawan facebook itu sendiri. bahwa mereka bersanding dengan orang seperti umar kayam, atau nirwan dewanto, atau goenawan mohamad. bahkan saya tak segan segan menyandingkan dengan orang seperti kafka, nietsche atau tagore misalnya.

bahkan saya edit tiap tulisan itu, saya rapikan dengan sedikit berletih letih, lalu saya selundupkan ke setidaknya empat milis yang saya ikuti. yakni milis apresiasi sastra, milis jurnal perempuan, milis art culute indonesia dan milis psikologi transformatif.

saya selundupkan dengan semua komen yang mencecah maupun komen yang memasang jempol.

untuk apa? untuk agar semua pengarang facebook bisa melebar tidak hanya di facebook, tapi ke seluruh dunia. karena milis milis itu dibaca oleh orang sedunia (yang mengamati sastra dan budaya indonesia).

itulah yang saya kerjakan. dan dicurinya esai saya ini oleh saut situmorang (kata saut sendiri lo, dan saya tahu dia sedang memainkan wacana sastra dengan kata dicuri itu), lalu diberinya judul yang apriori seperti itu, membuat saya berpikir memang publik sastra facebook pada khususnya harus mengerti apa yang sesungguhnya sedang terjadi, di samping mereka bertekun menulis karya seni.

soalnya bisa jadi mereka belum berteman dengan saut situmorang di dalam fb ini.

kita memang harus memperbanyak kawan. dan saut situmorang sendiri yang meminta agar saya mengkonfirm permintaannya untuk berteman, seperti penyair t wijaya juga meng add saya agar saya konfirm.

bagi saya tak mengapa: kita konfirm saja. kita harus besar dan lapang dada pada tiap perbedaan yang niscaya itu.

dari pihak saya tidak banyak yang perlu saya katakan lagi. yakni saya bekerja sajalah dengan ilmu batin sastra saya, mencari dan mengumpulkan sastra facebook sebagai bakti saya terhadap sastra indonesia. saya sudah kebal dengan makian, provokasi, hasutan, seperti saya juga sudah kebal dengan sanjungan.

haraplah diketahui: esai nirwan itu, langkah ulung seorang penyair, adalah esai kedua yang saya tulis tentang nirwan dan tardji, serta dino umahuk dan afrizal. esai pertamanya tentang nirwan juga. saya memerlukan menulis dua kali karena saya selalu memikirkan sastra itu, dan mana kala saya melihat ada celah lain yang saya tatapi dan datang pada saya kemudian, saya tak segan segan membelokkan semua pendapat saya.

saya tak perduli dengan pendapat orang, semisal saya tidak konsisten pandangan saya tentang seseorang. misal dengan puisi di buku nirwan itu. yang penting saya menuliskannya berdasar kata hati saya saat menulis - ilmu batin saya itu. sebuah ilmu yang amat tinggi karena ia adalah laduni dalam puisi. yang tak ada sekolahannya misal walau saya harus belajar ke selandia baru atau australia sana.

datang saja masuk ke dalam hati saya, mungkin untuk dan sebagai berkah kepada sastra indonesia ini, di mana orang jauh lebih senang menulis kecil kecil, atau memaki, atau menduga, ketimbang menatapi karya karya yang berserakan di tengah tengah kita.

mungkin di sanalah pentingnya kehadiran saya ini. sebagai sesama tuhan. kalau dia tuhan pakai huruf kapital kalau saya tuhan pakai huruf non kapital. tapi sesama tuhan, bukan hehe.

selamat membaca kawan kawan semua yang mengagumi saya dengan segala macam cara mewujudkannya - termasuk dengan makian itu.

tak usah cemas, saya pun mengagumi kalian kok. sungguh deh. ih kamu itu hehe.

hudan hidayat
tuhan kata kata
kaisar sastra indonesia
dan dunia

SEBERAPA RENDAH SESEORANG ITU HARUS JATUH! HAHAHA...

Share
Today at 3:48am

(DICURI DARI:

http://www.facebook.com/profile.php?id=554828232&ref=profile#/note.php?note_id=81776448169&id=1550452504&ref=mf )

nirwan dewanto - langkah ulung seorang penyair

oleh Hudan Hidayat

31 May 2009 at 11:21

langkah Ulung Seorang Penyair

tipografi adalah kode bagi sebuah puisi. Seorang penyair meletakkan larik-larik puisinya dengan cara tertentu, membentuk bait-bait puisi. Bait-bait yang menjadi unit-unit pemaknaan bagi pembaca. Tapi pembaca bisa memainkan kode yang disusun penyair. Dalam semangat kebebasan yang memberontak dari setiap konvensi dari dunia puisi – konvensi tipografi.

Kebebasan pembaca nyaris tanpa batas itu, bisa menyerat puisi ke arah pemaknaan lain dari makna awal yang hendak didedah oleh sebuah puisi. dengan memainkan tipografinya.

Dari pembacaan ulang buku puisi nirwan dewanto, jantung lebah ratu, saya menemukan apa yang saya maksudkan, dari puisi pertamanya bernama "Perenang Buta". Betapa permainan tipologi, atau pemakaiannya ke dalam tubuh puisi, dapat menggeser arti dan makna puisi.

Puisi perenang buta bisa kita letakkan sebagai palang dari maksud sang penyair: sang penyair meletakkannya sebagai puisi pertama, sebagai undangan bagi pembaca karena sang penyair hendak menangani dunia benda secara lain. Yakni unik yang aneh. Dan memang yang segera terasa membaca tiap puisi dari kumpulan puisi ini, adalah sebuah keunikan dan keanehan, betapa benda-benda kecil dilihat oleh sang penyair, secara tidak biasa. Ada sudut pandang baru di sana.

Seolah sang penyair yang dalam sekian puluh tahun di ranah sastra dan budaya negeri ini, menyuarakan sebuah suara seni yang berinti: perlakukanlah sebuah bahasa dengan kaidahnya, tapi perlakukan pula nalar dalam menangani bahasa. Atau dalam kata-kata yang diringkas: dunia puisi menuntut kecerdasan sang penyair, untuk membuatnya sebagai sebuah bidang di mana ia, dunia puisi itu, bisa menjadi sebidang papan catur dengan pemain catur melangkah dengan langkah-langkah yang ulung.

Langkah-langkah yang ulung itu, dalam dunia puisinya, adalah saat bagi sang penyair memainkan larik dan baitnya, atau bidaknya, ke dalam simbiose bentuk dan isi yang melekat seolah roh dan badannya. Sehingga dunia puisi menjadi sebuah totalitas bentuk dan makna yang dikandungnya. Bentuk yang mengatasi bentuk – tipografi yang mungkin memberi arah makna lain - makna yang mengatasi makna – makna lain dari dunia benda, yang disembunyikan ke dalam suatu permainan dengan pembaca.

Bentuk dan makna yang mengandung langkah-langkah perenang buta, ke dalam dunia pemaknaan yang disusun penyair sebagai dunia yang membatalkan, dunia yang mengaburkan, dunia yang mendalamkan dirinya ke dalam permainan benda-benda kecil yang menghidupkan identitas sang perenang buta. Sehingga pembaca disodori sebuah kompleksitas makna dalam rentetan pertanyaan pada puisi: apa dan mengapa perenang buta itu di sini.

puisi sampai kepada pembaca sebagai gaung bunyi. Tapi gaung ide juga. Ide dan bunyi yang dibawa oleh imaji puisi. Imaji yang menaut dalam relasi konteks latar tempat (laut), dan mahluk-mahluk laut yang menjadi latar di mana puisi bermain. Dan perenang buta adalah sebuah puisi yang bermain di dalam latar jarak, yang penyebutannya sendiri pembaca sudah disuguhi oleh sang penyair dengan sebuah ragu, dalam arah yang menunjuk ke banyak arah, dengan menyimpul kepada nomina jarak yang relatif.

Dengan memakaikan kata "atau" dalam larik pertama, maka terbacalah dunia relatif itu: sepuluh atau seribu depa. Relatifitas dari jarak yang mungkin hendak ditempuh oleh sang perenang buta. Tapi rentang jarak itu, yang dalam sebuah konteks tempat bisa kita sambung imaji sang penyair, ke dalam imaji pembaca yang memaknai jarak sebagai jarak ke muka atau ke belakang, ke bawah atau ke atas, sehingga jarak itu sendiri, adalah sebuah ruang yang bisa kita tangani dengan wacana geometri euclides, bentuk dan tiap sudut maknanya. Yakni ada titik berangkat sang perenang buta. Titik yang dimulai dari judul puisi itu sendiri: perenang buta. Di mana sebuah tarikan titik (.) pembentuk huruf p di awal, adalah awal sebuah garis yang bisa kita tarik, kita hubungkan dengan sebuah titik lain yang dikandung oleh titik a dalam akhiran kata buta. Sehingga diri sang perenang buta itu sendiri, adalah implikasi dari sebuah titik yang dihubungkan oleh sebuah garis ke titik lain – tidakkah panjang tubuh kita seolah garis yang dimulai dari kedua titik itu? – garis lurus yang bermakna diri sang perenang buta yang membentuk biometri tubuh dengan, atau biometri melalui, arti yang bisa kita rujukkan semantik maknanya ke dalam konteks latar, di mana sang puitor di sana meletakkan perenang buta dalam relasi dengan gejala benda di seputarnya.

tapi bersama dengan biometri tubuh – perenang yang secara fisik adalah lelaki (?) buta, sang penyair mulai memainkan persepsi pembaca dengan kata-kata informatif "terang" yang diimbuhinya dengan "semata": terang semata. Maka kita segera dihadapkan kepada sebuah kontras pemaknaan: terang semata itu bagi sang perenang buta atau bagi pembaca puisi – penerang yang berfungsi sebagai latar dalam puisi. Tapi tampaknya, terang semata itu adalah dunia sebagaimana sang perenang buta adalah representasi dari manusia yang hendak mencari dalam dunia.

Maka di sini, dari larik pertama, betapa puisi telah menyembunyikan apa yang hendak ia sampaikan: bahwa jarak itu penuh dengan resiko (relatif sepuluh atau seribu). Tapi resiko bukanlah sebuah ketidakmungkinan (terang semata sebagai latar ratio manusia untuk memahami), tapi relatifitas dan rasio itu kemudian dibawa, atau diputar, oleh sang penyair ke dalam diri "ia" yang buta.

Segera terasa kehendak nirwan untuk menempatkan manusia, walau buta atau awal mulanya tak mengerti akan tiap sesuatu, setidaknya ada seberkas sinar terang untuk sebuah upaya pencarian – puisi menyebut, atau menghidup, kan upaya ini dengan metanomik, dalam tautan individu yang mengalami jarak dalam sebuah latar laut dengan mahluk-mahluk serupa ganggang, ubur-ubur, simbolik dari pengembaraan seorang penyair, di mana arus dan arah gelombang, adalah arus dan arah gelombang hidup itu sendiri. Manusia buta di tengah gejala penampakan dunia. Tapi ada aritmatika dan serat optik makna yang bisa membimbingnya.

Maka terbaca:

Perenang Buta

Sepuluh atau seribu depa
ke depan sana, terang semata.

Tipografi puisi, yang kalau kita mainkan tipografinya ke dalam tipografi prosa menjadi kalimat sebagai:

Sepuluh atau seribu depa ke depan sana, terang semata.

Sebuah kalimat yang tak bergoyang maknanya walau ia disusun secara tipografi kalimat, bukan larik yang membentuk bait dalam puisi. Maka bisa pula dari permainan kesamaan makna yang diproduksi larik dan bait dalam puisi ini, ke dalam kalimat dalam dunia prosa, kita merujukkan bahwa hidup ini bisa didekati secara puisi bisa pula secara prosa. Sebuah rujukan persamaan yang menyembul keluar dari dunia puisi "Perenang Buta" (bersambung)

In this note: Wowok Hesti Prabowo (notes), Mahdi Duri, Gito Waluyo, Heri Latief, Taufik Wijaya (notes), Raudal Tanjung Banua, Faisal Kamandobat (notes), Riki Dhamparan (notes), Teguh Setiawan Pinang (notes), Thendra Bp, Aris Kurniawan (notes), Bengkel Sastra Unj, Wijaya Herlambang (notes), Dino Umahuk (notes), Pakcik Ahmad (notes), Ilenk Rembulan (notes), Nuruddin Asyhadie (notes), Mikael Johani (notes), Waraney Herald Rawung (notes), Thompson Hs, Idris Pasaribu (notes), Arie Mp Tamba, Afrizal Malna (notes), Bilven Sandalista, Arif Gumantia (notes), Budi P Hatees (notes), Wayan Sunarta, Asep Sambodja (notes), Tulus Wijanarko (notes), Nanang Suryadi (notes)
Updated 6 hours ago · Comment · LikeUnlike
You, Walank Ergea, Arif Gumantia and 2 others like this.
Walank Ergea, Arif Gumantia and 2 others like this.
Hudan HidayatHudan
Walank ErgeaWALANK
Arif GumantiaArif
Senja Aditya FajarSenja
Hanna FransiscaHanna

Heri Latief at 5:36am June 11

tipuloginya hudan itu belaga edan, tapi tau duit...

Aminoto Kamil at 5:52am June 11

apa pentingnya tipografi dibandingkan arti?
apa pentingnya nirwan dibandingkan hudan?
:-)

Waluya Dimas at 6:36am June 11

Kalau jatuh pasti selalu sampai ke dasar kalau tidak itu cuma mengambang namanya.Horas Bah! Aku seneng bukumu.

Arif Gumantia at 7:47am June 11

selama 2 atau 3 hari hudan hidayat nulis tentang KUK..ada nirwan ada juga GM, bahkan ada juga esay nirwan tentang kegagalan cerpen umar kayam..hahhaha..hehhehhee..lucu pollll....lha Nirwan menurutku tidak ada apa-apanya dibanding umar kayam khan..!
salam dari madiun

Arif Gumantia at 7:50am June 11

selama 2 atau 3 hari hudan hidayat nulis tentang KUK..ada nirwan ada juga GM, bahkan ada juga esay nirwan tentang kegagalan cerpen umar kayam..hahhaha..hehhehhee..lucu pollll....lha Nirwan menurutku tidak ada apa-apanya dibanding umar kayam khan..!
salam dari madiun

Bamby Cahyadi at 8:38am June 11

Saya tidak mengerti maksud Saut Situmorang dalam tulisan ini, jelas-jelas dia hanya mengcopy paste sebuah tulisan/esai sastra Hudan Hidayat.

Cobalah, kalau Bang Saut berpikir secara logika dan linear, berilah esai ulasan yang bernas dengan memberikan pandangan dan pencerahan terhadap karya sastrawan lainnya.

Jadi kesimpulan saya, postingan tulisan abang yang hanya mengganti judulnya dan membuat link terhadap tulisan yang lain, tak ada manfaatnya.

Ilenk Rembulan at 8:51am June 11

tunggu lanjutannya dulu bang "gimbals"....

Bamby Cahyadi at 8:58am June 11

@ Ilenk : begitulah kalok seorang yang menamakan dirinya esais handal, hanya membaca karya orang separo-separo. Terlepas sedang terjadi pertikaian apa di antara mereka.

Mari kita tantang bang saut, selaian esainya Politik Sastra, mana esai yang lain yang bisa kita ikuti di fesbuk yang notabene terbuka untuk teman jejaringnya.

Write a comment...

__._,_.___
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment